,

Dara-laut Cina yang Dipastikan Ada di Indonesia

Sebagaimana namanya dara-laut cina (Thalasseus bernsteini), burung ini memang berbiak di Cina atau Tiongkok, yang kita sebut sekarang. Namun begitu, burung berukuran sekitar 40 centimeter dengan dominasi bulu putih ini, pertama kali ditemukan justru melalui spesimennya di Kao, Halmahera, Maluku Utara, pada 22 November 1861. Sejak saat itu, keberadaannya sangat sulit dipantau. Perlu waktu seabad untuk menemukan jenis penyuka laut terbuka ini, tepatnya di Pulau Mazu, lepas pantai Provinsi Fujian, Tiongkok, sekitar tahun 2000.

Di Indonesia, konfirmasi keberadaan dara-laut cina ini terpantau kembali di dekat Pulau Seram, Maluku. Adalah Burung Indonesia bersama BirdLife International Asia Division, serta tiga mahasiswa Hong Kong University dari Ocean Park University Sponsorship Programme in Wildlife Conservation dan aktivis konservasi lokal di Seram yang merekam kehadiran jenis yang sepintas bagai dara-laut jambul (Sterna bergii) ini.

Kepastian didapat setelah tim melakukan survei sepekan lamanya di perairan dekat Pulau Seram, pertengahan Januari 2016. “Satu individu dara-laut cina dewasa serta kemungkinan satu dara-laut cina remaja terpantau selama survei ini,” tutur Simba Chan, tim survei dari BirdLife Asia, dalam keterangan tertulisnya. Burung yang oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) statusnya ditetapkan Kritis (Critically Endangered/CR) atau satu langkah menuju kepunahan di alam ini, tampak bergabung dalam kumpulan dara-laut jambul yang jumlahnya sekitar 250 individu.

Dara-laut cina dan dara-laut jambul memang memiliki kesamaan. Namun, perbedaan paling mendasar adalah dari ciri-ciri yang dimiliki dara-cina itu sendiri seperti paruhnya kuning dengan ujung hitam. Dahinya pun putih dengan puncak kepala yang tidak menyeluruh hitam, juga ukurannya yang lebih kecil. Selain itu, dara-laut cina memiliki garis tengah putih yang membentuk bercak hitam seperti huruf U di sekeliling tengkuknya.

Cukup sulit memantau keberadaan burung pengembara ini. Foto: Ken Fung Hon Shing
Cukup sulit memantau keberadaan burung pengembara ini. Foto: Ken Fung Hon Shing

Sejak ditemukan kembali, populasi dan keberhasilan reproduksi Chinese Crested-tern ini memang relatif sedikit. Total, diperkirakan tak lebih dari 50 individu dewasa. Kondisi ini diakibatkan rusaknya habitat utama mereka yaitu lahan basah yang berada di pesisir, serta telurnya yang diambil untuk dikonsumsi yang kadang tak tertutup kemungkinan bercampur dengan telur jenis burung pantai lainnya.

Populasinya meningkat setelah Dr. Steve Kress dari National Audubon Society (mitra BirdLife di Amerika Serikat) memperkenalkan metode baru untuk membuatnya bersarang di Pulau Tiedun Dao, Tiongkok. Hasilnya, kurun 2014-2015, sekitar 29 anakan dara-laut cina menetas di tempat tersebut. Artinya, bila digabungkan dengan populasi yang ada saat ini, populasi globalnya sekarang diperkirakan meningkat menjadi 70—100 individu dewasa.

Catatan pertemuan

Sejatinya, dara-laut cina merupakan jenis burung yang gemar melakukan migrasi. Dari Tiongkok, ia menggunakan koridor daratan timur sebagai rute terbangnya yang wilayah pengembaraannya pernah tercatat hingga ke perairan di sekitar Manila, Serawak, dan Halmahera. Migrasi memang dilakukan sekitar Oktober hingga April, karena di tempat berbiaknya, sekitar November hingga November, sedang musim dingin. Perjalanan pulang akan dilakukan kembali pada Maret hingga April, saat datangnya musim semi.

Pada Desember 2010, satu individu dara-laut cina berhasil dipantau oleh Craig Robson dan rombongan pengamat burung di dekat Pulau Seram. Catatan serupa kembali dilaporkan akhir 2014 dan 2015 yang bersamaan dengan musim dingin di Tiongkok. BirdLife International dan Burung Indonesia meyakini tempat tersebut merupakan tempat menetap dara-laut cina selama musim dingin yang belum diobservasi. Untuk itulah tim survei ini dibentuk.

Meskipun jumlah dara-laut cina yang ditemukan dalam survei ini sedikit, namun dapat dipastikan bahwa jenis ini menghabiskan musim dingin di Perairan sekitar Seram. Kemungkinan juga di perairan kawasan Wallacea yang memang merupakan daerah migrasinya.

Tim survei yang berhasil memantau keberadaan dara-laut cina di dekat Pulau Seram, Maluku. Foto: Simba Chan
Tim survei yang berhasil memantau keberadaan dara-laut cina di dekat Pulau Seram, Maluku. Foto: Simba Chan

Terhadap temuan dara-laut cina ini, Ria Saryanthi, Kepala Divisi Komunikasi dan Pengetahuan Burung Indonesia yang turut dalam survei yang didukung oleh Ocean Park Conservation Foundation (Hong Kong) and BirdLife’s Preventing Extinction Programme, ini menuturkan survei dan penyadartahuan lanjutan akan terus dilakukan. “Keterlibatan masyarakat dan pemerintah sangat penting sebagai upaya serius konservasi dara-laut cina yang memang statusnya Kritis maupun jenis terancam punah lainnya.”

Selain Tiongkok dan Indonesia, keberadaan burung yang gemar menyinggahi pulau-pulau kecil ini juga pernah terpantau di Serawak (Malaysia), Thailand, dan Filipina.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,