, ,

Tukar Guling Lahan Tambang Semen Indonesia Bermasalah, Warga Kendal Lapor ke Pusat

Proses tukar guling lahan PT Semen Indonesia (SI) di Rembang, Jawa Tengah, dinilai cacat hukum karena lahan pengganti di Kabupaten Kendal tak sesuai ketentuan soal tukar menukar kawasan hutan. Dalam aturan Menteri Kehutanan itu, menyatakan, tukar guling harus dengan lahan pribadi. Kenyataan, lahan milik negara. Warga protes. Mereka mengadu ke Jakarta, dari Kementerian Sekretariat Negara, KPK, sampai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

SI sedang membangun pabrik semen di Desa Tegaldowo, Rembang. Mereka merencanakan penambangan batu kapur sebagai bahan baku semen. Lahan di Rembang, berada di kawasan hutan, tukar guling terjadi di Kendal, di lahan garapan warga—sebelumnya lahan hak guna usaha PT Sumur Pitu, yang telantar.

Nur Aziz, warga Surokonto Kendal mengatakan, pada 8 April 2015, pernah mengirim surat pada KLHK meminta tinjau kembali tukar guling kawasan. Lalu ditindaklanjuti kunjungan Dirjen Planologi beberapa waktu lalu.

“Kami koordinasi di lapangan. Bahwa tanah ini tidak clear and clean. Beliau juga melihat langsung dokumen berdirinya PT Sumur Pitu dan status tanah disana tanah milik negara,” katanya.

Warga Desa Sorokonto Wetan, sampai sekarang ketakutan lahan pangan jadi hutan. Pada 21 Desember, ada surat akan reboisasi. Masyarakat menolak. Sampai sekarang berjaga-jaga.

“Kalau Perhutani masuk, saya yakin akan terjadi sesutu tidak diinginkan. Pak Dirjen Planologi sudah mengakui dan berbicara dengan 700 warga di ladang maupun rumah saya. Mempelajari dokumen. Beliau mengatakan ini proses tidak clear and clean. Saya yakin Perhutani juga mengakui. Sampai kami audiensi dengan DPRD Kendal. Kami tunjukan dokumen.”

Perusahaan itu, awalnya memegang HGU, telantar sejak 1972. Lahanpun digarap warga. Perusahaan tak ada tetapi tanah dijual pada SI jadi lahan pengganti.

“Perhutani tak tahu kalau itu tanah negara, pikir tanah Sumur Pitu. Perusahaan perkebunan itu dulu banyak menanam randu dan karet.”

Luas tanah di Desa Surokonto Wetan 127 hektar, diikelola 460 petani. Total ada 400 hektar di tiga desa, dua kecamatan yang bakal jadi lahan tukar guling. Yakni, Desa Surokono Wetan, Pager Gunung, Kecamatan Paguyu dan Lesokor, Kecamatan Leri.

“Warga menggunakan lahan untuk menanam jagung, singkong, padi. Kami tahu lahan jadi pengganti Desember 2014. Masyarakat setahun ini berjuang. Lahan akan ditanami Perhutani tapi warga gak mau. Tanah itu 20 tahun lebih ditelantarkan,” katanya.

“Jika Perhutani tetap masukwarga akan melawan.”

Dia mengatakan, tanah pengganti seharusnya bukan tanah negara tetapi lahan bersertifikat dan dibeli SI.

Joko Prianto, Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) mengatakan, bersama rombongan warga Rembang dan Kendal mendatangi KKN dan KPK.

“Di Sekneg warga pernah bertemu Pak Jokowi. Beliau berjanji menyelesaikan masalah pabrik Semen Rembang. Kenyataan kok belum ada. Mungkin Pak Presiden lagi sibuk.”

Merekapun datang lagi menagih janji. Di Sesneg, rombongan hanya diterima staf yang berjanji menyampaikan hasil pembicaraan kepada presiden.

“Ke KPK kami mengadu. Menurut kami ada indikasi korupsi dalam proses tukar guling kawasan di lahan negara. Negara dirugikan.”

Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal KLHK mengatakan, warga bertemu presiden, menteri dan berbagai pihak. Ternyata belum pernah mediasi dengan SI.

“Kalau begitu ya gak akan pernah selesai. Kalau masing-masing berjalan sendiri-sendiri, kementerian sulit mengambil langkah. Saya juga gak mau terjadi masalah baru di Kendal.”

KLHK, katanya, akan meminta Perhutani dan KPH Kendal berhenti dulu. Dia akan memanggil Dirut Perhutani.

“Saya komitmen menyelesaikan ini. Setidaknya mengurangi kekesalan warga. Soal teknis akan sangat panjang. Saya akan pelajari masalah ini. Negeri ini pembangunan memang luar biasa. KLHK juga punya tugas tetap mengevaluasi pembangunan itu.”

Dia sudah menelepon Dirjen Planologi San Afri Awang. Cerita sama persis dengan warga.

“Saya ingin setelah ini ada penyelesaian. Tak mungkin begini terus. Saya meminta warga sabar. Saya akan mengkoordinasikan dengan Pak San Afri, yang mengurusi hutan produksi.”

Dia kaget mendengar areal ganti bukan punya perusahaan, tetapi negara. “Ini kan tambah lagi masalah. Kalau sudah berbicara hukum ya wes bablas. Artinya, ada yang menang, ada yang kalah. Saya niat baik selesaikan ini,” katanya.

Dia berharap, persoalan bisa selesai kala ada fasilitasi yang baik antara pemerintah, SI, Perhutani dan masyarakat.

“Kami sudah lima kali kesini (KLHK). Selalu begini. Sebenarnya niat gak sih menyelesaikan masalah? Ini sebenarnya tanggungjawab mereka juga,” kata Joko. Meskipun mendapatkan jawaban standar dari KLHK, namun, mereka tak akan pernah lelah berjuang.

Peneliti Sajogjo Institute Siti Maimunah, ikut mendampingi warga. Dia mengatakan, ucapan pejabat KLHK normatif. Padahal warga sudah berkali-kali datang ke KLHK. Seharusnya, kata Mai, ada kejelasan dan ketegasan dari pemerintah.

Menurut dia, KLHK hanya memberikan harapan-harapan semu. “Setiap bertemu pejabat seolah-olah kita akan didengar dan dilanjutkan. Tetapi tak ada yang bisa memastikan. Bahkan menteri sendiri mengatakan benar-benar akan ditindaklanjuti. Mereka datang beratus kilo meter dari kesini, berkali-kali.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,