, ,

Kajian Koalisi Perlihatkan Kinerja Pemda Jalankan Korsup Minerba Masih Rendah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan selama dua tahun terakhir ada 721 izin pertambangan dicabut atau tidak diperpanjang. Sekitar 70% izin pertambangan batubara luas sekitar 2 juta hektar. Pencabutan ini bagian koordinasi dan supervisi mineral dan batubara (Korsup Minerba) KPK. Koalisi Anti Mafia Tambang, yang terdiri dari Walhi, Yayasan Auriga, Jatam, YLBHI, SAINS dan lain-lain, menilai kinerja pmerintah daerah dalam melaksanakan Korsup Minerba belum apa-apa karena perbaikan tata kelola pertambangan belum berjalan signifikan.

“Izin dicabut atau tidak dilanjutkan hanya 20% dari total yang direkomendasikan untuk ditutup. Beberapa di kawasan hutan tanpa izin pinjam pakai bahkan daerah konservasi,” kata Timer Manurung, aktivis Auriga, di Jakarta, pekan lalu.

Pada 2014, KPK menginisasi Korsup Minerba. Upaya itu untuk mencegah korupsi di 12 provinsi yakni, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Lalu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Pada 12 provinsi ini ada 10.918 izin usaha pertambangan (69%) dari total seluruh Indonesia.

Koalisi menilai kinerja pemda dari beberapa aspek seperti penataan IUP, kewajiban keuangan pelaku usaha, pengawasan produksi, kewajiban pengelolaan, serta pengawasan penjualan.

“Jambi paling baik dalam indikator mengurangi tambang yang non clear and clean. Paling buruk Kalsel,” kata Pius Ginting, aktivis Walhi Nasional.

Menurut catatan, pengurangan IUP Jambi non CnC 98 atau 49%, Kalsel tak ada sama sekali, Sulawesi Tenggara (74 IUP, 40%), Sumsel (32 IUP, 39%), Sulteng (65 IUP, 33%), Kepulauan Riau (15 IUP, 32%), Kaltim (94 IUP, 21%), Kalbar (20 IUP, 6%), Maluku Utara (lima IUP, 5%), Kalteng (13 IUP, 4%), Sulsel (enam IUP, 2%). Lalu, Bangka Belitung mengurangi IUP 117 (17% ).

“Sebenarnya gak bagus-bagus amat. Hampir tak ada setengahnya. Meskipun Jambi provinsi terbaikpun itu tak ada setengahnya mengurangi izin-izin bermasalah dalam administratif juga tumpang tindih wilayah izin tambang lain. Ditambang kewajiban keuangan masih ada, belum dibayarkan,” katanya.

Kalsel, katanya, belum menunjukkan respon baik dalam mengurus izin pertambangan non CnC. Padahal periode menindaklanjuti IUP non CnC sudah delapan gelombang.

“Ini hanya melihat tumpang tindih antara satu perizinan dengan perizinan lain. Belum tumpang tindih dengan kawasan konservasi,” katanya.

Beginilah penampakan pasca pengurasan timah. Tinggallah limbah, kawasan itu menjadi gersang. Pepohonan seakan enggan tumbuh. Foto: Sapariah Saturi
Beginilah penampakan pasca pengurasan timah. Tinggallah limbah, kawasan itu menjadi gersang. Pepohonan seakan enggan tumbuh. Foto: Sapariah Saturi

Dia mendesak, pemerintah mencabut seluruh IUP non CnC. Pencabutan IUP, seharusnya tak sekaligus membuat kewajiban perusahaan hilang. Misal perusahaan masuk tahap produksi dan kerusakan lingkungan, harus membayar atau reklamasi di bekas tambang. Begitu juga perusahaan masuk tahap eksplorasi, harus membayar dana landrent.

Perusahaan tambang bermasalah, katanya erat kaitan dengan praktik korupsi karena diduga kuat bermasalah dalam pemberian izin.

Manurung mengatakan, seharusnya pemerintah mengeluarkan daftar perusahaan-perusahaan IUP non CnC agar dinyatakan sebagai pelaku usaha buruk pertambangan. Sejauh ini, pemerintah belum melakukan.

“Agar perusahaan-perusahaan itu tak mendapatkan izin pertambangan di tempat baru. Bahkan nama-nama orang juga grup harus dibuka.”

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berjanji menyelesaikan permasalahan 3.966 IUP bermasalah Mei tahun ini.

Dari tumpang tindih dengan kawasan konservasi, kinerja terbaik Sulteng. IUP di konservasi Sulteng 98,1%, kini tersisa 5.697,08 hektar, sebelumnya 299.666 hektar.

Provinsi lain, Sulsel 17.159,11 menjadi 5.146,5 hektar, Jambi (7.401,17 menjadi 6.300,22 hektar), Kalteng (8.987,70 menjadi 8.315,28), Kalsel (12.422,60 menjadi 12.336,79), Maluku Utara (8.110,60 menjadi 8.055,79), Bangka Belitung (3.268,49 menjadi 3.246,65 hektar).

Beberapa provinsi justru IUP bertambah di kawasan konservasi seperti Kepri (dari nol menjadi 133,60 hektar), Sumsel (932,64 menjadi 6.292,67 hektar) ,Kalbar (101,31 menjadi 2.531,74), Kaltim (4.299,96 menjadi 97.756,13),dan Sultra (2.224,39 menjadi 2.227,67 hektar).

Dari kewajiban pembayaran keuangan (royality), kinerja terbaik dengan piutang terendah Kalsel (Rp231 juta), Kepri Rp4,6 miliar dan Babel Rp11,1 miliar. Provinsi piutang royality terbanyak Kaltim Rp82,6 miliar.

“Kami mendesak pemerintah verifikasi data dan menguji kebenaran kewajiban keuangan. Tagih seluruh tunggakan piutang. Juga harus penghentian produksi sebelum piutang dibayarkan,” katanya.

Dari pengawasan produksi, penilaian Koalisi memperlihatkan Kalteng terbaik dengan indeks 35,7%. Dari 15 kabupaten, 9 tak melaporkan pengawasan produksi. Terburuk Jambi 0%. Jambi dinilai sama sekali tak melakukan pengawasan. Delapan kabupaten di Jambi tak lapor.“Dapat diasumsikan sebagian besar produksi hasil tambang IUP tidak pernah verifikasi pemerintah.”

Provinsi lain, Babel enam tidak ada laporan, Kepri (7), Sulteng (2), Kaltim (9), Sultra (9), Maluku utara (6), Kalsel (6), Sumsel (11), Kalbar (11), Kalsel (13).

Aspek pengawasan pengolahan, Sulteng terbaik dengan indeks 20%, terburuk Babel, Jambi, dan Kalsel dengan indeks 0%. Sisi pengawasan penjualan terbaik Kepri dengan indeks 30% dan terburuk Jambi 0%.

“Pemerintah tak memiliki instrumen andal memverifikasi validitas laporan produksi dan pajak perusahaan.”

Selama periode pengawasan, katanya, penerimaan negara sektor batubara mineral naik Rp10 triliun. “Walau angka besar, tidak cukup, kerugian negara tinggi. Kita perlu meningkatkan pengawasan sektor pertambangan,” kata Manurung.

Kinerja Pemda Melaksanakan Korsup Minerba

Lubang tambang maut milik PT. Cakra yang berada di di Dusun Serbaya, Desa Sebulu Modern, Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, ini yang telah merenggut nyawa Rian. Lubang tambang ditunggal begitu saja tanpa reklamasi. Mana pengawasan pemerintah? Foto: Jatam Kaltim
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,