,

Inilah Berita Lingkungan Hidup Paling Menggembirakan di 2015

Tahun 2015 telah berlalu. Berbagai perkembangan positif mewarnai tahun tersebut dalam hal kepedulian kita terhadap lingkungan hidup. Mulai dari Perjanjian Paris yang berlangsung Desember lalu, Yellowstone dari Amazon, hingga kemunculan paus ‘misterius’ yang terdokumentasikan di lautan.

Apa sajakah berita tersebut?

1. Dunia lebih serius dalam upaya mengatasi perubahan iklim

Di penghujung 2015, 195 negara mencapai kesepakatan guna mengatasi perubahan iklim di Konferensi Perubahan Iklim di Paris, Desember 2015.

Perjanjian Paris bukannya bebas kritik, misalnya kenyataan bahwa komitmen yang dibuat oleh semua negara untuk menjaga kenaikan suhu global “di bawah” 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri adalah tidak mengikat.

Artinya, hampir seluruh negara tersebut pada dasarnya hanya berjanji untuk berusaha keras menurunkan emisi, namun tidak akan menerima hukuman jika mereka tidak mencapai target tersebut .

Berdasarkan ClimateProgress, hanya karena tidak mengikat tidak berarti kesepakatan tersebut tidak penting. Banyak ahli iklim berharap, negara-negara di dunia ini akan bahu membahu mencapai tujuan bersama guna mengatasi pemanasan global.

“Saya pikir hasil Paris ini akan mengubah dunia,” Dr. Christopher B. Field, direktur pendiri Departemen Carnegie Institution of Global Ecology, saat mengatakan pada New York Times. “Kita memang tidak memecahkan masalah, tapi kita telah meletakkan dasar.”

2. Di Paris juga, dunia berkomitmen melindungi hutan

Dimasukkannya program PBB untuk Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan, REDD +, sebagai bab tersendiri dalam Perjanjian Paris adalah berita baik.

Menghentikan deforestasi adalah salah satu cara paling sederhana untuk secara drastis mengurangi emisi karbon dari aktivitas manusia dan menstabilkan iklim global – belum lagi manfaat yang sangat besar untuk satwa liar dan masyarakat di sekitar hutan.  Hutan tropis menyimpan seperempat dari semua karbon global dan merupakan rumah bagi 96 persen spesies pohon di dunia.

REDD+ dirancang untuk menyalurkan dana dari negara-negara kaya ke negara-negara berkembang, membantu menghentikan pembukaan hutan -untuk pertanian dan ekstraksi sumber daya dan proyek pembangunan ekonomi karbon-intensif lainnya -yang membahayakan kelestarian hutan.

Berbagai skema REDD+ sudah dijalankan di berbagai tempat di dunia selama satu dekade, tapi aliran uang dalam skala besar belum terwujud. Dimasukkannya REDD+ dalam Perjanjian Paris memberikan sinyal kuat pada sektor publik dan swasta untuk segera mendapatkan dana.

“Tapi tentu saja, Perjanjian Paris lebih jauh dari sekadar mengakui peran-peran  kunci dalam upaya melindungi hutan sebagai bagian dari upaya lebih luas untuk memerangi perubahan iklim,” papar Donald Lehr, Konsultan Kelompok Kerja REDD+ Safeguards, koalisi organisasi-organisasi masyarakat sipil

REDD+ “Safeguards” yang dirancang untuk melindungi hutan, keanekaragaman hayati dan hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal juga termasuk dalam Perjanjian Paris.

“Yang paling penting, juga dimasukkan sistem untuk melaporkan bagaimana perlindungan ditangani dan dihormati,” tambah Lehr. “Hal ini untuk melindungi hak-hak dalam semua tindakan iklim dan perlindungan hutan alam.”

Deforestasi di Sumatera. Foto: Rhett Butler

3. Suku di Amazon menciptakan ensiklopedia pengobatan tradisional

Setelah salah satu dukun pengobatan paling terkenal meninggal dunia sebelum ilmu-ilmu pengobatannya diteruskan ke orang lain, orang-orang Matsés dari Brazil dan Peru menciptakan ensiklopedia setebal 500 halaman yang berisi pengetahuan tentang pengobatan tradisional mereka untuk membimbing dukun baru yang akan mereka angkat nanti.

Disusun oleh lima dukun dengan bantuan kelompok konservasi Acate, ensiklopedia ini mencatat setiap tanaman yang digunakan untuk pengobatan yang dilakukan oleh Suku Matsés untuk berbagai macam penyakit , dan hanya dicetak dalam bahasa asli Matsés. Ini dilakukan untuk mencegah pengetahuan mereka dicuri oleh perusahaan atau peneliti, seperti yang terjadi di masa lalu.

“Matsés Traditional Medicine Encyclopedia menandai pertama kalinya sebuah suku di Amazon menciptakan sebuah transkrips penuh, lengkap mengenai pengetahuan obat mereka yang ditulis dalam bahasa dan kata-kata mereka sendiri,” papar Christopher Herndon, presiden dan co-pendiri Acate, kepada Mongabay.

4. Peru menciptakan “Yellowstone-nya Amazon”

Setelah berbagai diskusi dan perencanaan lebih satu dekade dilakukan, akhirnya, Peru secara resmi menunjuk Sierra del Divisor National Park, sebagai kawasan konservasi seluas 1,3 juta hektar yang dapat dibandingkan dengan Taman Nasional Yellowstone di AS untuk konservasi dan fitur geologinya yang spektakuler.

Sierra del Divisor merupakan rumah bagi suku-suku asli terasing, satwa-satwa liar terancam punah, serta tempat salah satu pemandangan paling spektakuler di Amerika Selatan.

