,

Merimba Ditengah Betonisasi Palu di Rumah Hutan Drupadi

Ketika pembabatan hutan terjadi di banyak daerah di Indonesia, sejumlah seniman di kota Palu, Sulawesi Tengah, mendirikan Rumah Hutan Drupadi. Tujuannya, sebagai ruang ekspresi seni sekaligus lokasi wisata untuk bersantai maupun berfoto.

Di bangun pada 24 Agustus 2014, Rumah Hutan Drupadi terletak tepat di belakang Universitas Tadulako. Latar artistik dengan berbagai pesan, termasuk juga topik penyelamatan hutan, menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk berfoto-foto. Di sini, pengunjung hanya dikenai biaya Rp2 ribu sebagai donasi.

Memasuki Rumah Hutan Drupadi bisa langsung disaksikan batang pohon dan kayu-kayu bekas. Sejumlah pohon rindang membuat tempat ini terasa sejuk. Meski, harus diakui, cuaca di kota Palu sedang terik-teriknya. Ketika angin berhembus, alunan bambu berbunyi merdu. Pada sebuah dinding tertulis, “merimba ditengah betonisasi”, yang sekaligus menjadi moto bangunan ini.

Dikatakan Rio Simatupang, pemilik Rumah Hutan Drupadi, tempat ini didedikasikan untuk semua artist yang ingin menggunakannya sebagai art projects. Dalam pembangunan ruang komunal itu, ia dibantu banyak seniman di kota Palu.

“Lukisan yang banyak kita temukan di Rumah Hutan Drupadi,  banyak dibuat oleh artis-artis yang ada di Palu, seperti Endeng Mursalin, Rio Oszcar, Eno Cafzur, Calbons, Otenk Botak, Artfun, FJRX, komunitas Paku Payung, Serrupa dan lain-lain. Saya sendiri juga ikut menggambar,” kata Rio yang ditemui pada Rabu (27/01/2016).

Pada 26-30 Oktober 2015 silam, sempat pula diselenggarakan Komunalisme Festival 2015 di Rumah Hutan Drupadi. Sebagian besar seniman Palu terlibat. Bermacam jenis kesenian dipentaskan. Sebut saja pertunjukan musik, film, painting, art performance, kemudian ada pula padat karya yang membebaskan peserta melakukan jual-beli karya mereka.

Berbagai karya seni sebagai sarana ekspresi di Rumah Hutan Drupadi Palu, Sulawesi Tengah. Foto : Themmy Doaly
Berbagai karya seni sebagai sarana ekspresi di Rumah Hutan Drupadi Palu, Sulawesi Tengah. Foto : Themmy Doaly

Rumah Hutan Drupadi, kata dia, adalah nama yang ia bawa sepulang dari Bali. Asalnya dari nama jalan Drupadi di Denpasar. “Saat saya balik ke Palu dan memilih untuk pindah secara permanen, maka nama itu juga kemudian ikut saya bawa ke sini.”

“Banyak yang kemudian menanyakan, mengapa saya menggunakan nama itu. Belakangan saya melakukan penelusuran mengenai nama tersebut. Dan menarik sekali ternyata. Drupadi adalah nama seorang gadis dengan jiwa independen dalam kisah pewayangan Mahabharata.”

Dalam pengelolaan Rumah Hutan Drupadi, tidak ada struktur maupun AD/ART. Kolektivitas dan semangat punk masih dijadikan pilihan sampai sejauh ini. Pemasukan didapat lewat donasi pengunjung dan penjualan minuman segar.

Menurut Rio, Rumah Hutan Drupadi bukanlah kelompok pemerhati lingkungan atau pencinta alam. Mereka tidak turun ke jalan untuk melawan kebijakan. “Walaupun kami banyak gerah dengan apa yang terjadi terhadap alam nusantara ini. Kongkritnya, kami memilih slogan kami sendiri: merimba di tengah betonisasi. Itu keberpihakan kami terhadap alam.”

Di Rumah Hutan Drupadi, Rio dan kawan-kawannya berupaya mempertahankan lingkungan dengan banyak pepohonan, bercocok tanaman-tanaman dan membiarkannya tetap hijau. “Kami melakukan praktik-praktik realistik, yaitu gerak meningkat, kata menyingkat,” ujarnya.

Berbagai karya seni yang dipajang di galery Rumah Hutan Drupadi Palu, Sulawesi Tengah. Foto : Themmy Doaly
Berbagai karya seni yang dipajang di galery Rumah Hutan Drupadi Palu, Sulawesi Tengah. Foto : Themmy Doaly

Menanggapi berbagai perusakan alam, Rio menyatakan, manusia butuh alam untuk bertahan hidup, maka manusia wajib menjaganya. Sebaliknya, alam tidak butuh manusia untuk bertahan hidup, maka alam tidak peduli ada manusia atau tidak.

“Sekarang manusia merusak alam demi kepentingannya. Maka ketika terjadi bencana dan sebagainya, itu adalah bentuk alam mencari keseimbangannya. Ketika alam murka, pada akhirnya, alam akan meluluh-lantahkan semua yang tidak seirama dengannya. Alam tidak pandang bulu, tidak peduli Anda orang jahat atau baik,” pungkas Rio.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,