,

Nota Kesepahaman Ini Dibuat untuk Menindak Pelaku Kejahatan Lingkungan

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dengan Polisi Daerah (Polda) Aceh menandatangani nota kesepahaman terkait penanganan tindak pidana kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar dilindungi, di Banda Aceh, Selasa (22/1/2016).

Kepala BKSDA, Genman Hasibuan mengatakan, nota kesepahaman ini penting dilakukan demi tegaknya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam penanganan kasus tumbuhan dan satwa liar. Baik yang diperdagangkan ilegal terlebih dibunuh oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Genman menuturkan, penyelesaian kasus kejahatan lingkungan di Aceh, khususnya yang berkaitan dengan perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi, akan lebih ditekankan pada penegakkan hukum terhadap pelaku. “Ini dilakukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan orang-orang yang berniat melakukan kejahatan.”

Sebelum menandatangani nota kesepahaman dengan BKSDA, Polda Aceh juga pada 21 Agustus 2015, telah menandatangi kesepakatan kerja sama pengamanan Taman Nasional Gunung Leuser dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL).

Kasubdit IV Tipiter Dit Reskrimsus Polda Aceh, AKBP Mirwazi mengatakan, untuk menangani tindak pidana yang berkaitan dengan tumbuhan dan satwa liar di Aceh, kerja sama antara Polda Aceh, BKSDA dan dengan lembaga lain harus ditingkatkan.

“Jika Polda Aceh dan BKSDA bekerja tanpa koordinasi, kejahatan lingkungan ini akan sulit tersentuh dan penegakkan hukumnya tidak maksimal,” ujar Mirwazi.

Mirwazi juga mengatakan, selain penandatanganan kesepahaman, Polda Aceh dan BKSDA juga akan melakukan kegiatan lain untuk mendukung nota kesepahaman ini. “Kegiatan tersebut seperti sosialisasi dan pelatihan peningkatan kemampuan para penyidik Polri dan PPNS BKSDA.”

Mirwazi menambahkan, selama 2015, Polda Aceh bersama BKSDA dan lembaga lainnya, telah mengungkap beberapa kejahatan terkait perburuan dan perdagangan satwa liar, seperti orangutan dan harimau sumatera. Bahkan, Polda Aceh juga berhasil menangkap pelaku illegal logging. “Penangkapan pelaku pemburu satwa dilakukan di Aceh Tamiang, perdagangan satwa di Kota Langsa, sementara kasus illegal logging dilakukan di beberapa tempat di Aceh,” ungkap Mirwazi.

Juru Bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA) Efendi Isma mennyatakan, KPHA memberi apresiasi kepada BKSDA dan Polda Aceh yang telah membuat kemajuan dalam penegakkan hukum tentang kejahatan lingkungan. Khususnya, yang berkaitan tumbuhan dan satwa dilindungi. “Hal ini patut kita apreasi, BKSDA dan Polda Aceh telah melakukan kemajuan sehingga penyelamatan satwa dan tumbuhuan dilindungi dapat dilakukan.”

Meski demikian, menurut Efendi, tanpa nota kesepahaman tersebut, sebenarnya penegak hukum dan unsur pemerintah seperti BKSDA, sudah dapat bekerja dengan berpatokan pada undang-undang tentang konservasi sumber daya alam dan peraturan lainnya.

“Kita berharap, adanya kesepahaman ini, kejahatan lingkungan khususnya peburuan satwa dilindungi di Aceh tidak lagi terjadi. Yang terpenting, bukan hanya penegakkan hukum, tapi juga antisipasi agar perburuan satwa dan kejahatan lingkungan lainnya tidak terjadi lagi,” ujar Efendi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,