, ,

Menghijaukan Kota yang Pernah Hijau

Harmoni nada mengalun dari dalam tiga payung keruduk di panggung. Bunyi-bunyian itu dari bilah-bilah bambu dan petikan dawai. Suara sinden dengan tembang-tembang yang bercerita tentang alam dan keseharian petani. Itulah musik cengklungan.

Musik langka ini biasa dimainkan para petani dan gembala sembari menunggu ternak merumput. Mereka tampil dalam penutupan aksi dua hari deklarasi Forum Komunitas Hijau (FKH) dan Festival Hijau Temanggung, Minggu, 29 November lalu.

Di bagian lain terlihat payung keruduk terbuat dari clumpring, bagian bambu ditata sedemikian rupa membentuk caping, dengan bagian belakang memanjang seukuran tubuh pria dewasa. Payung keruduk untuk melindungi sengatan matahari dan hujan, bahkan serangan binatang dari belakang. Cara memakai seperti caping, atau diletakkan di tanah. Pemakai bisa duduk berlindung di dalamnya.

Kini orang memilih memakai payung, mantel, atau ponco berbahan plastik. Seperti musiknya, payung keruduk berbahan alami, dan ramah lingkungan itu kini terancam punah. Kemunculan kembali musik itu seolah menandai semangat prolingkungan elemen warga Temanggung, kota yang dulu dikenal berhawa sejuk, bersih, dan hijau.

FKH terdiri beberapa kelompok antara lain komunitas bank sampah, asosiasi kelompok sanitasi, fotografer, pecinta musik, Pramuka, pengurus air minum swakelola, klub otomotif, komunitas pecinta sepeda, dan komunitas seniman.

Memanfaatkan plastik. Sampah botol plastik minuman bekas bisa diubah menjadi hiasan bunga dalam Festival Hijau di Temanggung. Foto: Nuswantoro
Memanfaatkan plastik. Sampah botol plastik minuman bekas bisa diubah menjadi hiasan bunga dalam Festival Hijau di Temanggung. Foto: Nuswantoro

Deklarasi ditandai pelepasan burung-burung langka di alun-alun kota oleh Bupati Temanggung, Bambang Sukarno, disaksikan Wakil Bupati Irawan Prasetyadi, dan pejabat lain. Aksi hijau lain dengan penanaman 500 bibit pohon keras di area ruang terbuka hijau (RTH) Sungai Progo dan sekitar. Juga pembagian tas belanja pengganti tas kresek untuk pengunjung Pasar Kliwon Temanggung.

“Andai sepanjang jalan masuk ke tengah kota ditanami bunga amaryllis, Temanggung indah bukan kepalang,” kata Bambang Sukarno, memberi sambutan. Dia bertekad, meluncurkan perda larangan berburu binatang, aturan pengambilan batu kali, mengembalikan burung-burung langka ke habitat, dan menjadikan sungai-sungai tempat berbiak ikan kembali. “Tentu ini tanggung jawab kita bersama.”

Keberadaan FKH menjadi syarat keberlanjutan program pengembangan kota hijau (P2KH), diinisiasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sejak 2011. Temanggung menjadi salah satu dari 20-an kabupaten di Jawa Tengah, dan 500-an kabupaten di Indonesia, yang didorong menjadi kota hijau.

Estiningrum, Sekretaris FKH Temanggung menjelaskan, kota disebut hijau jika memiliki delapan atribut, yaitu perencanaan dan perancangan kota sensitif agenda hijau, pengelolaan RTH, pengelolaan sampah dengan mengurangi limbah, daur ulang, dan meningkatkan nilai tambah. Lalu, sistem transportasi ramah lingkungan. Lalu, bangunan yang hemat energi dan air, peningkatan efisiensi penggunaan air dan pemanfaatan sumber daya air, pemanfaatan sumber energi ramah lingkungan, serta keterlibatan warga dalam mewujudkan atribut hijau.

Tahap awal, katanya, fokus tiga atribut kota hijau, yaitu perencanaan dan perancangan hijau, RTH dan komunitas hijau.

Data Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, hingga kini baru 112 kota memiliki FKH, sekaligus menandatangani kontrak komitmen mengembangkan kota hijau.

Deklarasi FKH-Bupati Temanggung Bambang Sukarno didampingi Wakil Bupati Irawan Prasetyadi membubuhkan tanda tangan di spanduk dalam rangkaian acara deklarasi kota hijau di Temanggung. Foto: Nuswantoro
Deklarasi FKH-Bupati Temanggung Bambang Sukarno didampingi Wakil Bupati Irawan Prasetyadi membubuhkan tanda tangan di spanduk dalam rangkaian acara deklarasi kota hijau di Temanggung. Foto: Nuswantoro

Degradasi lingkungan

Temanggung, yang berbatasan dengan Semarang, Magelang, Wonosobo, dan Kendal ini dulu dikenal berhawa sejuk bahkan dingin. Kisaran suhu 3-4 dekade lalu mencapai 18-21 derajat celcius. Kini, meningkat antara 20-30 derajat celcius. Pendangkalan Sungai Progo makin mengkhawatirkan. Selain itu ikan endemik, misal beong, makin sulit didapatkan. Gunung Sumbing dan Sindoro dulu tampak hijau, kini terlihat gundul dengan menyisakan hutan lindung di beberapa bagian.

Asisten Perum Perhutani Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Temanggung, KPH Kedu Utara, Yudi Noviar, dalam kesempatan berbeda pernah mengatakan, iklim Temanggung banyak berubah. Salah satu karena luas hutan makin berkurang.

“Kategori kota pegunungan air saja sulit pada kemarau. Suhu juga tidak dingin lagi,” katanya. Hal ini, katanya, semestinya tak terjadi jika lebih banyak pohon besar tumbuh di pegunungan.

Kondisi lingkungan berubah diakui para pimpinan daerah dan FKH. Pernyataan yang termuat dalam deklarasi, menyebut, mereka menyadari kondisi lingkungan kota ini mengalami degradasi. Selain itu, ada kesadaran tentang pemanasan global yang menjadi penyebab perubahan iklim global.

“Pemerintah Temanggung, bersama perguruan tinggi, swasta, menyadari terjadi pemanasan global menjadi penyebab perubahan iklim global. Penting pencegahan perusakan lingkungan dan memperbaiki kualitas lingkungan melalui restorasi, reboisasi, dan rehabilitasi lingkungan,” bunyi naskah deklarasi.

Deklarasi Temanggung Kota Hijau ditandatangani Bupati Temanggung, Wakil Bupati, Komandan Kodim 0706, Kapolres, Kajari, Ketua DPRD, Sekda, dan FKH.

Baju tas kresek. Dengan sedikit kreativitas tas kresek diubah menjadi baju, dalam Festival Hijau di Temanggung. Foto: Nuswantoro
Baju tas kresek. Dengan sedikit kreativitas tas kresek diubah menjadi baju, dalam Festival Hijau di Temanggung. Foto: Nuswantoro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,