Saat Energi Listrik Desa Tergantung pada Keutuhan Hutan Lindung

Hutan lindung merupakan public goods yang berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. Hutan lindung pun penting dalam turut mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, hingga memelihara kesuburan tanah.

Demikian pula hutan lindung sudah jelas mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan debit air sehingga menjadi tempat buffering agar siklus air yang jatuh ke permukaan bumi tidak langsung menuju ke laut. Aliran hulu air sungai pun berpotensi untuk dapat menjadi sumber energi terutama sumber energi listrik.

Saat ini lebih banyak masyarakat yang mengetahui bahwa sumber listrik sebagian besar dihasilkan oleh beberapa pembangkit listrik besar yang membutuhkan tenaga dari sumberdaya alam mineral seperti panas bumi, batu bara, minyak bumi dan gas alam. Hingga saat ini, kebijakan Perusahaan Listrik Negara (PLN) pun masih lebih memprioritaskan pembangkit listrik dengan bantuan panas bumi atau batubara.

Padahal, keberadaan sumberdaya alam mineral tak terbarukan tersebut tidak akan terus menerus tersedia di alam, khususnya di Indonesia. Selain itu, sumberdaya alam non mineral yang digunakan memerlukan biaya pembangunan serta perawatan yang cukup besar.

Hutan lindung yang memiliki kontur yang curam dapat dimanfaatkan menjadi tempat yang strategis untuk permulaan pembangunan pembangkit listrik skala kecil yang dikenal juga Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).

Dalam prakteknya, PLTMH adalah pembangkit berkapasitas kecil yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Alat dan bahan yang digunakan pun lebih sederhana dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Di luar itu dengan adanya proyek PLTMH, masyarakat di sekitar hutan diajak untuk menjaga kondisi hutan agar tetap utuh dan terjaga dari gangguan pihak luar. “Kesehatan” pengelolaan PLTMH pun dapat menjadi indikator bagaimana masyarakat mampu mengelola hubungan sosialnya agar tegakan hutan dapat memberi manfaat secara langsung bagi keberadaan masyarakat.

Listrik warga yang berasal dari PLTMH seperti yang dilakukan oleh warga di Desa Rumah Kinangkung, Sumatera Utara. Foto: Ayat S Karokaro

Belajar dari PLTMH Desa Cipeteuy

Desa Cipeteuy merupakan salah satu tempat terpencil di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Memiliki Kurang lebih 150 kelompok keluarga, mayoritas bekerja sebagai petani sayur. Desa Cipeteuy merupakan salah satu desa yang berlokasi di kaki Pegunungan Halimun Salak.

Karena letak geografisnya, Desa Cipeteuy dimasukan sebagai area penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Desa tersebut masih terbilang sangat jauh dari kehidupan kota yang serba ada, tetapi mempunyai rasa memiliki yang kuat terhadap hutan.

Masyarakat Desa Cipeteuy percaya hutan lindung tersebut merupakan warisan dari nenek moyang mereka yang harus dijaga sebaik mungkin. Masyarakat yang sengaja ke hutan biasanya hanya mencari beberapa kayu bakar untuk memasak.

Pada peralihan rezim reformasi, deforestasi besar-besaran terjadi di lokasi ini. Saat itu blok area hutan tersebut masih dikelola oleh BUMN Perhutani. Para oknum yang berkesempatan memburu rente dari penjualan kayu berasal dari luar dan bukan oleh masyarakat Desa Cipeteuy.

Adapun PLTMH Cisalimar, yang berada di Desa Cipeteuy dibangun sejak tahun 2004 dibantu oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) dan di fasilitasi oleh IBEKA (Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan) dibawah pimpinan Ibu Tri Mumpuni.

Salah satu contoh PLTMH. Warga dusun Karanggondang Desa Sambirata, Banyumas, tengah berjalan di depan PLTMH Karanggondang yang masih beroperasi pada saat musim kemarau seperti sekarang. Foto : L Darmawan

Pihak stakeholder dari luar memfasilitasi dana, material dan mesin yang dibutuhkan untuk membangun sebuah PLTMH. Masyarakat sekitar bergotong royong dalam melaksanakan pembangunan PLTMH tersebut sehingga berjalan dengan lancar.

Seiring berjalannya waktu, tahun 2005 dibentuk organisasi yang bertanggungjawab dalam mengurus keberlanjutan dari PLTMH yang kemudian menjadi cikal bakal dibentuknya Koperasi Masyarakat Desa Cipeteuy yang berbasis swadaya masyarakat.

