,

Perdagangkan Paruh Rangkong dari Leuser Hanya Vonis 2 Bulan

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat, Sumatera Utara, menjatuhkan hukuman dua bulan penjara denda Rp5 juta, terhadap Zama’as, pedagang paruh rangkong yang diambil dari Taman Nasional Gunung Leuser.

Majelis Hakim diketuai Nurhadi, menyatakan, Zama’as, warga Kecamatan Kutabaru, ini, terbukti sah memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian bagian lain satwa dilindungi. Barang bukti 12 paruh rangkong.

“Dari pemeriksaan barang bukti dan saksi di persidangan, kami menyatakan terkdawa terbukti bersalah. Vonis dua bulan adil menurut kami. Terdakwa wajib membayar biaya perkara Rp2.000, ” kata Nurhadi, Senin (18/1/16), saat dikonfirmasi.

Menurut dia, putusan berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Stabat, dan permohonan Zama’as, mengharapkan hukuman ringan.

Berkas tuntutan JPU yang diperoleh Mongabay, terdakwa dituntut empat bulan penjara, denda Rp5 juta, karena sengaja menjadi penadah, menyuruh orang memburu dan membunuh rangkong.

JPU Boston R. Marganda, dalam tuntutan menyatakan, Zama’as Minggu (14/6/15), di Dusun Karang Rejo, Desa Perkebunan Namo Tongan, Kutabaru, Langkat, tertangkap tangan memperdagangkan paruh rangkong.

“Menuntut empat bulan kurungan sebagai bentuk penjeraan agar tidak mengulangi perbuatan lagi,”

Kasus terbongkar berkat informasi Wildlife Crime Unit (WCU), yang melaporkan pada Polisi Kehutanan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL). Kepala BBTNGL Andi Basrul memerintahkan operasi penertiban satwa liar di SPTN V Bahorok, Langkat, TNGL.

Kala diwawancara, Zama’as mengatakan, paruh rangkong dari membeli dari pemburu. Dia mengaku telah menjalankan aktivitas ilegal satu tahun terakhir. Paruh rangkong yang dibeli, dikirim ke penampung utama di Jakarta bernama Aseng. Jadi, 12 paruh rankong, rencana ada yang mengambil dari Jakarta, tetapi keburu tertangkap.

Dia mengaku, sudah ratusan paruh rangkong dijual yang dibawa ke sejumlah negara, seperti Tiongkok, Malaysia, dan Singapur. Semua rangkong dari Aceh.

“Yang 12 paruh ini dari pemburu di Desa Pinding, Blangkejen, Gayo Lues, Rp50.000 per gram. Saya menjual Rp70.000 per gram, kalau berhasil diselundupkan keluar, lebih mahal lagi.”

 Hukuman ringan

Noviar Andayani, Country Director WCS Indonesia, kepada Mongabay mengatakan, harus dikritisi pemberian hukuman rendah. Selain hukuman berat, lebih penting konsistensi penegak hukum memproses hukum pelaku kejahatan satwa.

“Penyebar luasan hukuman yang menimbulkan efek jera harus disampaikan pada masyarakat. Artinya, jika masyarakat berburu, menjual atau memperdagangkan, dan membunuh satwa, akan diproses hukum.”

Andi Basrul, Kepala BBTNGL menilai belum ada efek jera pelaku terutama di Sumut. Perburuan dan perdagangan satwa terus terjadi bahkan berulang dengan pelaku dan jaringan sama.

Penyebabnya, kata Basrul, hukuman buat pelaku lemah. Kini, Undang-Undang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, sedang revisi.

Ini dia 12 paruh enggang dan barang bukti lain yang diamankan dari 2 pelaku perdagangan satwa skala international (Ayat S Karokaro)
Ini dia 12 paruh enggang dan barang bukti lain yang diamankan. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,