,

RUU Nelayan Masuk Prioritas Prolegnas 2016, Tapi Minus Nelayan Perempuan

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengapresiasi komitmen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menjadikan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam sebagai prioritas ketiga di dalam Prolegnas 2016.

Namun, menurut Kiara, DPR RI seharusnya memasukkan unsur perempuan nelayan/pembudidaya/petambak garam dalam naskah akademik RUU tersebut. Hal itu, karena perempuan adalah bagian dari stakeholder yang senantiasa aktif ikut memajukan usaha ikan dan garam.

Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim menjelaskan, karena perempuan merupakan salah satu tokoh penting, maka DPR RI diiharapkan untuk memasukkan unsur tersebut dalam naskah akademik yang sekarang masih dalam tahap pembahasan. Dia mengaku sudah membuat petisi “Dukung Perempuan Mendapatkan Skema Perlindungan dan Pemberdayaan dari Negara” yang dilansir pada tanggal 11 Desember 2015.

“Masalahnya, subyek hukum yang mendapatkan skema perlindungan dan pemberdayaan adalah nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Nantinya, kita berharap unsur perempuan juga tercatat dalam naskah akademik,” ungkap dia

Terkait pandangan Pemerintah yang disampaikan Menteri KP Susi Pudjiastuti dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, 27 Januari lalu, Kiara mengkritisi 5 (lima) hal pokok yang menjadi fokus pembahasan bersama, yaitu:

  1. Nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam adalah aktor penting di dalam penyediaan protein dan mineral yang amat strategis bagi kehidupan bangsa, seperti ikan dan garam. Sebagai aktor penting, selayaknya Pemerintah memberikan politik pengakuan dalam bentuk skema perlindungan dan pemberdayaan kepada ketiga aktor tersebut;
  2. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanahkan kepada Presiden dan DPR Republik Indonesia untuk memastikan bahwa Pasal 28A-J tentang Hak Asasi Manusia diperoleh oleh seluruh warga negara, tidak terkecuali nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam skala kecil;
  3. Jaminan resiko usaha dan jiwa, serta pemberian subsidi kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam merupakan kewajiban Negara yang dicerminkan melalui alokasi APBN/D;
  4. Perempuan nelayan/pembudidaya/petambak garam merupakan aktor penting di dalam mata rantai perdagangan ikan dan garam. Hanya saja, di dalam RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, mereka ditempatkan sebagai pelengkap, bukan subyek hukum yang juga berhak atas skema perlindungan dan pemberdayaan sesuai dengan keberadaan dan perannya; dan
Seorang wanita nelayan mengolah ikan di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada awal Desember 2015. Foto : Jay Fajar
Seorang wanita nelayan mengolah ikan di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada awal Desember 2015. Foto : Jay Fajar

5.  Negara berkewajiban untuk memastikan bahwa mandat (R)UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam dilaksanakan oleh Presiden Republik Indonesia selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Dalam konteks inilah, Presiden bersama dengan DPR RI berkewajiban untuk menjamin adanya alokasi anggaran di Kementerian/Lembaga Negara untuk menjalankan skema perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam.

Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan

Dalam rapat kerja di Komisi IV, Menteri Susi Pudjiastuti mengungkapkan, keberadaan RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam menjadi sangat penting karena bisa menentukan payung hukum dalam perlindungan kepada mereka.

“Dalam hal ini, kami bisa menjamin kepastian hukum bagi mereka. Kemudian, RUU ini juga bisa mewujudkan perlindungan dan pemberdayaan nelayan,” tutur Susi.

Sementara, Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja menambahkan, RUU perlindungan nelayan di dalamnya terdapat unsur pemberdayaan terhadap nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Unsur tersebut ada, tidak lain karena KKP ingin melindungi mereka secara utuh.

“Kedua adalah pemberdayaan. Kalau stok ada fasilitas ada, maka pemberdayaan melalui pelatihan, penyuluhan. Akses teknologi dan pasar. Mereka harus tahu. Sehingga mereka harus bisa bersaing. Tidak dimanfaatkan ketidaktahuannya,” jelas dia.

Sjarief mencontohkan, untuk nelayan itu bentuk perlindungan yang ada adalah dengan menjaga agar ikannya di laut bisa tetap ada. Karena itu, KKP berkomitmen untuk menjaga wilayah kelautan bebas dari serbuan nelayan asing.

“Pembudidaya juga begitu, tambak-tambak dia. Kita punya kewajiban untuk melindungi aliran airnya. Kedua, kami wajib berikan sarana prasarana. Asuransi, kalau dia kerja di laut ada kecelakaan kematian, dll. Ini baru pertama kalinya kami siapkan asuransi nelayan,” papar dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,