,

Permendag tentang Garam Bertentangan dengan Semangat Nawacita

Kebijakan Kementerian Perdagangan dengan menerbitkan peraturan baru tentang ketentuan impor garam dinilai sudah bertolak belakang dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo dengan Nawacita. Dimana, masyarakat dilibatkan dan menjadi tokoh utama dalam setiap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah.

Peraturan yang diterbitkan Kemendag tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Peraturan tersebut adalah revisi dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58/M-DAG/PER/9/2012.

Peraturan yang diterbitkan 29 Desember 2015 itu, menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim, tidak hanya bertolak belakang dengan Nawacita, tetapi juga sudah mencederai mandat yang diberikan oleh Presiden Jokowi.

“Terbitnya aturan ini menomorduakan garam rakyat dengan mengutamakan importasi garam, baik untuk konsumsi maupun industri. Ini jelas aturan yang akan mematikan sentra-sentra produksi garam  nasional,” ungkap Halim di Jakarta, Rabu (20/1/2016).

Kontroversi peraturan tersebut muncul, karena di dalamnya ada penghapusan sejumlah item yang sebelumnya ada, yaitu tidak ada lagi kewajiban bagi importir garam konsumsi untuk menyerap garam rakyat yang diproduksi di Indonesia dengan prosentase minimal 50 persen dari total produksi.

Kemudian, dalam peraturan yang baru tersebut, tidak ada lagi ketentuan tentang penetapan harga patokan garam untuk garam rakyat kualitas 1 (K1) dan kualitas 2 (K2). Masih dalam aturan yang sama, batasan untuk impor garam juga kini sudah tidak ada lagi dan itu berbeda dengan peraturan lama yang membatasi impor garam.

Ketetapan yang ada dalam peraturan baru tersebut bertentangan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang memilih untuk mengedepankan pengembangan produksi garam rakyat dan membatasi impor garam, baik untuk industri maupun konsumsi.

“Lagi-lagi kita dipertontonkan oleh tidak kompaknya kementerian/lembaga negara menjalankan mandat dari Presiden Jokowi terkait cita-cita kedaulatan garam nasional. Bahkan aturan yang diterbitkan bertentangan. Lebih parah lagi, aturan ini membolehkan garam yang diimpor adalah konsumsi dan industri kapanpun, termasuk saat panen garam rakyat,” ungkap Halim.

Pernyataan Halim tersebut kemudian diperjelas, bahwa selama ini pengelolaan garam dengan pelbagai kewenangannya terbagi ke dalam 4 kementerian/lembaga, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (meningkatkan mutu garam rakyat), Kementerian Perindustrian (melakukan pendataan jumlah produksi garam nasional dan memberikan rekomendasi impor), dan Kementerian Perdagangan (mengeluarkan izin impor garam), dan PT. Garam (BUMN yang bertugas memproduksi berdasar mandat APBN dan menyerap garam rakyat).

Adanya keterlibatan lintas kementerian tersebut, menurut Halim dinilai sangat bagus. Karena memang itu bisa melancarkan koordinasi target utama peningkatan kualitas dan harga garam rakyat agar bisa dipergunakan untuk konsumsi maupun industri.

Hentikan Importasi Garam

Walau peraturan tersebut sudah ada, namun Halim mengatakan, Menteri Kelautan dan Perikanan bisa menghentikan importasi garam konsumsi dengan cara memberikan rekomendasi kepada PT Garam selaku Badang Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang usaha pergaraman (Pasal 12) agar memprioritaskan hasil panen garam rakyat untuk dikelola di dalam negeri.

“Langkah-langkah strategis di atas bisa dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sesegera mungkin agar Nawacita tidak dikubur lebih dalam oleh Menteri Perdagangan dengan menyerahkan pengelolaan garam sebagai komoditas penting bangsa yang dikelola secara penuh oleh pasar,” tandas dia.

Sementara itu, Direktur Jasa Kelautan Direktorat Pengelolaan Ruang Laut KKP Riyanto Basuki, mengungkapkan, dalam permendag yang baru diterbitkan tersebut, tidak terdapat satupun ketentuan yang melibatkan lintas kementerian, seperti dalam permendag sebelumnya.

Dalam percakapan dengan Mongabay awal Januari lalu, Riyanto mengungkapkan bahwa keterlibatan lintas kementerian mutlak dimunculkan karena berfungsi untuk mengontrol impor garam. Selain itu, pengawasan impor garam juga tidak melibatkan lintas kementerian. Padahal, kata dia, itu jelas untuk melindungi petani garam yang saat ini fokus untuk mempertahankan swasembada garam yang sudah dicapai sejak 2013.

Namun, Riyanto mengakui, pihaknya masih diberi kewenangan untuk mengurus garam konsumsi yang dilakukan bersama Kementerian Perindustrian. Tetapi, kata dia, untuk keterlibatan tersebut, KKP dan Kemenperin hanya bertugas sebagai instansi yang memberikan rekomendasi impor garam konsumsi.

“Untuk itu, satu-satunya cara agar masalah tersebut bisa hilang, adalah dilakukan revisi peraturan. Tapi, itu juga prosesnya pasti tidak gampang dan waktunya juga tidak sebentar,” pungkas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,