,

Terancam Banjir, Warga Kedonganan Bali Beraksi Menolak Reklamasi

Kedonganan termasuk salah satu dari desa-desa yang mengelilingi Teluk Benoa di Bali bagian selatan. Desa lain di sekitar teluk seluas 838 hektar ini adalah Tuban, Kelan, Jimbaran, Bualu, dan Tanjung Benoa. Di sebelah utara Teluk Benoa terdapat desa-desa lain, seperti Suwung, Serangan, dan Sanur.

Menurut riset Conservation International (CI) Indonesia, desa-desa di sekitar Teluk Benoa ini rentan terkena banjir dan luapan air jika Teluk Benoa jadi direklamasi. Karena itulah, para warga termasuk di Desa Kedonganan takut reklamasi akan menyebabkan banjir di desa mereka.

“Kami tidak mau mewarisi bencana alam akibat keserakahan investor dan orang-orang yang mendukung mereka,” lanjut Ketua Karang Taruna Eka Canthi I Wayan Yustisia Semarariana dalam aksi menolak reklamasi yang dilakukan seratus warga Desa Kedonganan, Kuta Selatan, Badung pada Minggu (3/1) pagi.

Dalam peta Bali, Kedonganan berada di leher yang menghubungkan “kepala” Bali di bagian selatan dan “badan” di sebelah utara. Jarak antara teluk di sisi timur Kedonganan dan pantai di sebelah barat tak lebih dari 2 km.

Dengan posisi “terjepit” tersebut, Kedonganan dan desa lain seperti Kelan dan Jimbaran memang rentan terkena luapan air. Bahkan, warga Desa Kelan yang turut dalam aksi mengatakan desanya pun sudah terkena luapan air jika air laut pasang.

Ketua Lembaga Perwakilan Masyarakat (LPM) Kedonganan I Ketut Madra Budana mengatakan hal serupa. Menurut Budana, saat ini air aut di sekitar Kedonganan juga lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Setiap (bulan) purnama, kami was-was karena air sudah meluap ke desa kami,” kata Budana. Dia juga khawatir, reklamasi akan merusak ekosistem mangrove di sisi timur desanya yang selama ini menjadi pelindung dari gelombang laut.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Gede Pasek Suardika yang turut hadir dalam aksi tersebut mengatakan  pemerintah daerah dan pusat seharusnya tidak memberi izin terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa. Berkaca dari reklamasi Pulau Serangan pada 1995-1996, reklamasi tidak menghasilkan apapun selain masalah.

Serangan adalah pulau seluas 114 hektar di Denpasar Selatan. Pada 1995-1996, pulau ini direklamasi menjadi sekitar 400 hektar. Akibat krisis politik dan ekonomi pada 1997-1998, proyek prestisius ini dihentikan. Hingga saat ini belum proyek milik PT Bali Turtle Island Development (BITD) tersebut mangkrak.

Anggota DPD Gede Pasek Suardika (kanan) dalam aksi tolak reklamasi di Kedonganan  Kuta Selatan, Badung pada Minggu (3/1) pagi. Foto : Anton Muhajir
Anggota DPD Gede Pasek Suardika (kanan) dalam aksi tolak reklamasi di Kedonganan Kuta Selatan, Badung pada Minggu (3/1) pagi. Foto : Anton Muhajir

“Lihatlah reklamasi Pulau Serangan sekarang. Hanya menyebabkan abrasi dan erosi di sekitarnya sementara proyeknya tidak jelas,” kata Pasek.

Sebagai anggota DPD, Pasek mengatakan telah dua kali melakukan rapat dengan investor, PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Dalam tiap rapat, Pasek mengaku telah menyatakan penolakannya terhadap rencana tersebut.

Dampak lingkungan lain yang dikhawatirkan terjadi jika Teluk Benoa jadi direklamasi, menurut Pasek, adalah terjadinya krisis air. “Saat ini saja Bali ketersediaan air di Bali tinggal 20 persen. Bagaimana jika nanti reklamasi jadi dilakukan. Tentu akan lebih banyak turis yang menghabiskan air di Bali,” katanya.

“Selain akan berdampak buruk terhadap lingkungan dan sosial, reklamasi Teluk Benoa hanya akal-akalan investor untuk mengeruk keuntungan dari Bali,” ujarnya.

Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) I Wayan Gendo Suardana menambahkan kekhawatirannya. Menurut Gendo, saat ini sedang berlangsung operasi senyap untuk memuluskan rencana reklamasi Teluk Benoa.

Operasi senyap itu berkedok riset namun sebenarnya mengarahkan warga agar setuju terhadap rencana reklamasi. Untuk itu, Gendo meminta agar warga Kedonganan maupun desa-desa lain di sekitar Teluk Benoa waspada terhadap upaya-upaya tersebut.

“Perjuangan kita tinggal sedikit lagi. Tahun 2016 adalah pertaruhan bagi perjuangan kita untuk membatalkan rencana yang akan merusak alam Bali ini,” ujarnya.

Sekitar seratus orang warga Desa Kedonganan dengan berpakaian adat madya, melakukan aksi menolak reklamasi Teluk Benoa. Mereka beraksi Mereka juga membawa spanduk dan poster berisikan tuntutan serupa, menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, dengan menyanyikan  lagu Bali Tolak Reklamasi. Mereka berorasi sekaligus memasang baliho berukuran sekitar 4 x 3 meter.

Dua spanduk yang digabungkan dalam satu rangka itu menyampaikan pesan yang sama. Pemuda Eka Canthi dan LPM Kedonganan Tolak Reklamasi Teluk Benoa serta Forum Pemerhati Pembangunan Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Batalkan Perpres No. 51 Tahun 2014.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,