,

Inilah Hutang Kita pada Primata yang Masih tetap Diburu dan Diperdagangkan

Tanggal 30 Januari setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Primata Indonesia, dan ProFauna Indonesia secara khusus merayakannya dengan mengajak seluruh elemen masyarakat terlibat kampanye anti perburuan primata.

“Kita prihatin dengan perburuan primata yang meningkat. Keterlibatan generasi muda dengan mengunggah foto-foto hasil perburuan satwa di media sosial menunjukkan kurangnya pemahaman mereka. Ini yang mendasari kami mengkampanyekan Hari Primata,” ujar Rosek Nursahid kepada Mongabay-Indonesia.

Data ProFauna menunjukkan, perburuan satwa khususnya primata kerap terjadi. Di Jawa Timur saja, pada 2015, terdapat 50 kasus perburuan, termasuk yang diunggah di media sosial. Untuk Jawa Timur, pemantauan yang dilakukan ProFauna memang rutin, termasuk dari para Ranger. Sementara untuk data nasional, ProFauna memperkirakan 100-an kasus, yang dipantau dari media massa maupun jejaring sosial.

“Lutung jawa dan monyet ekor panjang yang mendominasi sebagian besar kasus perburuan, selain kukang jawa. Bila dibiarkan, populasi primata ini semakin terancam.”

Menurut Rosek, sekitar 95 persen primata yang dijual di pasar bebas merupakan hasil perburuan. Kebanyakan, orang berburu itu untuk dijual kembali, selain diambil dagingnya untuk dimakan atau sekadar hobi.

“Perburuan yang meningkat ini tidak diimbangi dengan upaya pencegahan dan penegakan hukum. Vonis hukuman bagi pelaku kejahatan satwa, rata-rata rendah, bahkan sering tidak dilanjutkan karena alasan tidak jelas.”

ProFauna mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap primata dengan kampanye penghentian perburuan. “Intinya, ProFauna sebagai inisiator dan fasilitator yang mengajak masyarakat untuk terlibat langsung. Kami ingin masyarakat, baik individu, kelompok, atau organisasi berpartisipasi dan melakukan aksi nyata,” terang Rosek.

Lutung jawa koleksi Kebun Binatang Surabaya. Foto: Petrus Riski
Lutung jawa koleksi Kebun Binatang Surabaya. Foto: Petrus Riski

Penebar benih

Wirdateti, Peneliti Primata LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menuturkan, primata kita kenal sebagai non human primate yang secara genetik mirip manusia.

Keberadaan primata di hutan sangat penting sebagai indikator ekologi. Artinya, hutan yang bagus dapat dilihat dari keberadaan primata. Misal, orangutan yang memakan tumbuhan. Semakin banyak tumbuhan yang ada di hutan akan membuat orangutan semakin eksis hidupnya. Ini juga berlaku untuk owa, surili, maupun lutung.

Spesimen tarsisus yang merupakan koleksi LIPI. Foto: Rahmadi Rahmad
Spesimen tarsisus yang merupakan koleksi LIPI. Foto: Rahmadi Rahmad

Primata juga sangat berpengaruh dalam rantai makanan. Primata merupakan pemencar biji yang baik serta sebagai pengendali hama tanaman mumpuni. Sebut saja tarsius dan kukang. Tarsius ini 100 persen pemakan serangga, sementara kukang sekitar 60 persen. Fungsi ke duanya begitu besar bagi kelestarian habitat satwa liar.

Sementara orangutan, merupakan spesies luar biasa dalam hal menjaga ekosistem hutan. Fungsi yang tak tergantikan olehnya adalah menebar biji untuk meregenerasi hutan. “Secara tidak langsung, kita berhutang jasa pada primata,” papar Wirdateti.

Namun bila berkaca pada status 25 primata terancam punah 2014-2016 dalam “Primates in Peril: The world’s 25 most endangered primates” terlihat ada 3 primata Indonesia yang masuk  dalam kategori Kritis (Critically Endangered/CR). Jenis tersebut adalah orangutan sumatera (Pongo abelii), kukang jawa (Nycticebus javanicus), dan simakobu (Simias concolor). “Ancaman nyata kehidupan primata ini adalah rusaknya habitat, diburu untuk dikonsumsi, serta motif perdagangan. Untuk kukang jawa, perburuannya telah ada sejak 20 tahun lalu dan belum berhenti sampai saat ini.”

Menurut Wirdateti, dari sekitar 200 jenis primata yang ada di dunia, Indonesia memiliki 44 jenisnya atau sekitar 25 hingga 30 persen. Kemungkinan akan ada penemuan jenis baru sangat terbuka mengingat belum banyak penelitian tentang primata. Contohnya pada tarsius yang kedepan diprediksi akan ada jenis baru. Begitu juga dengan kukang yang saat ini masih kita kenal tiga jenis yaitu kukang jawa, kukang sumatera (Nycticebus coucang), dan kukang kalimantan (Nycticebus menagensis).

Di Nusantara, primata hampir menyebar di setiap kepulauan. Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. “Dari 44 spesies tersebut, 21 jenisnya endemik Indonesia,” paparnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,