,

Gowes Keliling Bali Demi Kampanyekan Tolak Reklamasi

Sembahyang bersama di Pura Segara Taman Ayung, Padanggalak, Denpasar menutup perjalanan lima pesepeda anggota Sekretariat Bersama Sepeda (SAMAS) Bali. Sejak Jumat pagi, mereka naik sepeda berkeliling Pulau Bali untuk mengampanyekan gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR).

Mereka adalah I Dewa Made Mertakota, Made Sugiarta, Wayan Artha, Dewi Mahayanthi, dan Syahrul Anwar. Selama empat hari, mereka menempuh 410 km perjalanan menyusuri jalan raya di sepanjang pesisir pulau seluas 5.780 km persegi tersebut.

I Dewa Made Mertakota, Koordinator SAMAS mengatakan, tujuan bersepeda keliling Bali tersebut untuk menunjukkan sikap penolakan mereka sekaligus meminta restu dari warga maupun pemangku (tokoh agama Hindu) terhadap gerakan BTR. Nama perjalanan kali ini adalah Murwadaksina Bali Holy Ride Bike Camp.

“Dalam perjalanan ini kami juga bersembahyang ke 12 pura di sepanjang perjalanan,” kata Dewa Satak, panggilan akrab I Dewa Made Mertakota.

Kelima peseda BTR keliling Bali memulai perjalanan pada Jumat (05/02/2016) pagi dari Denpasar. Anggota Komis II DPRD Bali yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana dan Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) melepas kelima pesepeda di pelataran kantor DPRD Bali.

Dari kawasan Renon di Denpasar, kelima pesepeda bersembahyang ke Pura Pengembak di Sanur. Lalu, mereka melanjutkan bersepeda ke arah Bali barat, utara, timur, lalu kembali ke Denpasar di Bali bagian selatan.

Menurut Dewa Satak, rute perjalanan tersebut memang dibuat agar searah jarum jam dan menyusuri jalan raya sepanjang pesisir Bali. Perjalanan searah jarum jam ini, menurut Dewa Satak, sesuai dengan prinsip upacara Ngider Buana yang dipercaya umat Hindu Bali untuk menghilangkan kekuatan negatif di sebuah tempat.

“Kami yakin reklamasi Teluk Benoa akan menjadi hal negatif bagi Bali, termasuk dari sisi lingkungan. Karena itu, kami melakukan seperti upacara Ngider Buana dengan sepeda untuk menolaknya,” Dewa Satak melanjutkan.

Secara berurutan searah jarum jam, perjalanan kelima sepeda itu melewati beberapa pura di Jembrana, Buleleng, Karangasem, dan Gianyar. Mereka juga menginap di pura, termasuk Pura Rambu Siwi di Jembrana, Bali barat dan Pura Ponjok Batu di Buleleng, Bali bagian utara.

Lima pesepeda anggota Sekretariat Bersama Sepeda (SAMAS) Bali bersepeda keliling Pulau Bali sejauh 410 km sejak Jumat (05/02/2016) sampai Senin (08/02/2016), untuk mengampanyekan gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR). Selama diperjalanan, mereka mampir bersembahyang di daerah yang mereka lewati. Foto : Anton Muhajir
Lima pesepeda anggota Sekretariat Bersama Sepeda (SAMAS) Bali bersepeda keliling Pulau Bali sejauh 410 km sejak Jumat (05/02/2016) sampai Senin (08/02/2016), untuk mengampanyekan gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR). Selama diperjalanan, mereka mampir bersembahyang di daerah yang mereka lewati. Foto : Anton Muhajir

Selama empat hari perjalanan itu, sebagaimana diceritakan Made Sugiarta, mereka disambut anak-anak, komunitas, ataupun warga biasa yang turut menolak rencana reklamasi seluas 700 hektar di Teluk Benoa, Badung. “Kami makin yakin bahwa sebagian besar warga Bali memang menolak rencana untuk menguruk Teluk Benoa,” kata Sugiarta.

Dia memberikan contoh bagaimana sambutan tersebut. Di salah satu desa, tepatnya di Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu, Karangasem di Bali timur laut, mereka dihentikan warga desa. Warga bernama Nyoman Laharjana itu kemudian meminta para pesepeda untuk mendirikan baliho tolak reklamasi di desanya.

