, ,

Pendaki Ini Pembuka Jalur Baru ke Puncak Leuser

Namanya Jally, usia lebih 50 tahun. Dia salah satu pendaki pembuka jalur baru menuju puncak Gunung Leuser, Aceh. Sejak kecil hobi mendaki, hingga kini, tiap minggu selalu membawa puluhan tamu menaiki Puncak Leuser.

Mendaki, hobi Jally sejak kecil. Kampung di kaki Leuser, membuat dia sering bermain di hutan bersama teman sebaya. Kala bertemu saya, November 2015, Jally baru saja selesai mendaki dari jalur baru menuju puncak Gunung Leuser.

Dia bercerita, pada 1984, mahasiswa pecinta alam Wanadri, datang mencari puncak Leuser. Dia membantu pendakian, 33 hari baru tiba di puncak. Tahun 1987, dia juga membawa mahasiswa pecinta alam dari Universitas Sumatera Utara (USU) bernama Kompas USU. Jalur biasa, dianggap cukup jauh, diapun bersama masyarakat mencari jalan baru. Berhasil. Perjalanan bisa enam hingga tujuh hari sampai puncak.

Setiap bulan, katanya, ada saja yang meminta dipandu mendaki, antara 10-30 orang, kebanyakan wisatawan asing dari Eropa dan Australia. Ada yang sekadar menikmati keindahan hutan Leuser, ada juga penelitian berbagai spesies, dan tumbuh-tumbuhan.

Dari lokasi mulai pendakian, dia menceritakan, ada tiga gunung berdampingan dalam Taman Nasional Gunung Leuser, yaitu Gunung Leuser ketinggian 3.444 meter dari permukaan laut (MDPL), , Puncak Leuser 3.319 MDPL dan Puncak Tak Punya Nama hanya 100 meter dari Puncak Leuser. Ketiga puncak gunung ini bergandengan tiga dengan ketinggian berbeda.

“Kebanggaan TNGL ini, jalur terpanjang gunung di ASEAN. Banyak spesies hidup,” katanya.

Dengan jalan masih alami dari ketinggian 1.300 MDPL hingga 3.000-an, sudah ada hutan perdu, hutan lumut. Hutan lebat. Ada banyak anggrek berbagai jenis dan kantong semar. Ada berbagai jenis burung. Bahkan, harimau Sumatera sering terlihat malam hari saat pendaki istirahat, atau menempuh perjalanan malam tetapi tidak menganggu, hanya melintasi tenda pendaki. “Jika kita berniat baik, tidak akan menganggu. Harimau cuma menampakkan diri.”

Saat mendaki, katanya, ada tumbuhan-tumbuhan hutan bisa dimakan, seperti buah geseng. Ia menjadi makanan bertahan pendaki, banyak ditemukan di kaki Leuser. Rasa seperti nangka. Ia juga makanan favorit siamang dan orangutan. Juga ada pakis.

Jalur ketinggian 1.300 MDPL, hutan belum menanjak tajam, banyak geseng dan meranti, semangkuk, dan semaram. Ketinggian 1.300-2.000 MDPL, masih banyak orangutan. Mereka mulai terlihat puku 06.00.

Setelah 3.000 MDPL mulai masuk hutan perdu, mulai terlihat hutan lumut. Di lembah, masih terlihat orangutan, tetapi kala masuk punggungan, satwa-satwa ini sudah tak tampak.

Pada hari ketiga, jalur terus menanjak hingga menuju ke gerbang masuk Gunung Leuser, dengan kemiringan antara 40-50 derajat, jalur membentuk S mengantisipasi kekuatan pendaki stabil. Pendaki bisa menarik dan mengatur nafas. Jika kemiringan 40 derajat ditembus jalan lurus, mereka akan terkuras.

Kabut tebal menyelimuti Gunung Leuser dipandang dari kawasan Aceh Tenggara. Berbagai tumbuhan dan berbagai spesies masih ada disini dan harus terus dijaga tidak rusak. Foto: Ayat S Karokaro
Kabut tebal menyelimuti Gunung Leuser dipandang dari kawasan Aceh Tenggara. Berbagai tumbuhan dan berbagai spesies masih ada disini dan harus terus dijaga tidak rusak. Foto: Ayat S Karokaro

Jally sangat mencintai alam. Harapannya, makin banyak orang hobi cinta hutan. Menurut dia, kampanye perlindungan hutan harus terus dilakukan. “Hutan sangat penting bagi masa depan bumi. Jika perusak hutan, sama saja membunuh masa depan.”

Menjaga hutan, katanya, sekaligus menggerakkan ekonomi warga sekitar. Dia mencontohkan, sebagian besar warga sekitar Leuser menikmati keuntungan dari mengelola dan menjaga TNGL, salah satu di Kecamatan Blang Jerango, Gayo Lues.

Jalur baru

Pada Kamis (14/10/15), Jally bersama 26 pendaki, kembali membuka jalur baru. “Kami buka jalur baru selama 17 hari, 31 Oktober 2015 sudah kembali dari Puncak Leuser. Tiba di Aceh Barat Daya. Sepanjang perjalanan kami analisis, apakah bisa dipakai jalur alternatif bagi pendaki dan peneliti Gunung Leuser.”

Tim mulai mendaki dari Kedah, Gayo Lues. Melewati pintu masuk Kedah dan turun ke Dusun Alue Trieng Gading Gampong Kaye, Kecamatan Lembah Sabil, Aceh Barat Daya.

“Jalur baru kami tandai, supaya bisa diingat dan mempermudah pendaki melalui jalur Kedah.”

Menurut Jally, banyak mereka temukan sepanjang perjalanan jalur baru ini. Hutan lumut masih lebat, banyak juga pohon-pohon melintang hingga memakan tenaga paha dan tangan. Karena pendaki harus menunduk melintasi pohon-pohon besar. Ada juga dengan merangkak.

“Harimau masih terlihat jejaknya, burung dan berbagai bunga cantik. Jalur baru ini menantang dan nikmat karena bisa memandang bentangan safanaindah. Suhu cukup dingin, jadi wajib bawa jacket, penutup kepala yang bisa menutup telinga. Makanan survival banyak ditemukan. Selamat mencoba jalur baru, tapi jangan rusak hutan!”

Inilah Jally, si pendaki Gunung Leuser yang tak pernah bosan mengkampanyekan perlunya menjaga hutan agar tidak d rusak. Foto: Ayat S Karokaro
Inilah Jally, si pendaki Gunung Leuser yang tak pernah bosan mengkampanyekan perlunya menjaga hutan agar tidak d rusak. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,