,

Sadis.. Penyu Mau Bertelur, Malah Dibunuh dan Dikonsumsi

Aksi perburuan satwa liar dilindungi kembali terjadi di Sulawesi Utara. Warga di sekitar pantai Alar, kecamatan Amurang, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara diduga masih memburu penyu untuk dijadikan bahan konsumsi. Hal tersebut diketahui dari foto yang diunggah oleh Alfrits Ken Oroh dalam akun facebook-nya pada Selasa (12/01/2016).

Alfrits bercerita dalam akun facebook-nya tersebut, saat istirahat siang di pantai Alar, dikejutkan jeritan beberapa orang yang mengejar seekor penyu. “Kejar, hadang, lalu banting penyu itu,” teriak sejumlah warga.

Melihat tindakan itu, Alfrits berusaha memberi penyadaran. “Gila, besar sekali. Ini binatang dilindungi, om. Sebaiknya biarkan saja. Kasihan,” katanya.

Namun, upaya itu gagal. Salah seorang yang bersemangat memburu malah mengatakan penyu adalah ikan dan memiliki harga yang cukup tinggi bila dijual. “Siapa mau beli, 100 ribu per kilo,” demikian Alfrits menggambarkan keangkuhan salah seorang pemburu.

“Sepertinya dy (penyu) lagi siap bertelur, tapi sayang sudah digagalkan oleh orang-orang rakus ini,” sesal Alfrits.

Foto itu kemudian menarik perhatian pengguna facebook lainnya. Hingga berita ini dituliskan, foto tersebut telah dibagikan oleh 843 pengguna facebook dengan komentar menyesalkan perburuan penyu itu. Mereka juga memberi solusi penyelamatan satwa liar dilindungi ini.

“Semua jenis penyu adalah binatang yang dilindungi undang-undang,” jelas Frank Delano Manus.

“Begitu banyak organisasi yang mencoba melepaskan hewan ini agar dapat berkembang biak. Namun, hal seperti ini tak patut untuk dicontohi… MIRIS,” kata pengguna facebook bernama Agnes Indridjani Lumintang.

Kondisi saat penyu sisik (Eremochelys imbricata), jenis penyu yang paling terancam punah, yang akan bertelur dan malah dibunuh dan dikonsumsi dagingnya oleh warga di Pantai Alar, Minahasa Selatan, Sulut pada Selasa (12/01/2016). Foto : facebook Alfrits Ken Oroh
Kondisi saat penyu sisik (Eremochelys imbricata), jenis penyu yang paling terancam punah, yang akan bertelur dan malah dibunuh dan dikonsumsi dagingnya oleh warga di Pantai Alar, Minahasa Selatan, Sulut pada Selasa (12/01/2016). Foto : facebook Alfrits Ken Oroh

Sementara itu, Sudiyono, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut, mengaku baru mendengar kejadian tersebut. Namun, ia berjanji akan segera menindaklanjuti permasalahan ini. “Kami akan mencari bukti-bukti, berupa dokumentasi, setelah itu akan mengambil langkah kedepannya,” katanya kepada Mongabay Indonesia yang dihubungi pada Kamis (14/01/2016).

Seperti diketahui, dari 7 spesies yang tersisa di dunia, Indonesia menjadi rumah bagi 6 penyu, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu tempayan (Caretta caretta), dan penyu pipih (Natator depressus).

Saat ini, status penyu sisik dan penyu hijau hampir punah. Sementara penyu belimbing kondisinya tidak jauh berbeda.

Ancaman Manusia

Billy Gustafianto, staff edukasi dan informasi Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), mengatakan meski semua jenis penyu dilindungi undang-undang, ancaman terhadap penyu masih terbilang tinggi. Sebab, banyak orang tidak tahu penyu dilindungi undang-undang.

Ketidaktahuan tersebut mendorong sebagian masyarakat di Sulut mengkonsumsi penyu. “Konsumsi penyu masih tinggi, karena ia adalah ‘hidangan’ langka. Tidak setiap saat bisa ditemukan. Sekarang sudah masuk musimnya. Karena penyu ke darat mulai bulan Januari hingga September,” kata Billy ketika dihubungi Mongabay Indonesia.

