,

Perkuat Ketahanan Pangan, Gali Sumber Lokal

Indonesia kaya sumber pangan hingga kemandirian pangan bisa terwujud dan tak perlu tergantung impor. Untuk membangun kemandirian pangan, seharusnya berbasis pada potensi lokal baik sumberdaya alam, manusia, teknologi dan budaya. Demikian dikatakan Tedy Dirhamsyah, dari Balai Ketahanan, Kementerian Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa (12/1/16).

Dia mengatakan, kala memperhatikan karakteristik dan potensi seperti luasan dan kondisi lingkungan, Indonesia, sesungguhnya memiliki peluang besar mewujudkan kemandirian pangan.

Untuk itu, penting sebuah program yang tak berbasis proyek dalam mewujudkan kemandirian pangan dan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah daerah, katanya, perlu serius menggali potensi lokal pangan pokok yang lebih sesuai lingkungan dan budaya.

“Pemerintah pusat dan daerah kiranya perlu mengevaluasi kembali, apakah beras merupakan satu-satunya sumber pangan pokok?”

Dia mengatakan, peningkatan ketahanan pangan masyarakat masih menghadapi berbagai masalah baik makro maupun mikro. Sisi makro, tantangan utama pada peningkatan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal dan peningkatan kapasitas produksi pangan dalam keterbukaan ekonomi dan perdagangan global.

Sisi mikro, katanya, upaya pemantapan menghadapi tantangan utama dengan masih besarnya proporsi penduduk yang mengalami kerawanan pangan karena bencana alam dan musibah serta kerawanan pangan kronis maupun kemiskinan.

Data menunjukkan penduduk miskin di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan. Pada 2013, penduduk miskin perdesaan 17,91 juta jiwa atau 14,42%, dan perkotaan 10,63 juta jiwa atau 8,52 %.

Gubernur Lemhanas, Budi Susilo Supandji, mengatakan, pemerintah harus menempatkan pangan sebagi pilar kebijakan strategis dalam pembangunan nasional.

Jagung, salah satu sumber pangan. Setahun lahan pertanian dapat tiga kali panen. Foto: Tommy Apriando
Jagung, salah satu sumber pangan. Setahun lahan pertanian dapat tiga kali panen. Foto: Tommy Apriando

Untuk mewujudkan ketahanan pangan, katanya, perlu evaluasi mendalam kebijakan pembangunan sektor pertanian yang belum berhasil menyejahterakan rakyat. “Dengan konsep kedaulatan pangan, seperti Nawacita, reposisi dan revitalisasi pembangunan pertanian perlu dilakukan dengan pemahaman komprehensif dan pendekatan multidimensi,” katanya.

Menurut dia, ketahanan pangan rapuh akan menimbulkan kerawanan sosial dan berdampak pada stabilitas nasional maupun eksistensi bangsa dan negara.

Data BPS 2010, memperlihatkan laju penduduk Indonesia 1,421 lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk dunia atau 1,18. Dengan laju pertumbuhan ini, berdasarkan pengukuran laboratorium Lemhanas 2014, kata Budi, ketersediaan pangan nasional dalam kondisi tangguh, skor 3,8 dari skor lima.

Dari 34 provinsi, satu propinsi sangat tangguh (4,46), tiga provinsi tangguh, delapan cukup tangguh dan 16 provinsi kurang tangguh dan lima provinsi kondisi rawan.

Jamhari, Dekan Fakultas Pertanian UGM, menyebutkan, Indonesia masih kedodoran soal pangan terlihat banyak komoditas pertanian impor. Padahal, kekayaan sumberdaya Indonesia sangat luar biasa. “Permasalahan pertanian akan menjadi makin kompleks kalau tidak melakukan perubahan spektakuler,” katanya.

Pembangunan pertanian, katanya, harus terintegrasi dengan agrobisnis dan bisnis-bisnis lain, seperti agrowisata. “Sebab, tren agrobisnis akan terus meningkat, jika hanya fokus agrikultur tentu turun. Kedepan, harus dikelola terintegrasi dengan sektor lain.”

Petatas terbesar dari Distrik Waan dipamerkan di di depan umum di Lapangan Maskura Kimaam, Merauke. Petatas, kombili, sagu dan banyak lagi sumber pangan lokal, seharusnya yang dikembangkan pemerintah guna mewujudkan kemandirian pangan. Bukan, membuat proyek tanam padi jutaan hektar seperti yang akan dilakukan di Merauke. Foto: Agapitus Batbual

Kelembagaan ekonomi petani

Selain itu, katanya, masalah petani bukan hanya soal lahan sempit juga pendapatan tak mencukupi. “Dari sensus 47% petani mengaku pendapatan tidak cukup.”

Untuk itu, dia mendesak pemerintah, segera membentuk kelembagaan ekonomi bagi petani yang melibatkan seluruh unsur petani. Desain kelembagaan itu, skala besar dan jejaring korporasi.

Bambang Adi Winarso, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber Daya Hayati Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan ekonomi sangat mendesak agar petani bersaing dan mandiri.

“Desain kelembagaan petani harus dibangun dengan reorganisasi kelembagaan,” katanya.

Penguatan kelembagaan petani, katanya, dengan pengembangan pedesaan berbasis pertanian dan pengembangan fasilitas permodalan pedesaan maupun pasar.

Kombili (kentang hitam) terpanjang (lebih dua meter) dari Kampung Kalilam dipamerkan di Lapangan Maskura, Kimaam, Kabupaten Merauke. Mengapa pengembangan sumber pangan lokal seperti ini seakan dilupakan pemerintah? Foto: Agapitus Batbual
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,