Tim Pendaki Wanita Unpar Berhasil Ke Puncak Aconcagua

Setelah hampir satu bulan berpetualang ke negeri seberang, Tim pendaki wanita yang tergabung dalam The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition (Wissemu), Mahasiswa Pencinta Alam (Mahitala) Universitas Parahyangan Bandung, akhirnya berhasil menapakkan kaki di puncak gunung tertinggi keempat dunia. Sang saka Merah Putih pun dapat berkibar diketinggian 6.962 meter diatas permukaan laut (mdpl) di Puncak Gunung Aconcagua, Argentina, Amerika Selatan.

Gunung Aconcagua merupakan puncak gunung keempat yang berhasil didaki Tim Wissemu sebagai rangkaian ekspedisi menggapai tujuh puncak tertinggi di tujuh benua. Tim Wissemu beranggotakan Tiga orang mahasiswi aktif Unpar yaitu Fransiska Dimitri Inkiriwang (22), Mathilda Dwi Lestari (22), Dian Indah Carolina (20). Mereka sebelumnya telah mencapai puncak Gunung Kilimanjaro, Tazmania, Afrika, puncak Gunung Elbrus, Rusia dan puncak Gunung Carstensz Pyramid, Papua, Indonesia.

Anggota tim publikasi ekpedisi Mahitala Bandung, Alfon Yoshio, mengabarkan pendakian yang dilakukan tim Wissemu ditempuh selama seminggu. “Pertama perjalanan tim melewati base camp Plaza De Mulas 4.250 mdp untuk beristirahat dan dilanjutkan ke Plaza Canada 4.900 mdpl lima hari kemudian, Nido De Condores 5.400 mdpl sehari setelahnya, Refugio Berlin 5.930 mdpl pada 29 Januari 2016 sebelum beerangkat ke puncak Aconcagua,” tuturnya melalui siaran pers.

Berdasarkan laporan tim publikasi ekpedisi, tim Wissemu merasakan angin kencang dan suhu mencapai -10° Celcius di Refugio Berlin. Dari pantauan cuaca selama pendakian tim Wissemu selalu berhadapan dengan angin yang kencang berkecepatan 50 kilometer perjam.

Pada perjalanan menuju puncak Aconcagua, kata Alfhon, Dian Indah Carolina diputuskan untuk tidak melanjutkan pendakian pada ketinggian 6.300 mdpl, karena mengalami gangguan kesehatan dan diharuskan kembali ke camp-3. Keputusan tersebut diambil mengingat keselamatan personil pendaki adalah hal yang utama dan sangat penting. Maka, untuk melanjutkan summit attack pendakian hanya dilanjutkan oleh Fransiska Dimittri  dan Mathilda Dwi Lestari.

“Proses yang panjang dan perjuangan yang tak kenal lelah, akhirnya mengukir keberhasilan mencumbui puncak Gunung Aconcagua,  meskipun hanya dua dari tiga anggota tim yang berhasil mengibarkan Merah Putih pada Sabtu, (30/01/2016) pukul 17.45 waktu setempat,” kata dia.

Alfhon menjelaskan, berkat kerja keras dan doa dari semua pihak tim Wissemu dapat mencapai Puncak Aconcagua. “ Tetapi sayang, waktu tetap berjalan dan mereka harus segera turun untuk kembali ke camp Berlin. Kekhawatiran utamanya dalam pendakian menuju ‘atap’ Argentina ini adalah cuaca yang sangat cepat berubah dengan angin yang tiba-tiba dapat bertiup dengan sangat kencang,”.

Oleh karena itu, lanjut Alfhon mereka tidak dapat berlama-lama di Puncak Aconcagua, walaupun matahari di Amerika Selatan terbenam pada pukul delapan malam. Perjalanan  turun menuju camp Berlin juga tergolong tidak mudah, banyak jalur-jalur sulit yang harus mereka lalui kembali dan bertambah sulit ketika digunakan untuk berjalan turun.

Kondisi medan yang menanjak dan bersalju, serta angin berkecepatan 50 km per jam yang dihadapi Tim pendaki wanita The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition (Wissemu), Mahitala Universitas Parahyangan Bandung, di Gunung Aconcagua, Argentina, Amerika Selatan. Tim Wissemu berhasil sampai puncak Aconcagua pada Sabtu (30/01/2016) pukul 17.45 waktu setempat atau Minggu (31/01/2016) waktu Indonesia. Foto : Mahitala Unpar
Kondisi medan yang menanjak dan bersalju, serta angin berkecepatan 50 km per jam yang dihadapi Tim pendaki wanita The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition (Wissemu), Mahitala Universitas Parahyangan Bandung, di Gunung Aconcagua, Argentina, Amerika Selatan. Tim Wissemu berhasil sampai puncak Aconcagua pada Sabtu (30/01/2016) pukul 17.45 waktu setempat atau Minggu (31/01/2016) waktu Indonesia. Foto : Mahitala Unpar

Sesampainya di base camp Plaza de Mulas Senin, (01/02/2016) sekitar pukul 20.00 waktu setempat. Tim baru bisa mengabarkan dengan detail kepada tim di Bandung mengenai keadaan di sana melalui internet. Tim menceritakan panjangnya jalur menuju puncak dan curamnya tanjakan yang harus mereka hadapi.

Hambatan yang harus dihadapi tim seperti jalur traverse sepanjang 500 meter yang langsung disusul tanjakan terjal Canaleta (6.600 mdpl) sebelum Puncak Aconcagua. Tantangan dalam perjalanan ini masih ditambah dengan angin yang bertiup kencang dalam perjalanan.

Pulang Ke Tanah Air

Setelah dua orang anggotanya berhasil mencapai puncak, tim Wissemu langsung kembali ke Mendoza untuk memeriksakan kondisi Carolina yang mengalami gangguan kesehatan saat mendaki. Hasil dari pemeriksaan menunjukan bahwa Carolina masih harus tinggal di Mendoza untuk menstabilkan kondisi. Sesuai dengan perencanaan awal, kata Alfhon, Mathilda  langsung kembali ke Jakarta via Buenos Aires pada Kamis,(04/02/2016).

“Keberhasilan mencapai Puncak Aconcagua adalah buah dari tekad yang gigih, stamina yang kuat, dan jiwa optimis yang tinggi. Pelatihan dan persiapan yang serius menjadi persyaratan penting. Di samping itu, dukungan dari berbagai pihak juga sangat berperan. Mulai dari anggota tim, tiga srikandi, yang saling menguatkan, organisasi Mahitala yang solid, orang tua dan sanak-saudara serta teman-teman, semuanya sangat membantu.

Bantuan dari KBRI di Argentina juga sangat diapresiasi. Demikian juga dengan bantuan dan berbagai bentuk dukungan dari mitra kerjasama amat berharga. Kepribadian yang tangguh, organisasi yang kompak, dan bantuan dari semua pihak membuat kerja keras pendakian ini berhasil. “Terimakasih untuk semuanya,” kata Rektor Unpar, Mangadar Situmorang.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,