, , , ,

AS Bantu Dana Restorasi Gambut dan Biogas Limbah Sawit US$30 Juta

Amerika Serikat memberikan dana bantuan kepada Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim. Pada Festival Iklim yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, didukung UNDP dan Kedutaan Norwegia di Jakarta, 1 Februari 2016, pemerintahan AS menyatakan, akan membantu dana restorasi gambut di Jambi senilai US$17 juta dan pembuatan biogas di tiga pabrik sawit di Riau sebesar US13 juta.

Robert Blake, Duta Besar AS untuk Indonesia dalam diskusi di Festival Iklim mengatakan, bulan lalu, Millenium Challenge Account-Indonesia (MCA-Indonesia) menandatangani dua hibah untuk mendukung kerja-kerja mengatasi perubahan iklim. Pertama, lewat Berbak Green Prosperity Project akan merestorasi hidrologi rawa gambut di Jambi dengan hibah US$17 juta. “Ini untuk mengurangi kebakaran di gambut. Ini bagian dari yang akan dilakukan AS dalam mendukung Badan Restorasi Gambut,” katanya.

Proyek ini juga akan menyiapkan pelatihan buat meningkatkan produksi pertanian lokal dan memfasilitasi sertifikasi petani sawit kecil dan sistem energi terbarukan dari limbah sawit berbasis masyarakat.

Kedua, kesepakatan dengan tiga pabrik sawit di Riau senilai US$13 juta untuk memproduksi biogas. Dengan bantuan ini, katanya, diharapkan bisa memproduksi 3 mega watt energi biogas yang bisa menerangi 9.000 rumah warga atau ekuivalen dengan emisi 785 juta km per tahun. Bantuan ini, akan meningkatkan produktivitas dan pengelolaan sekitar 2.000 smallholder.

Bukan itu saja. Bulan lalu, kata Blake, program USAID mengumumkan proyek baru buat mengatasi perubahan iklim dan pembangunan rendah karbon. “Ini termasuk US$47 juta buat hutan konservasi dan perencanaan penggunaan lahan,” katanya.

Lalu, US$24 juta untuk kebijakan penggunaan lahan dan advokasi konservasi, US$19 juta untuk adaptasi perubahan iklim, US$19 juta buat energi bersih dan US$5 juta buat penelitian hutan.

Nazir Foead, Kepala BRG, membenarkan soal bantuan restorasi gambut di Jambi ini. Pekan lalu, mereka sudah membahas soal ini tetapi belum detil.

Selain itu, katanya, AS juga membahas program-program lain terkait gambut. “Tapi tempat dimana, siapa yang dilibatkan, peran pemda dan masyarakat, LSM, dan kementerian itu seperti apa, detil belum ngomong karena tim teknis belum berdiri,” kata Nazir.

DUbes AS, Robert Blake (paling kiri), Menteri LHK, Siti Nurbaya, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution dan Dubes Norwegia, Stig Traavik, kala jumpa pers Festival Iklim di Jakarta, Senin (1/2/16). Foto: Sapariah Saturi
Dubes AS, Robert Blake (paling kiri), Menteri LHK, Siti Nurbaya, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution dan Dubes Norwegia, Stig Traavik, kala jumpa pers Festival Iklim di Jakarta, Senin (1/2/16). Foto: Sapariah Saturi

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, AS baru menyampaikan soal bantuan itu dan akan dibicarakan lebih detil nanti.

“Prinsipnya berkaitan dengan pengelolaan gambut di Jambi dan transformasi limbah sawit menjadi energi untuk tiga pabrik sawit di Riau. Saya belum tahu detil juga,”katanya.

Kemungkinan, katanya, akan ada pembahasan soal format kerja sama dengan swasta termasuk penataan para pemasok pabrik dan lain-lain. “Intinya dalam kerangka agenda pengendalian perubahan iklim.”

Sedangkan dari pemerintah, kata Siti, sebetulnya semua program jelas dalam kaitan mengurangi gangguan atau kerusakan atmosfir, mitigasi dan pengendalian perubahan iklim. Rencana pemerintah, katanya, dalam kaitan dengan agenda integrasi atmosfir, integrasi ekosistem dan integraai pembangunan wilayah. “Bisa dalam bentuk kerja lapangan berbeda, misal, restorasi gambut atau penataan industri atau pengelolaan penggunaan lahan dan lain-lain.”

Lintas sektor

Sementara itu, dalam pembukaan Festival Iklim, Siti mengatakan, acara ini untuk menyatukan visi bersama antara masyarakat, pemerintah, organisasi masyarakat sipil sampai swasta dalam melakukan agenda perubahan iklim. “Festival Iklim ini sebagai langkah awal membicarakan apa yang bisa kita lakukan sesuai agenda Perjanjian Paris.”

Seharusnya, kata Siti, dalam mengatasi perubahan iklim itu simultan dan koridor searah, misal kebijakan pemerintah itu, tak hanya hutan, juga energi, sampah, limbah dan lain-lain. “Berbagai kebijakan perlu kita koridorkan. Jadi kewajiban kami, KLHK sebagai focal point nasional.” Begitu juga, insiatif-inisiatif masyarakat dapat diakomodir dengan baik. “Ini berikan implikasi baik (buat penanganan perubahan iklim) yang harus dikoordinasikan bersama. Begitu juga dunia usaha.” Untuk itu, katanya, berbagai hal ini akan disatukan bersama agar berada pada satu bahasa dan satu koridor.

Senada dengan Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution. Dia mengatakan, persoalan perubahan iklim tak bisa bergantung hanya pada satu sektor. “Ini harus secara bersama-sama, simultan, dipikul dan dikembangkan berdasarkan sinergi dan kerjasama beberapa sektor sekaligus,” katanya.

Kala persoalan perubahan iklim dipikul satu sektor saja, misal, kehutanan, akan terlalu berat. “Ada persoalan energi, ada persoalan transportasi, ada persoalan industri, ada persoalan sampah.”

Untuk itu, kata Darmin, pemerintah akan mengundang sektor-sektor lain untuk melakukan langkah-langkah mengembangkan upaya agar persoalan iklim bisa teratasi. “Kita tahu bahwa perubahan iklim akan banyak sekali pengaruhnya kepada kita karena langsung mengena pantai-pantai. Karena itu upaya paling masuk akal adalah mengerjasamakan berbagai sektor.”

Namun, Darmin berharap, Indonesia tak sendirian dalam mengerjakan ini. “Kita juga bekerjasama dengan negara lain. Bahkan kita sangat meminta komitmen negara maju agar mampu mempersiapkan diri.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,