,

Berakhirnya Sawit Ilegal di Aceh Tamiang

Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang memelopori penyelamatan hutan di Provinsi Aceh. Perkebunan kelapa sawit ilegal yang berada di hutan lindung di wilayah tersebut, dimusnahkan dan diganti dengan tanaman hutan.

Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati, Selasa (15/12/2015) menyebutkan, 1.071 hektar kebun kelapa sawit yang masuk dalam hutan lindung di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang, terus dimusnahkan. Kebun sawit tersebut akan diganti dengan tanaman hutan yang hasilnya dapat dimanfaatkan masyarakat.

Dalam rangka memperingati Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) 2015, saya menyampaikan, kita melawan kegiatan yang merusak sumber-sumber air di Kabupaten Aceh Tamiang. “Beberapa bulan lalu, di tempat kita berdiri ini, adalah kebun sawit ilegal. Hari ini, seperti yang kita lihat hampir seluruh kelapa sawit yang ada di kawasan hutan telah ditebang dan mulai ditanam tanaman hutan,” ujar Hamdan.

Hamdan menambahkan, dengan mengembalikan kebun sawit menjadi hutan, semua pihak di Aceh Tamiang telah mempersiapkan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang. “Kita harus ingat, banjir bandang 2006 lalu akibat rusaknya hutan di hulu Tamiang. Sekarang, saatnya kita mengembalikan hutan seperti sedia kala.”

12376466_10208329538664351_6824148438946783869_n

Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati, Selasa (15/12/2015), turun langsung memberangus sawit ilegal di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang, Aceh, sekaligus melakukan penanaman pohon hutan. Foto atas dan bawah: FKL
Bupati Aceh Tamiang, Hamdan Sati, Selasa (15/12/2015), turun langsung memberangus sawit ilegal di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang, Aceh, sekaligus melakukan penanaman pohon hutan. Foto atas dan bawah: FKL

Secara tegas, Hamdan menyebutkan, meski keberadaan kebun sawit ilegal tersebut diiming-iming dapat memberikan pendapatan asli daerah (PAD), namun dirinya tetap menolak. “Kami tidak ingin sawit ilegal ini. Semakin cepat restorasi dilakukan, semakin cepat pula kita mendapatkan hasilnya, baik dari stabilnya sumber air maupun hasil hutan non kayu yang kelak dihasilkan dari tanaman hutan ini.”

Hamdan menjelaskan, sebelum pemusnahan dilakukan, banyak pihak yang menemui dirinya agar mempertahankan kebun tersebut. Alasannya, sawit tersebut menghasilkan. “Namun, kami tidak ingin mempertahankannya. Bagi kami, hutan harus dikembalikan, karena hutan adalah titipan generasi akan datang. Komitmen kami adalah membangun Tamiang tanpa merusak hutan,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh Tamiang, Alfuadi, mengakui adanya kerusakan hutan di Aceh Tamiang. Pihaknya, bersama berbagai pihak terus berusaha menjaga hutan yang tersisa di ujung timur Provinsi Aceh itu.

Menurut Alfuadi, HMPI di Aceh Tamiang dilaksanakan di atas lahan sawit  ilegal seluas 1.071 hektar yang sebagiannya telah ditebang. Kegiatan ini, bekerja sama dengan LSM Forum Konservasi Leuser (FKL), sejak akhir 2014.

“Saat ini, 100 hektar telah ditanami oleh BPDAS Krueng Aceh, 80 hektar oleh Dinas Kehutanan dan perkebunan Aceh Tamiang, 250 hektar lainnya dalam proses penanaman oleh tiga kelompok masyarakat Tenggulun, dan sisanya akan direstorasi oleh FKL melalui regenerasi alami,” ungkap Alfuadi.

Air Terjun Sangka Pane di Kecamatan Bandar Baru, Aceh Tamiang merupakan sumber air bersih bagi kehidupan masyarakat Aceh Tamiang. Foto: Rahmadi Rahmad

Field Manager Forum Konservasi Leuser (FKL), Tezar Pahlevi mengatakan, masyarakat akan mengelola hutan seluas 250 hektar berdasarkan kerja sama pengelolaan dengan Dinas Kehutanan Aceh. “Mereka akan menaman tanaman yang bisa dimanfaatkan hasilnya seperti aren, durian, gelugur, jengkol, petai, serta tanaman hutan lainnya.”

Tezar menyebutkan, masyarakat wajib memelihara tanaman hutan tersebut agar dapat dimanfaatkan hasilnya. “Ini kami lakukan untuk membuktikan, tanaman hutan sebenarnya lebih menguntungkan bagi masyarakat dibandingkan kelapa sawit. Kita butuh lahan yang luas untuk kelapa sawit, sementara untuk tanaman hutan hanya sedikit.”

Menurut Tezar, pemusnahan 1.071 kebun sawit merupakan bagian dari pemusnahan 3.000 hektar kebun ilegal di hutan lindung yang telah diserahkan ke pemerintah pada 2009 – 2011 lalu. Sejak 2009, Badan Pengelolaan Konservasi Ekosistem Leuser (BPKEL) telah melakukan restorasi hingga 2011. Namun pada 2012, BPKEL dibubarkan oleh Gubernur Aceh sehingga kegiatan restorasi terhenti.

“Pada 2014, Forum Konservasi Leuser (FKL) mendorong pemerintah melakukan restorasi di lokasi ini.di tahun yang sama, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang membentuk tim restorasi kawasan hutan lindung berdasarkan SK Bupati Aceh Tamiang No. 938 Tahun 2014. 27 September 2015, Pemkab Aceh Tamiang bersama Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Aceh, FKL, masyarakat dan LSM memulai lanjutan penebangan sawit ilegal ini yang diperkirakan akan selesai akhir 2016,” ungkap Tezar.

Pemusnahan kebun sawit yang berada di hutan lindung yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh Tamiang, Aceh, terus dilakukan. Kawasan ini akan dihutankan kembali. Foto: Junaidi Hanafiah
Pemusnahan kebun sawit yang berada di hutan lindung yang masuk Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh Tamiang, Aceh, terus dilakukan. Kawasan ini akan dihutankan kembali. Foto: Junaidi Hanafiah
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,