,

Tolak Reklamasi Pantai Losari, Walhi Gugat Gubernur Sulsel ke PTUN

Penolakan terhadap reklamasi Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan terus berlanjut. Makin banyak elemen masyarakat yang menolak reklamasi tersebut, seperti yang dilakukan Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) Makasar, dengan aksi orasi dan pengumpulan tanda tangan, memanfaatkan acara Car Free Day di Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu (14/02/2016).

Selain membentangkan spanduk putih sepanjang 4 meter, belasan orang juga membawa poster berisi beragam pesan alasan penolakan reklamasi itu, seperti ‘Perairan Makassar Milik Warga Makassar’, ‘Reklamasi Mengusir Nelayan Demi Perut Pejabat, ‘Apa yang benar dari Reklamasi selain Perusakan Alam dan Pengusiran Nelayan’, dan beragam poster lainnya.

Pada aksi yang sama pada Minggu kemarin (07/02/2014) Muhammad Al Amin, kordinator aksi, yang juga Kepala Departemen Advokasi Walhi Sulsel, kepada Mongabay menjelaskan bahwa aksi ini adalah kelanjutan dari sejumlah aksi yang sama beberapa kali sebelumnya.

“Kita sedang kampanye menolak reklamasi untuk ke sekian kalinya. Tujuannya untuk menyampaikan kepada publik bahwa sikap penolakan kita terhadap rencana reklamasi ini tak pernah surut. Kami bahkan telah lebih jauh mengajukan gugatan ke PTUN beberapa saat lalu dan kami meminta dukungan publik akan tuntutan tersebut,” ujarnya.

Menurut Al Amin, dari aksi ini menunjukkan adanya dukungan yang terus meningkat dari publik, dilihat dari banyaknya warga yang menorehkan tanda tangan dibanding aksi-aksi sebelumnya.

“Kita bisa lihat tadi bagaimana warga masyarakat berbondong-bondong datang menorehkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan. Ini sebuah kebanggaan karena gagasan kami terkait penolakan reklamasi ini ternyata bisa diterima dengan baik. Ini tinggal dikonkritkan pada dukungan di persidangan nanti.”

Selain masyarakat, dukungan juga datang lembaga kemasyarakatan, LSM dan organisasi kemahasiswaan yang menyatakan ikut dalam koalisi ASP ini.

Berbagai bentangan poster dalam aksi penolakan rencana Pemprov Sulsel melakukan reklamasi Pantai Losai terkait proyek CPI atau Wisma Negara. Foto : Wahyu Chandra
Berbagai bentangan poster dalam aksi penolakan rencana Pemprov Sulsel melakukan reklamasi Pantai Losai terkait proyek CPI atau Wisma Negara. Foto : Wahyu Chandra

“Hingga saat ini sudah ada terdapat sekitar 25 organisasi yang menyatakan gabung dalam koalisi ini. Ini peningkatan besar dari sebelumnya hanya belasan saja. Dukungan paling banyak belakangan berasal dari mahasiswa.”

Terkait adanya tudingan pemerintah yang menyatakan ASP menolak tawaran dialog dan duduk bersama, Al Amin menampik hal tersebut.

“Dalam beberapa kesempatan kita sudah menggelar banyak diskusi dengan pemerintah, termasuk dalam Rapat Dengar Pendapat di DPRD. Dalam acara formil juga sudah banyak dilakukan. Ini adalah ruang kita duduk bersama dengan pemerintah. Kalau ajakan pemerintah duduk ya selama ini kita sudah banyak duduk dengan mereka. Hanya saja selama ini kan aspirasi kami tak pernah diakomodir. Ini yang membuat kami kecewa. Apalagi reklamasi ini memang pada dasarnya cacat prosedur.”

Gugatan ke PTUN

Pemerintah Provinsi Sulsel sendiri saat ini tengah menggodok Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Kawasan Terpadu Pusat Bisnis, Sosial, Budaya, Pariwisata dan Center Point of Indonesia (CPI).

Ranperda ini digagas sebagai bagian dari rencana pemerintah dalam membangun CPI di pesisir Kota Makassar, tepatnya di Pantai Losari.

Dalam pelaksanaannya, proyek ini sempat diajukan ke pemerintah pusat untuk dianggarkan dalam APBN, namun ditolak. Sebagian pembiayaannya kemudian ditanggung oleh APBD Sulsel.

Besarnya beban anggaran yang harus ditanggung oleh APBD membuat pemerintah berbalik arah menggandeng swasta, dalam hal ini PT Yasmin Bumi Asri dan Ciputra Tbk dalam mereklamasi pantai seluas 157 hektar.

Dalam kesepakatan tersebut disebutkan bahwa setelah pekerjaan reklamasi dan bangunan CPI selesai di lahan seluas 57 hektar maka akan diserahkan kepada pemerintah Provinsi Sulsel.

Sisanya, lahan seluas 100 hektar akan dikuasai oleh Ciputra, yang diperuntukkan untuk kawasan bisnis, perhotelan, dan permukiman mewah.

Menurut Al Amin luas rencana struktur ruang pada KSP CPI yang diusulkan oleh Pemprov Sulsel seluas 625,35 hektar di zona kawasan inti dan 840,75 hektar di kawasan penyanggah, sebagian besar direncanakan di areal relamasi yang belum memiliki aspek legal, seperti belum adanya Perda Zonasi Wiayah Pesisir dan Pulau Kecil.