Kondisi mengenaskan dari penyu sisik (Eremochelys imbricata), yang akan bertelur dan malah dibunuh dan dikonsumsi dagingnya oleh warga di Pantai Alar, Minahasa Selatan, Sulut pada Selasa (12/01/2016). Foto : facebook Alfrits Ken Oroh
Kondisi mengenaskan dari penyu sisik (Eremochelys imbricata), yang akan bertelur dan malah dibunuh dan dikonsumsi dagingnya oleh warga di Pantai Alar, Minahasa Selatan, Sulut pada Selasa (12/01/2016). Foto : facebook Alfrits Ken Oroh

Ancaman penyu juga karena dijadikan binatang peliharaan dan organnya dijadikan hiasan. “Selain dikonsumsi, dipelihara atau pemanfaatan bagian tubuh penyu, sampah-sampah yang dibuang manusia ke laut juga berkontribusi mengancam satwa ini.”

Meski berbagai pihak telah berupaya melindungi penyu, banyak kendala dihadapi, seperti ketidaktahuan masyarakat dan pengawasan di pesisir. Karenanya, ia mengajak lebih banyak orang agar mau terlibat dalam upaya penyelamatan penyu.

“Berdasarkan respon masyarakat di facebook, terlihat ada orang-orang yang masih prihatin dan merasa perlu melindungi penyu. Kita perlu lebih banyak lagi.”

“Kalau lihat kejadian seperti ini bisa langsung lapor ke Dinas Kelautan dan Perikanan, BKSDA atau Polisi. Sebab, penyu adalah spesies yang bukan milik 1 negara saja. Karena melintasi lautan, penyu adalah satwa semua negara,” tambah Billy.

Perlu Penyadartahuan

Arifsyah Nasution, juru kampanye laut Greenpeace, mengatakan upaya konservasi penyu seperti oleh BKSDA, perlu dilakukan dengan penyadartahuan masyarakat mengenai pentingnya eksistensi dan bahayanya mengkonsumsi penyu.

“Penyu adalah satwa dilindungi. Secara legal sudah dilarang (untuk dikonsumsi). Dari aspek kesehatan, ada akumulasi logam berat yang berbahaya bagi tubuh. Di Mentawai, misalnya, pernah ada yang keracunan karena makan daging penyu,” terang dia.

“Penegakan hukum untuk memutus mata rantai perdagangan penyu perlu dilakukan. Dan ini perlu dimulai dari keberpihakan hukum. Jangan hanya karena informasi mengenai hal tersebut tidak dapat dijangkau, maka masyarakat kecil dan nelayan yang jadi korbannya.”

Tukik-tukik  belimbing berlomba menuju  air untuk hidup di laut luas. Foto: Chik Rini
Tukik-tukik belimbing berlomba menuju air untuk hidup di laut luas. Foto: Chik Rini

Di sisi lain, Arif mengajak masyarakat untuk melestarikan lingkungan, salah satunya dengan melibatkan diri dalam penyelamatan penyu. Sebab, selain status perlindungan hukumnya, pelestarian penyu merupakan cara untuk hidup harmonis dengan alam. “Keberadaan penyu adalah indikator kesehatan laut. Biarkan dia hidup, jangan diganggu,” pungkas Arifsyah Nasution.

Berpotensi Penyakit

Menurut Dwi Suprapti, Marine Species Conservation Coordinator WWF, konsumsi telur dan daging penyu berpotensi menimbulkan berbagai penyakit bagi manusia. Sebab, di dalamnya terdapat sejumlah kandungan mulai dari DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), Polutan Organik Persisten (POPs), polychlorinated biphenyl (PCB), serta kadar kolestrol yang tinggi.

DDT atau pestisida sintetis, dapat mengakibatkan tidak berfungsinya hati sebagai penyaring racun, gangguan jaringan saraf dengan gejala kelelahan, kejang hingga timbul kelumpuhan dan berpotensi menimbulkan kanker.

Sedangkan kandungan senyawa POPs dalam telur penyu dapat menimbulkan kanker, liver, kerusakan sistem syaraf dan gangguan hormon endokrin. Belum lagi, senyawa PCB yang juga terdapat dalam telur penyu, merupakan senyawa yang dilarang oleh kongres AS sejak 1979 terkait kasus cacat lahir dan berbagai jenis kanker.

“Kadar kolestrol yang tinggi dalam telur penyu berpotensi pula meningkatkan resiko penyakit jantung dan stroke, menyumbat pembuluh darah di sekitar alat vital pria, serta meningkatkan resiko terjadinya impotensi dikemudian hari,” ungkap Dwi kepada Mongabay Indonesia, Jumat (15/1/2016).

Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan. Banyak penyu dan biota laut yang mati karena memakan sampah di lautan. Foto : ecowatch
Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan. Banyak penyu dan biota laut yang mati karena memakan sampah di lautan. Foto : ecowatch

Berdasakan hasil identifkasinya, foto satwa yang diunggah dalam jejaring facebook adalah penyu sisik (Eremochelys imbricata), jenis yang paling terancam punah dibanding 5 jenis penyu lainnya. Sebab, dalam daftar merah IUCN, ia berstatus kritis (critically endangered).

Meski demikian, Dwi meyakini, perburuan penyu sisik untuk dikonsumsi sebenarnya relatif kecil jika dibandingkan penyu hijau. Lewat penuturan sejumlah orang yang pernah ditemuinya, Dwi mendapat informasi bahwa daging penyu sisik relatif lebih amis, sedangkan penyu hijau tidak.

Hal itu diduga karena perbedaan makanan dari kedua jenis penyu tersebut. Penyu hijau mengkonsumsi rumput laut (herbivora), sedangkan penyu sisik mengkonsumsi sponge, karang lunak dan kerang-kerangan (carnivora). “Kejadian di pantai Alar ini seakan memandang semua penyu sebagai komoditi perikanan yang dapat diperdagangkan dan dikonsumsi dagingnya,” kata Dwi.

Populasi Penyu Berkurang

Resiko kepunahan penyu akibat intervensi manusia terbilang tinggi, berbeda di tiap lokasi. Di pantai Paloh, Kalimantan Barat, misalnya, dalam kurun 5 tahun (2009-2015) setidaknya terjadi penurunan hampir 50% populasi penyu yang bertelur.

Pada tahun 2009, WWF mendapati tingkat perburuan telur penyu di Paloh mencapai 99%. Namun, seiring pengawasan dan kampanye yang terus dilakukan, pada tahun 2015, angka tadi menurun menjadi 16%.

Belum lagi, tingkat kematian penyu akibat tertangkap jaring nelayan. Dia memberi contoh, di pesisir Paloh, dalam setahun setidaknya terdapat 500 ekor penyu yang tidak sengaja tertangkap oleh jaring nelayan. “Akibatnya, penyu mati dan kerugian bagi nelayan karena rusaknya alat tangkap,” terang Dwi.

Di pulau Sangalaki, Kalimantan Timur, dalam waktu 10 tahun (2002-2012) setidaknya terjadi penurunan populasi peneluran sekitar 44%, begitu pula dengan beberapa lokasi peneluran lainnya. Diyakini, tren penurunan populasi itu karena ancaman kerusakan habitat hingga ancaman langsung terhadap penyu.

Penyu-penyu sitaan BKSDA Bali dan Polair Bali. Foto: Ni Komang Erviani
Penyu-penyu sitaan BKSDA Bali dan Polair Bali. Foto: Ni Komang Erviani

Ancaman juga hadir lewat pemanfaatan karapas penyu sisik sebagai bahan baku perhiasan, suvenir, tas dan bingkai kacamata. Padahal, nilai jual dari perdagangan penyu sisik tidak sebanding dengan resiko kepunahannya.

“Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, setidaknya perburuan penyu sisik sebagai bahan baku perhiasan hingga kini masih dapat dijumpai di Kalimantan Timur, Bali, Kupang hingga Maluku,” Dwi menjelaskan.

Penegakan Hukum

Sejumlah peraturan di Indonesia sebenarnya dinilai cukup kuat dan jelas mengatur perlindungan penyu sebagai satwa yang terancam punah. Seperti diatur dalam UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan.

Bahkan, Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, belum lama ini juga mengeluarkan Surat Edaran no 526/MEN-KP/VII/2015 tentang Pelaksanaan Perlindungan Penyu, Telur, Bagian Tubuh dan atau Produk Turunannya. Edaran tersebut ditujukan kepada Gubernur, Bupati, Kepala DKP Provinsi, Kota, Kabupaten serta UPT KKP di seluruh Indonesia.

“Dengan demikian regulasi sudah ada. Namun implementasi dan penegakan hukumnya masih lemah. Kalau kesadaran pemerintah terhadap perlindungan penyu saja masih lemah, apalagi masyarakat awam. Sehingga, tak jarang perdagangan dan perburuan penyu masih terjadi di Indonesia,” tambah Dwi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,