Dalam video yang diperlihatkan, terlihat Nyoman Laharjana memegang bendera ForBALI sambil meneriakkan dukungan terhadap gerakan Bali Tolak Reklamasi.

“Kami terharu. Ternyata mereka yang jauh dari Teluk Benoa pun ikut peduli dan menolak reklamasi,” kata Dewa Satak. Desa Tianyar berada di sisi timur laut Bali. Jaraknya sekitar 120 km dari Denpasar.

Dukungan terhadap gerakan tolak reklamasi tersebut, menurut Sugiarta, juga datang dari pemangku tempat mereka sembahyang. Pemangku di Pura Segara Rupek di Gilimanuk, Jembrana misalnya menyatakan menolak karena pura di sana juga sudah terkena abrasi.

Begitu pula dengan komunitas-komunitas di Bali, termasuk Manik Bumi di Singaraja yang turut menyertai mereka dalam perjalanan. Beberapa warga di Karangasem, Klungkung, dan Gianyar juga menyambut dan menemani para pesepeda meskipun hanya di wilayah mereka.

“Semuanya menambah energi kami untuk terus meneriakkan tuntutan agar pemerintah segera membatalkan rencana ini,” kata Sugiarta.

Pada Senin sore (08/012016), mereka akhirnya tiba di Denpasar setelah menyusuri jalur Karangasem – Denpasar. Dalam perjalanan hari terakhir, mereka disambut sekitar 25 anggota SAMAS lainnya hingga titik terakhir di Pura Segara Taman Ayung, Padanggalak, Denpasar.

Sekitar 30 anggota SAMAS, termasuk lima pesepeda utama lalu sembahyang di pura yang terletak di bibir pantai tersebut.

“Kami mendukung aksi teman-teman pesepeda menolak reklamasi karena sangat terkait dengan isu yang kami angkat selama ini yaitu lingkungan,” kata Adhinata Endra Datta, anggota SAMAS yang ikut menyambut para pesepeda.

Menurut Endra isu reklamasi Teluk Benoa terkait erat dengan isu sepeda karena selama ini para penggiat kegiatan bersepeda juga mengampanyekan perilaku hidup ramah lingkungan. “Selama ini kami juga berjuang untuk lingkungan sesuai hobi kami. Jadi, kami tidak mungkin diam saja ketika ada pihak yang ingin merusak lingkungan kami,” lanjutnya.

Bersepeda untuk menolak reklamasi sendiri sudah pernah dilakukan anggota SAMAS sebelumnya. Pada 20-29 November 2014 lalu, enam anggota SAMAS bahkan bersepeda menempuh sekitar 1.200 km dari Denpasar ke Jakarta untuk mengampanyekan tuntutan yang sama.

Lima pesepeda anggota Sekretariat Bersama Sepeda (SAMAS) Bali bersepeda keliling Pulau Bali sejauh 410 km sejak Jumat (05/02/2016) sampai Senin (08/02/2016), untuk mengampanyekan gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR). Foto : Anton Muhajir
Lima pesepeda anggota Sekretariat Bersama Sepeda (SAMAS) Bali bersepeda keliling Pulau Bali sejauh 410 km sejak Jumat (05/02/2016) sampai Senin (08/02/2016), untuk mengampanyekan gerakan Bali Tolak Reklamasi (BTR). Foto : Anton Muhajir

Ketika itu mereka menempuh perjalanan 10 hari sambil mengampanyekan gerakan Bali Tolak Reklamasi di kota-kota yang mereka lewati. Menurut Dewa Satak, semua usaha tersebut sebagai bentuk dukungan komunitas bersepeda agar rencana reklamasi segera dibatalkan.

Dukungan dari Komunitas SAMAS menambah panjang daftar komunitas di Bali yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Dalam catatan resmi ForBALI, setidaknya ada 15 desa adat di Bali terutama di sekitar Teluk Benoa yang sudah resmi menyatakan sikap menolak rencana reklamasi oleh investor PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) tersebut.

“Kami berharap Presiden Jokowi segera membatalkan rencana reklamasi yang akan merusak Bali,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,