Namanya Kampung Rawa Biru. Ia terletak di Taman Nasional Wasur, Merauke. Di kampung ini, ada danau yang dikenal dengan Rawa Biru. Sejak dulu, air rawa ini menjadi sumber air bersih bagi warga Merauke. Pemandangan alam indah. Kehidupan warga kampung masih bergantung alam.
Kala kemarau, ke Kampung Rawa Biru dari Kota Merauke, bisa pakai kendaraan roda empat atau sepeda motor sekitar 1,5 jam. Kala penghujan, jalan becek dan tergenang air, hingga hanya bisa sepeda motor.
Menuju ke sana bisa dua cara, lewat Jl. Trans Papua langsung ke Kampung Rawa Biru. Atau melalui Kampung Yanggandur, barulah Kampung Rawa Biru.
Kala memasuki wilayah ini, tampak pohon-pohon bus menghijau diiringi nyanyian kakatua jambul kuning dan nuri. Sebelum itu, melapor diri lebih dahulu ke Pos TNI bila dari Merauke. Lalu petugas pos mengarahkan jalan ke kampung.
Sepanjang jalan tampak bomi, ‘candi,’ yang dibangun sejenis rayap dalam bahasa lokal disebut musamus. Ukuran hewan ini kecil, berbadan lebar. Terlihat warga Suku Marind sub Suku Kanume memanfaatkan hutan dan rawa dengan tetap menjaga kelestarian dari tempat berburu sampai obat-obatan. Sumber air Rawa Birupun terjaga.
Satwa buruan seperti rusa, tikus tanah, babi hutan sampai buaya, mereka peroleh dengan cara tradisional, seperti menombak, memarang, atau menjaring.
Tak hanya berburu. Keperluan sehari-hari warga dipenuhi juga dengan menokok sagu, bertanam ubi kayu, keladi atau kombili dan kayu putih. Masyarakat ada usaha penyulingan kayu putih, binaan WWF Indonesia, Yayasan Wasur Lestari serta Dinas Perindustrian Merauke.
Sumber air
Di ujung Kampung Rawa Biru, ada mesin pompa zaman Belanda. Ada sedikit cekungan untuk menampung air yang akan disalurkan ke Merauke. Cekungan mirip perahu, berbentuk L, Lebar sekitar enam meter. Tepat di ujung saluran, ada pintu air sekitar empat meter. Dekat situ, ada bangunan Belanda, dengan tujuh mesin pompa air di bagian depan. Di samping mesin, terdapat tiga provil tank tinggi, menyerupai kotak.
Sejak zaman Belanda, Rawa Biru, sebagai sumber air minum masyarakat Merauke. Distribusi air menggunakan pompa. Air dipompa ke menara di Jalan Para Komando, Kota Merauke, berjarak sekitar 61 kilometer. Lalu didistribusikan ke warga.
Sejak 2012, penduduk Rawa Biru mendapat bantuan energi listrik diesel dan genset dengan bahan bakar (solar) subsidi PT. Wedu. Ia balas jasa perusahaan yang memanfaatkan air rawa ini. Wedu tak membayar apapun baik kepada pemerintah atau masyarakat adat atas pengambilan air ini.
Sumber air PDAM Meraukepun dari sini. Umar, instalator PDAM Rawa Biru mengatakan, setiap hari menghabiskan 500 liter solar untuk menggerakkan mesin pompa. Solar didatangkan dari Merauke. Kadang sisa minyak solar meluber bila air Rawa Biru menggenangi halaman sekitar.
Kondisi ini, katanya, berdampak buruk kala musim kemarau. “Efeknya, bila air surut dan musim panas berkepanjangan, api cepat menjalar menghanguskan hutan sekitar Rawa Biru. Maka beberapa kali mesin meledak,” katanya.
Sumber air ini mengalami penyusutan. Data Balai Taman Nasional Wasur, Merauke, menyebutkan, pada 2003, luas badan air potensial Rawa Biru 881,17 km persegi dengan luas badan air aktual 1,13 km persegi atau 113 hektar. Pada 2006, tercatat luas badan air aktual rawa menyusut menjadi 95 hektar.
Ekosistem rawa
Penelitian WWF Indonesia 2013 menyebutkan, Rawa Biru merupakan ekosistem rawa yang memiliki berbagai fungsi seperti sumber air, ikan, rumput tikar dan lain-lain. DAS Rawa Biru mencakup wilayah tak hanya rawa juga daratan sekitar yang berupa lahan hutan dan semak.
Rawa Biru juga sebagai penahan air hujan hingga tak banjir, menyimpan atau mengkonservasi air, memelihara iklim mikro, tempat rekreasi, maupun sarana transportasi antardesa sekitar rawa.