Meliana, Asisten IV Sekretariat Provinsi Kalimantan Timur, Selasa (24/11/2015), dilantik oleh Awang Faroek Ishak, Gubernur Kalimantan Timur di Lamin Etam, untuk memangku jabatan sebagai Pejabat (Pj) Walikota Samarinda.
Mengawali masa kerjanya yang singkat, Meliana menyatakan akan mengupayakan penyelesaian masalah lubang tambang yang telah merenggut 12 anak di Samarinda. Pernyataannya itu, dibuktikan Sabtu (28/11/2015), ketika ia beserta jajarannya meninjau ke lokasi tambang batubara milik PT. Transisi Energi Satu Nama, yang merenggut nyawa Aprilia Wulandari, korban ke-12, pada 18 November 2015.
Saat menyaksikan beberapa lubang bekas galian batubara yang dibiarkan terbuka, tanpa pengaman dan papan peringatan, Meliana terlihat begitu kesal. “Saya minta pihak perusahaan agar menutup lubang bekas galian tambang dalam dua minggu ke depan.”
Niat dan semangat keterbukaan Pj Walikota Samarinda tersebut diapresiasi oleh Jatam Kaltim. Ini diungkapkan Merah Johansyah Ismail, Dinamisator Jatam Kaltim, saat pertemuan di Balai Kota, Senin (14/12/2015). “Ada asa, gebrakan yang dilakukan ini menunjukkan kewajiban moral.”
Dalam kesempatan itu, Jatam Kaltim menekankan perlunya inventarisasi jumlah tambang yang masih dibiarkan menganga. Meliana pun mengamini, dengan memberi contoh jumlah lubang tambang di Kecamatan Palaran. “Ya, seperti di Palaran, saya tanya camat setempat, ada 60 titik. Ini menjadi prioritas. Lubang tambang dekat permukiman harus segera ditutup.”
Baik Jatam maupun PJ Walikota Samarinda menyadari jabatan yang hanya empat bulan ini harus dijadikan pondasi bagi kebijakan walikota definitif yang akan dilantik tahun depan. “Dasar yang diusulkan Jatam adalah adanya tim bersama yang akan bekerja dalam waktu kurang lebih 3 bulan ke depan untuk fokus pencegahan. Hasilnya, akan diserahkan ke walikota,” ujar Merah.
Dalam pertemuan tersebut, Jatam Kaltim menyampaikan opsi dan rekomandasi yang dituangkan dalam lembar dokumen “Masukan Rute kebijakan Menghadapi Kasus Lubang Tambang Samarinda” kepada Pj. Walikota Samarinda. “Wajibkan dan paksa perusahaan untuk menutup lubang dan tak ada lagi perpanjangan izin apabila masa berlaku IUP-nya habis. Kembalikan IUP kepada pemerintah,” tandas Merah.
Pengusaha bebal
Selain aspek pencegahan, Jatam Kaltim juga menekankan aspek penegakan hukum. Menurut Merah ada beberapa bukti pemerintah telah melakukan pengawasan, namun rekomandasinya diabaikan oleh perusahaan.
Merah mencontohkan dokumen berita acara tindak lanjut hasil pengawasan dan pengawasan lahan bekas tambang (VOID) PT. Transisi Energi Satunama Coal Mining yang dilakukan Inspektur Tambang, September lalu. Rekomandasi dari Inspektur Tambang nyatanya tidak ditindaklanjuti, sehingga salah satu lubangnya menelan korban seorang siswi SMP November lalu.
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kaltim pada 23 November 2015 juga telah mengundang 63 perusahaan yang beroperasi di Samarinda untuk membahas upaya penutupan lubang tambang yang telah merenggut 12 nyawa anak. Namun, yang hadir hanya empat perusahaan.
Pertemuan kembali dilakukan 2 Desember. Dari 61 perusahaan yang diidentifikasi, 31 perusahaan bisa dihubungi dan yang hadir hanya 21 perusahaan. Sementara, 30 perusahaan yang tidak bisa dihubungi nyatanya sudah tidak diketahui lagi alamat dan keberadaannya. “Kami meminta perusahaan yang tidak bisa dihubungi terlebih melarikan diri, agar dilaporkan ke polisi,” papar Merah.
Terkait jumlah korban, sehari menjelang pemilihan Wali Kota Samarinda, Koko Tri Handoko (17) menjadi korban ke-13 di lubang bekas tambang batubara. Remaja ini tenggelam di lubang yang berlokasi di Kelurahan Bentuas, Palaran, Samarinda setelah berenang bersama temannya, Selasa (8/12/15).