, ,

Ketika Kerusakan Lingkungan Perparah Bencana Banjir dan Longsor

Banjir, dan longsor terjadi di berbagai daerah sejak Januari 2016 dan intentitas makin tinggi pada Februari 2016. Puluhan ribu rumah terendam, puluhan orang meninggal dunia dan luka-luka. Ratusan ribu jiwa mengungsi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengatakan, hujan pemicu banjir dan longsor. Meskipun begitu, faktor paling berperan terjadi banjir dan longsor adalah antropogenik atau pengaruh ulah manusia. Kerusakan lingkungan, menyebabkan daerah makin rentan terhadap banjir dan longsor.

Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB baru-baru ini mengatakan, beberapa kerusakan lingkungan pemicu longsor dan banjir seperti lahan kritis meluas, daerah aliran sungai kritis, persentase ruang terbuka hijau dan hutan minim, permukiman di dataran banjir, pelanggaran tata ruang, dan pengelolaan sampah buruk. Lalu sedimentasi, budidaya pertanian di lereng-lereng perbukitan atau pegunungan tanpa kaidah konservasi, dan lain-lain.

“Politik lokal juga makin meningkatkan kerentanan, makin merebak izin usaha pertambangan di bagian hulu daerah aliran sungai, pendanaan pengurangan risiko bencana minim, staf professional yang ditempatkan pada jabatan-jabatan strategis dan lain-lain terbatas,” katanya dalam keterangan tertulis.

Akumulasi berbagai masalah ini, ucap Sutopo, lebih tinggi dibandingkan upaya pengelolaan lingkungan menyebabkan wilayah makin rentan. “Saat musim hujan, seolah-olah menakutkan karena akan muncul banjir, longsor, dan puting beliung yang selalu timbul korban jiwa. Begitu pula saat kemarau, muncul ketakutan asap akibat kebakaran hutan dan lahan, pertanian puso, krisis air, kekeringan dan lain-lain.”

Sumber: BNPB
Sumber: BNPB

Data BNPB, dari 1 Januari 2016 -12 Februari 2016, terjadi banjir, longsor dan puting beliung pada 290 kabupaten/kota di Indonesia. Dampaknya, 45 orang tewas, 48 orang luka-luka, hampir satu juta jiwa mengungsi, dan ribuan rumah rusak.

Selama Januari 2016- 12 Februari 2016, terjadi 122 banjir melanda 23 provinsi, 14 orang tewas, lebih 946 ribu jiwa mengungsi, 1.767 rumah rusak, puluhan ribu rumah terendam banjir dam 281 fasilitas umum rusak.

Sedang longsor, terjadi 65 kali pada 12 provinsi menyebabkan 29 orang tewas, 11 orang luka, 1.319 mengungsi dan 387 rumah rusak. Puting beliung terjadi 103 kali di 17 provinsi menyebabkan dua orang tewas, 34 luka, 779 jiwa mengungsi dan 1.660 rumah rusak.

“Jelas, bencana dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat. Bencana menghambat pembangunan, dan sebaliknya pembangunan dapat meningkatkan bencana jika tak memperhatikan aspek-aspek pengurangan risiko bencana.”

Februari puncak hujan

BNPB menyebutkan, Februari ini puncak musim hujan 2015/2016. “Biasa Januari puncak penghujan hingga banjir, longsor dan puting beliung paling banyak selama Januari,” kata Sutopo.

Pengaruh El-Nino, katanya, menyebabkan anomali. Selama Januari, tebal hujan lebih rendah dan sebaran hujan tak merata. BNPB memprediksi, intensitas hujan pada Februari 2016, tinggi hingga sangat tinggi, terutama berpeluang di sebagian Sumatera Barar, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, seluruh Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua dan Papua Barat.

Daerah-daerah ini, katanya, ancaman banjir, longsor dan puting beliung berpotensi tinggi. “Bukan berarti daerah-daerah lain aman. Ancaman tetap tinggi, meskipun hujan lokal lebih berperan menyebabkan bencana.”

Sumber: BNPB
Sumber: BNPB

Sesuai data sejarah kebencanaan di Indonesia, kata Sutopo, 96% bencana hidrometerorologi. Yaitu, bencana pengaruh cuaca seperti banjir, longsor, putting beliung, cuaca ektrem, kekeringan, dan kebakaran hutan dan lahan. Banjir, longsor dan puting beliung, paling dominan.

Banjir dan longsor landa Jambi

Hujan terus mengguyur di 11 kabupaten dan kota di Jambi, selama dua bulan ini telah merendam ribuan rumah dan prasana umum lain. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jambi, curah hujan tinggi menyebabkan banjir dan longsor pada 39 kecamatan dan 84 desa.