Koperasi berfungsi sebagai perangkat desa yang mengatur administrasi keberlanjutan PLTMH serta kebutuhan listrik masyarakat. Dengan listrik 100-150W/KK masyarakat hanya membayar Rp 15.000,00/bulan untuk biaya perawatan dan pemeliharaan PLTMH.

Walaupun kapasitas listrik yang dijatahkan per KK sangatlah kecil, tetapi masyarakat terbantu dengan adanya lampu pijar yang menyala. Masyarakat tidak perlu menggunakan lilin atau lampu minyak untuk penerangan. Saat itu, kebutuhan listrik merupakan barang berharga yang tak ternilai harganya bagi masyarakat.

Proses kerja PLTMH terbantu oleh mesin turbin air dan generator sederhana berkapasitas sedang yang dapat menghasilkan daya sekitar 50 KW. Air yang dibendung oleh dam akan dialihkan ke saluran intake. Intake merupakan sebuah ornamen struktur bangunan PLTMH yang berfungsi mengalihkan air yang telah dibendung, ke saluran yang akan menuju ke mesin PLTMH yang dibantu oleh turbin air.

Saluran tersebut dibuat dengan kontur yang lebih rendah agar gerak debit air yang lebih cepat dapat menggerakan turbin yang nantinya akan menghasilkan energi listrik dari generator.

Contoh pemanfaatan sumber energi terbarukan. Gardu instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan solar panel di Pulau Matutuang Kec. P. Maroro, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara sebagai penyedia listrik kepada masyarakat di pulau tersebut.  Foto : Agustinus Wijayanto

Pengelolaan PLTMH harus dilakukan secara rutin. Secara khusus, perawatan dan pemeliharaan mesin PLTMH yaitu ketika musim hujan, sampah-sampah daun masuk ke sungai yang mengganggu masuknya air ke jalur intake. Selain itu masalah yang dihadapi yaitu pemeliharaan pada mesin turbin yang perlu dilumasi dengan pelumas khusus agar mesin tidak mudah panas. Mesin PLTMH dilumasi secara teratur yaitu sebulan sekali.

Pada tahun 2014, PLTMH Cisalimar masih beroperasi. Semakin berkembangnya infrastruktur, masyarakat pun sekarang terlayani akses listrik dari PLN. Salah satu faktor yang membuat infrastruktur tersebut cepat terbangun karena telah adanya PLTMH Cisalimar yang menjadi cikal bakal listrik desa yang mandiri.

Dengan adanya listrik, masyarakat desa semakin berkembang dalam mengelola kawasan mereka, mulai dari pertanian,wiraswasta dan jasa transportasi desa. Keberadan PLTMH Cisalimar pun sangat membantu saat terjadi pemadaman listrik PLN bergilir. Apabila listrik PLN mati, listrik dari PLTMH dapat membantu sebagai cadangan agar penerangan desa tetap tercipta.

Adanya PLTMH merupakan salah satu contoh indikator sistem pengembangan kelembagaan desa yang terpadu. Manfaat yang diraih bukan hanya sekedar keuntungan materiil, namun juga manfaat sosial.

Dengan adanya PLTMH turut membantu merevolusi pola hidup dan kelembagaan masyarakat desa dari yang tadinya sulit berkembang menjadi pionir desa mandiri energi. Solusi PLTMH dapat menjadi pemacu pengembangan listrik serta mendukung terciptanya kemerataan energi listrik di tingkat desa.

Pengembangan PLTMH pun dapat menjadi solusi bagi keterbatasan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbarui, sehingga manusia akan hidup selalu selaras dengan alam dan saling mendukung.

Dalam hal ini PLTMH dapat menjadi tahap awal untuk inovasi pengembangan pembangkit listrik di Indonesia yang lebih ramah lingkungan dan dapat memberikan dampak yang positif untuk kemajuan perekonomian daerah pedesaan yang belum terjangkau sarana listrik yang disediakan pemerintah.

* Tulisan ini merupakan pemenang ketiga lomba penulisan lingkungan yang diselenggarakan oleh Forest Watch Indonesia (FWI) bekerjasama dengan Mongabay-Indonesia pada bulan Desember 2015. Tanpa mengurangi makna, bahan asli tulisan ini telah diedit seperlunya. 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,