Studi: Penelitian Konservasi Alam Tropis Lebih Fokus pada Kera Besar

Studi menyebutkan bahwa di Asia tropis dan Afrika, ilmuwan cenderung berfokus bekerja hanya pada beberapa taman nasional yang merupakan rumah bagi spesies karismatik kera besar seperti gorila dan orangutan.

Apakah pemilihan fokus penelitian tentang satwa saat ini sama? Hasil penelitian yang baru-baru ini dirilis di dalam Jurnal Frontiers in Ecology and the Environment menyebutkan ternyata penelitian tidak dilakukan secara acak, namun terkondisi pada beberapa taman nasional besar yang merupakan rumah bagi spesies tertentu, khususnya kera besar.

Studi sebelumnya menjumpai para ilmuwan konservasi memiliki preferensi yang kuat ketika datang untuk memilih spesies untuk belajar. Antropolog Andrew J. Marshall dari University of Michigan di Amerika Serikat beserta rekan-rekannya melakukan pengecekan lewat Google Scholar untuk melihat apakah keberadaan kera besar – gorila (Gorilla spp), simpanse (Pan troglodytes), bonobo (Pan paniscus), dan orangutan (Pongo spp) mempengaruhi pilihan dari para penelitian.

Mereka lalu mencari publikasi ilmiah yang berisi nama dari satu atau lebih dari 565 kawasan lindung di Afrika dan Asia di mana kera besar tersebut tinggal. Hasilnya dari 52.502 publikasi ilmiah, lebih dari 50 persennya terfokus hanya pada 17 kawasan konservasi saja. Juga, lebih banyak penelitian dilakukan di kawasan taman nasional daripada kawasan lindung lainnya.

Marshall dan timnya menjumpai bahwa 71 persen dari makalah ilmiah difokuskan pada mamalia, dengan 31 persennya terfokus pada kera besar. Di antara kera besar, tim menjumpai gorila merupakan favorit untuk diteliti, diikuti orangutan, simpanse dan bonobo.

“Saya rasa temuan ini cukup mengkhawatirkan, maksudnya bukannya saya ingin mengatakan bahwa taman nasional dengan jenis-jenis kera besar menjadi tidak penting, tapi itu menunjukkan bahwa upaya penelitian tampaknya begitu kuat terkonsentrasi pada fokus dan daerah tertentu saja,” ungkap William Laurance, profesor peneliti dari James Cook University menyebutkan kepada Mongabay. “Masih banyak daerah lain yang kita tidak tahu apapun tentang fakta ilmiah di sana.”

Setelah gorila, penelitian tentang orangutan menarik perhatian kebanyakan ilmuwan. Foto: Rhett Butler.

“Ini hanya sebagian kecil total keragaman hayati yang ada di area tropis, tapi amat menarik bagi upaya penelitian yang ada,” jelas Marshall. “Dalam bayangan kami ini disebabkan alokasi dana penelitian yang tidak seimbang, tapi sebelumnya tidak terbayangkan biasnya begitu kuat seperti ini.” Ia menduga, bias dalam upaya penelitian ini pun bisa jadi didorong karena banyak peneliti tertarik kepada golongan spesies karismatik.

Laurance menambahkan bahwa bias banyaknya penelitian tentang kera besar bisa jadi karena spesies ini lebih dikenal secara internasional maupun nasional, pun mungkin karena adanya fasilitas penelitian yang lebih baik dalam mendukung pekerjaan para ilmuwan di tempat tersebut.

Terkait dengan adanya bias preferensi memilih taman nasional, bagi Marshall bisa jadi karena taman nasional merupakan tempat lebih menarik bagi para peneliti untuk tinggal dan bekerja.

“Kemungkinan taman nasional dianggap tempat yang lebih aman untuk membangun stasiun penelitian jangka panjang daripada memilih daerah yang lebih marginal atau kurang terkelola baik.” Di dalam taman nasional yang relatif tidak terganggu dengan interaksi manusia, dianggap lebih ideal sebagai tempat bekerja.

Namun hal ini pun berarti munculnya kesenjangan mencolok. Masih banyak lokasi penelitian di kawasan konservasi tropis yang belum terjelajahi, demikian pula masih banyak spesies non mamalia yang tidak ketahui di sana.

Padahal, dari pengalaman selama ini, kehadiran peneliti penting dalam “turut menjaga kawasan konservasi.” Lokasi yang sering dikunjungi oleh para ilmuwan, apalagi jika mereka bekerja bersama masyarakat setempat dan mendapat dukungan internasional, cenderung lebih terhindar dari aktivitas perambahan dan perburuan liar.

Akibat dari konsentrasi di beberapa wilayah saja, menyebabkan prioritas konservasi didasarkan pada pengetahuan yang tidak lengkap.

“Prioritasnya menjadi kurang efektif. Padahal faktanya hutan di wilayah tropis semakin menyempit dan terfragmentasi,” imbuh Marshall. “Satwa akan bertahan hidup di lingkungan hutan yang semakin kecil. Jika kita hanya memiliki data tentang wilayah dimana populasi dan ekosistem terlindungi dan berfungsi baik, hal ini bisa bias dalam menentukan pandangan ke depan.”

Referensi:

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,