Dampak banjir dan longsor menyebabkan empat orang meninggal dunia, merendam 5.039 rumah, 19 sekolah, enam sarana ibadah, lima sarana kesehatan dan 12 fasilitas umum. Longsor juga menyebabkan tujuh jembatan putus, dan 16 jalan longsor.

BPBD) Jambi menetapkan status siaga darurat bencana banjir dan longsor. Kepala BPBD Jambi, Arif Munandar menyebutkan, ada tiga kabupaten menyatakan siaga darurat banjir, yakni Merangin, Bungo dan Tebo. “Kita sudah mengusulkan surat penetapan status siaga darurat untuk provinsi. Berdasarkan UU Nomor 24 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21, surat diaga darurat dari dua kabupaten sudah bisa menyarankan provinsi siaga darurat,” katanya.

Penetapan siaga darurat, hanya menunggu surat keputusan. Curah hujan cukup tinggi hingga Mei menyebabkan beberapa daerah di Jambi rawan banjir. Kurnia Ningsih Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jambi menyebutkan, hujan intensitas ringan dan sedang terus menghantui sejumlah kabupaten dan kota di Jambi. Khusus Jambi bagian Barat akan mengalami hujan intensitas sedang dan lebat. Pihaknya mengharapkan, masyarakat tinggal di kawasan rawan longsor dan banjir waspada.

Dusun Batu Kerbau, Kecamatan Pelepat, Muarobungo, dalam dua bulan mengalami banjir beruntun. Awal 2016, disusul pertengahan Februari, dusun ini banjir merusak 277 rumah, satu sekolah dan satu tempat ibadah serta satu jembatan pintu masuk dusun.

Sargawi, Rio Dusun Batu Kerbau mengatakan, banjir merusak banyak rumah bahkan ada hanyut. “Ada 12 rumah hanyut, akses keluar masuk dusun terputus karena rusak jembatan.”

Sumber: BNPB
Sumber: BNPB

Dia menduga, perusahaan HTI dan perkebunan mengepung dusun menjadi salah satu penyebab banjir. “Kami dikepung perusahaan. Ini salah satu penyebab daerah yang tidak pernah banjir jadi banjir bandang seperti ini.”

Banjir terjadi karena intensitas curah hujan tinggi selama dua hari menyebabkan hulu Sungai Batang Pelepat meluap. Banjir bandang sangat cepat menyebabkan warga tak sempat menyelamatkan harta benda. Dalmanto, Kepala Bidang Kesiapsiagaan Kebencanaan BPBD Jambi menyebutkan sudah penanganan darurat dan menerjunkan tim reaksi cepat diikuti pendataan. “ Kita mendirikan tenda-tenda pengungsian sementara, pendirian dapur umum juga bantuan selimut 32 lembar, paket sandang 25 paket, makanan siap saji 100 pakit dan puluhan lembar tikar plastik,” katanya.

Tak hanya itu Badan Nasional Penangulangan Bencana juga memberikan bantuan dana Rp 250 juta untuk tiga kabupaten yaitu, Muarobungo, Tebo dan Merangin. Dalmanto menyebutkan, Muarobungo menjadi kabupaten dampak terparah. Banjir melanda enam kecamatan di 20 desa dan merusak 3.192 rumah.

Banjir menjadi ritual tahunan Jambi. Data BPBD Jambi, ada 60 kecamatan tersebar di Kota Jambi dan Sungai Penuh serta delapan kabupaten berpotensi banjir.

Untuk menanggulangi kemungkinan-kemungkinan terburuk seperti korban jiwa dan kerugian materil lebih banyak, kata Arif, pihaknya sudah berkoordinasi dengan 10 kabupaten dan dua kota di Jambi. BPBD juga berkoordinasi dengan dinas dan badan terkait seperti BMKG, Korem 042 Garuda Putih, Polda Jambi, Badan SAR, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum.

“Persoalan bencana bukan penanganan kejadian, perlu kita perhatikan penyebab bencana. Seperti di Kerinci, Danau Kerinci meluap setiap tahun memerlukan normalisasi sungai, pembangunan turab. Perlu juga regulasi hukum tambang, pembalakan, alih fungsi lahan dan pertambangan batubara.”

Maraknya penambangan tradisional dan alih fungsi lahan disebut Arif sebagai penyebab utama bencana Jambi.

Sumber: BNPB
Sumber: BNPB
Sumber: BNPB
Sumber: BNPB
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,