Paul Salaman, CEO dari Rainforest Trust, salah satu kelompok yang bekerja tahunan untuk membuat kawasan ini menjadi kawasan lindung, mengatakan,  “kawasan ini merupakan mata rantai akhir dalam kompleks wilayah yang membentang 1.100 mil dari tepi Amazon di Brasil ke puncak bersalju di pegunungan Andes, Peru yang juga disebut salah satu kawasan perlindungan terbesar bagi keanekaragaman hayati di bumi.”

Kerucut terkenal Sierra del Divisor. ‘Puncak kerucut’ dan dataran tinggi batu pasir di taman ini membentuk relung ekologi yang unik. Foto: Diego Pérez/El Taller.pe

5. Deforestasi turun di hutan hujan Amazon

Laju deforestasi hutan di Brazil menurun drastis dalam beberapa dekade terakhir, yang mungkin menyelamatkan 1.700 nyawa setahun, selain menjadi kabar baik bagi satwa liar, masyarakat sekitar hutan, serta iklim bumi.

Namun, analisis data satelit awal tahun ini menunjukkan bahwa deforestasi di Amazon Brazil mungkin telah mencapai angka tertinggi dalam 7 tahun terakhir, dan pemerintah negara itu menegaskan bahwa deforestasi tersebut melaju lebih cepat di 2015 ini dibanding tahun sebelumnya.

Namun,  secara keseluruhan deforestasi di hutan hujan Amazon mengalami trend penurunan. Sebuah studi yang dirilis awal tahun ini menunjukkan bahwa deforestasi turun tajam baik di dalam dan di luar Amazon Brasil antara 2010 dan 2013.

Deforestasi di Brazil

Studi tersebut juga menemukan bahwa laju deforestasi tahunan rata-rata di sebagian besar negara Amazon di luar Brazil seperti Bolivia, Kolombia, Ekuador, Guyana, Peru, dan Suriname – turun secara signifikan dalam jangka waktu relatif antara 2005-2010.

Hanya Venezuela dan Guyana terjadi peningkatan laju deforestasi (terutama Venezuela), dan  deforestasi terus meningkat di dua negara tersebut dalam 1,5 dekade terakhir.

6. Presiden Obama menolak pipa Keystone XL

Hanya sebulan sebelum pembicaraan perubahan iklim di Paris,  Presiden Barack Obama mengumumkan penolakannya terhadap pipa Keystone XL. Secara khusus, ia menyatakan bahwa dampak proyek tersebut terhadap iklim global akan buruk. Obama juga memaparkan bahwa pipa yang akan dipergunakan untuk mengangkut minyak mentah pasir tar dari Alberta ke kilang di Pantai Teluk AS, bukan menjadi kepentingan nasional.

7. Shell membatalkan upaya pengeboran di Kutub Utara

Kapal pemecah es milik Royal Dutch Shell “Fennica” yang berusaha meninggalkan Portland menuju Laut Chukchi, terpaksa menunda perjalanan karena protes besar pada 2015.

Tiga belas aktivis Greenpeace bergelantungan di bawah St John Bridge, didukung oleh armada “kayaktivists” memblokir jalur kapal selama dua hari sebelum pemerintah memberi jalan bagi Fennica untuk bergabung dengan armada kapal yang lain.

Dua bulan kemudian, Shell melaporkan kerugian $4,1miliar, dan mengumumkan secara resmi mereka berhenti mengeksplorasi Kutub Utara setelah sumur-sumur eksplorasi mereka memberi hasil yang mengecewakan.

The Guardian melaporkan bahwa perusahaan mengakui sangat terkejut akan perlawanan sengit yang mereka hadapi.

8. Tiongkok dan Amerika berjanji mengakhiri perdagangan gading

Tiongkok dan Amerika Serikat adalah dua pasar terbesar untuk perdagangan global gading. Ini merupakan berita baik ketika Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Amerika Barack Obama mengeluarkan pengumuman bersama berjanji untuk mengakhiri penjualan gading komersial di negara mereka.

“Dua kepala negara yang kuat ingin mengakhiri semua perdagangan gading,” ujar Cristián Samper, Presiden dan CEO Wildlife Conservation Society. “Kabar yang sangat baik bagi gajah, dan kami menyerukan kepada semua pemerintah negara lain untuk mengikutinya.”

Ada banyak momentum di AS yang bertujuan menghentikan perdagangan ilegal satwa liar dan juga perburuan. California melarang penjualan hampir semua gading gajah dan cula badak di Oktober, dan mayoritas pemilih di Washington meloloskan undang-undang anti-pelacakan satwa liar pada November.

Di tingkat federal,  DPR AS meloloskan UU Anti-Perburuan Global pada November, yang akan menempatkan perdagangan satwa liar selevel dengan perdagangan senjata dan perdagangan narkoba. Dan, Fish and Wildlife Service Amerika Serikat mengumumkan bahwa dua spesies singa – Panthera leo leo dan Panthera leo melanochaita – diberikan perlindungan melalui pemberian status Endangered Species Act, sehingga sulit bagi pemburu trofi untuk mengimpor singa atau bagian tubuhnya ke AS.

Gajah Afrika di Afrika Selatan. Foto: Rhett Butler

9. Paus misterius yang hanya diketahui dari spesimen ditemukan

Para ilmuwan akhirnya menemukan anggota hidup dari spesies paus yang dikenal hanya dari spesimen mati. Paus Omura didokumentasikan dalam foto, video, dan rekaman audio untuk pertama kalinya di perairan Madagaskar.

Paus Omura. Foto direproduksi dari Cerchio dkk. 2015, courtesy of New England Aquarium

Artikel asli: Here are the top happy environmental stories of 2015. Mongabay.com. Diterjemahkan oleh: Akhyari Hananto

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,