,

Keadilan Lingkungan yang Makin Mengecewakan Masyarakat

Harapan dan impian masyarakat untuk mendapatkan keadilan dari lembaga yudikatif, khususnya kasus lingkungan hidup, makin jauh dari kenyataan. Ini terbukti dengan diterimanya kasasi pemilik Hotel The Rayja oleh Mahkamah Agung, atas kasus pembangunan hotel yang memotong jalur mata air Umbul Gemulo di Kota Batu, Jawa Timur, yang ditolak warga.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Ony Mahardika mengungkapkan, kabar diterimanya kasasi itu dari website Panitera Mahkamah Agung (MA). Namun aneh, belum tercantum di website resmi Mahkamah Agung.

“Kita periksa putusan-putusannya, tidak ada sama sekali di website MA, padahal ada di website Panitera. Berbeda dengan kasus lain, yang tercantum di kedua laman itu.”

Diterimanya kasasi pihak The Rayja oleh Mahkamah Agung, menurut Ony tidak dapat dilepaskan dari latar belakang hakim yang memutuskan. Ketiga hakim yang menyidang tidak bersertifikasi lingkungan. “Apakah hakim bersertifikasi lingkungan itu hanya berlaku untuk di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi saja. Kami akan melakukan aksi besar-besaran ke Jakarta bersama warga, khususnya ke Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, beberapa Kementerian, dan Istana Presiden.”

Dikeluarkannya SK Mahkamah Agung mengenai hakim bersertifikasi lingkungan, kata Ony, hanya isapan jempol. Pemerintah harus melakukan terobosan bila serius mewujudkan keadilan lingkungan. Peradilan khusus lingkungan mulai Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), dan MA, harus diisi hakim yang kompeten bidang lingkungan. Bukan hakim berlatar hukum agama atau niaga.

Sampai hari ini, pengadilan masih menjadi rumah yang aman bagi pelaku perusakan lingkungan. Karena, putusan hakim yang menyidang tidak sesuai kapasitasnya. Hukum hadir sebagai perusak lingkungan yang sesungguhnya. “Perusahaan-perusahaan perusak lingkungan hidup semakin nyaman, sehingga pengadilan akan menjadi rumah yang aman bagi penjahat dan perusak lingkungan,” papar Ony.

Mata air Umbul Gemulo di Kecamatan Batu, Kabupaten Kota Batu, Jawa Timur yang begitu vital sebagai sumber air bersih masyarakat. Foto: Petrus Riski

Roy Murtadho dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam menyayangkan putusan MA yang menerima kasasi tersebut, karena dapat mengacam kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat. Khususnya di tiga desa, yaitu Desa Bulukerto dan Desa Bumiaji di Kecamatan Bumiaji, serta Desa Sidomulyo di Kecamatan Batu.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Malang dalam sidang gugatan yang diajukan warga pada 21 Juli 2014, telah memutuskan PT. Panggon Sarkarya Sukses Mandiri selaku pengembang The Rayja, menyalahi hukum dengan mendirikan hotel atau bangunan yang dapat merusak mata air Umbul Gemulo.

“Keputusan MA sangat politis dan tidak adil. Fakta di tingkat PN membuktikan, hotel tersebut telah melanggar, izin mendirikan bangunann (IMB) yang diterbitkan cacat hukum karena lokasi pembangunan berjarak 150 meter dari kawasan konservasi,” terang Roy.

Harusnya, penegak hukum memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat, yang sering  dirugikan pemodal nakal. “Ini malah memberi putusan yang tidak memenuhi rasa keadilan bagi rakyat.”

Kerusakan lingkungan

Terkait masifnya pembangunan berbasis pariwisata di Kota Batu, Walhi Jawa Timur menyebutkan sekitar 50 persen atau separuh Kota Batu telah mengalami kerusakan lingkungan. Dari 11.227 hektar luasan hutan, 5.900 hektar telah rusak. Dari 111 sumber mata air yang tercatat, kini tinggal 57 yang bisa saja terus berkurang bila tidak ada perlindungan dan pelestarian.

Munculnya kasasi ini dikhawatirkan akan menjadi dasar pemilik The Rayja untuk melanjukan pembangunan hotel di kawasan yang masuk kawasan konservasi. Khususnya, mata air Umbul Gemulo yang dimanfaatkan sekitar 9.000 masyarakat.

Selain itu, kriminalisasi terhadap warga juga akan berlanjut, terutama terhadap warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Mata Air yang digugat secara perdata maupun pidana oleh pihak The Rayja

“Kami akan menggugat The Rayja, khususnya untuk IMB yang keluar sebelum dokumen UKL/UPL, serta dibangunnya hotel di kawasan lindung,” tandas Ony.

Surat Rekomendasi untuk tidak meneruskan pembangunan Hotel The Rayja dari Kementerian Lingkungan Hidup 2013

.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,