Padahal, menurutnya, dalam konteks payung hukum reklamasi, kegiatan reklamasi di wilayah pesisir haruslah diatur dalam regulasi di level provinsi dalam bentuk Perda zonasi wilayah pesisir dan perizinan.

Proyek pembangunan CPI yang mereklamasi Pantai Losari, Makassar, Sulsel. Proyek yang memanfaatkan anggaran APBD Sulsel puluhan miliar, ditentang oleh berbagai elemen masyarakat karena prosedurnya yang cacat. Foto : Wahyu Chandra
Proyek pembangunan CPI yang mereklamasi Pantai Losari, Makassar, Sulsel. Proyek yang memanfaatkan anggaran APBD Sulsel puluhan miliar, ditentang oleh berbagai elemen masyarakat karena prosedurnya yang cacat. Foto : Wahyu Chandra

“Kegiatan reklamasi juga haruslah mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana diatur dalam Permen Kelautan dan Perikanan No 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.”

Selain itu, tambahnya, wilayah pesisir kota Makassar juga merupakan kawasan strategis nasional sebagaimana diatur dalam RTRW, sehingga pembangunan ataupun pengembangan kota di wilayah pesisir Makassar seharusnya mendapatkan alas legal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Beberapa kejanggalan lain adalah tidak pernahnya diumumkan permohonan dan keputusan izin lingkungan yang berdasarkan UU No.32 tahun 2009 tentang RPPLH. Dengan demikian, izin yang diberikan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh UU.”

Al Amin juga menyoroti aspek Analisis mengenai Dampak lingkungan (AMDAL) yang tidak pernah diumumkan kepada publik.

“Secara prosedural ini tidak pernah dilakukan konsultasi publik dan dikeluarkan pada tahun 2010 sementara pelaksanaan pembangunan dilakukan di tahun 2013. Semestiinya dilakukan peninjauan ulang atas AMDAL tersebut.”

ASP sendiri, yang diwakili Walhi Sulsel, telah melayangkan gugatan ke PTUN Makassar pada 29 Januari 2016 lalu dengan nomor perkara No.11/6/2016/PTUN.MKS.

Gugatan ini berisi tuntutan agar PTUN membatalkan Surat Keputusan Gubernur No.644/2013 terkait pemberian izin reklamasi kawasan Pantai Losari sebagai bagian dari proyek CPI kepada PT Yasmin Bumi Asri dan Ciputra, sebagai investor yang mendapatkan izin reklamasi dari Pemda provinsi Sulsel.

Kepada Pemprov Sulsel, ASP juga mengajukan beberapa tuntutan antara lain: Pertama, agar segera menghentikan pemberian izin pembangunan di pesisir dan pulau-pulau kecil, sebelum adanya peraturan zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil.

Tuntutan kedua, terkait penegakan hukum lingkungan hidup, tata ruang serta kelautan dan perikanan terhadap aktivitas reklamasi yang sedang berjalan serta mendorong audit lingkungan dan perizinan di wilayah pesisir.”

Tuntutan ketiga adalah meminta adanya pemulihkan lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta dukungan terhadap upaya moratorium reklamasi pesisir.

Tuntutan ke PTUN ini, menurut Al Amin, sudah dalam proses persiapan hakim-hakim yang menyidangkan kasus ini, yang terus dikawal oleh Walhi.

“Kita juga sudah mengajukan permintaan kepada PTUN agar hakim yang akan menyidangkan gugatan ini haruslah yang sudah bersertifikasi lingkungan. Ini penting agar keputusan mereka nanti benar-benar taat pada aturan lingkungan yang ada.”

Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulsel meski menyayangkan adanya gugatan tersebut, namun ia mempersilahkan jika ada pihak yang mengajukan gugatan hukum ke PTUN.

Ia menilai pelaksanaan reklamasi ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan semuanya ditujukan untuk kepentingan rakyat.

“Kalau masyarakat sendiri yang mau kenapa tidak. Kenapa selama ini kalau dibangun swasta boleh, sementara untuk rakyat tak boleh,” kata yang ditemui Mongabay pada Kamis (11/02/2015).

Menurut Syahrul, reklamasi pesisir terjadi dimana-mana tidak hanya di Indonesia, namun di negara lain yang membutuhkan ruang untuk publik.

“Dimana negara yang tidak melakukan reklamasi? Tapi reklamasi mereka itu untuk rakyat. CPI itu untuk rakyat. Dimana kalian bisa dapat 50 hektar untuk rakyat dan itu di dalam kota, atau mau kasih saja pengusaha yang melakukan itu. Jadi ini untuk rakyat. Tolong bela saya ya.”

Syahrul sendiri berharap berbagai masalah terkait reklamasi ini dibicarakan dengan baik dan mengajak Walhi untuk duduk bersama membicarakannya.

“Kita duduk bersama untuk melihat nih yang mana kalian persoalkan. Masuklah memberi konsepsi seperti apa. Ini semua ingin membentengi Losari yang lebih panjang, sebab kalau tidak Pantai Losari akan habis tergerus. Kita ingin bangun seperti Karebosi baru di sana, karena Karebosi sudah sempit. Orang dulu bisa bikin benteng Rotterdam. Sekarang bikin wisma negara yuk supaya tidak ada orang lain mengklaim tanah yang ada di situ,” tandasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,