,

Menanti Lahiran Gajah-gajah dari Bali Elephant Camp

Kabar gembira datang dari Bali. Empat gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Bali Elephant Camp, Desa Carangsari, Kecamatan Sangeh, Badung, Bali, tengah mengandung. Ada Agnes hamil 22 bulan, Cindy(15 bulan), Della (14 bulan), dan Helen (16 bulan).

“Umur kehamilan gajah 18-24 bulan. Mungkin sekitar dua bulan lagi Agnes melahirkan,” kata dokter hewan Bali Elephant Camp Gilang Yoga Raditya di Bali, Selasa (1/3/16).

Gajah BEC, katanya, dari Pekanbaru dan Way Kambas. Total 13 gajah, lima jantan dan delapan betina. “Masing-masing punya pawang. Gajah jantan pawang dua orang, karena perlu perhatian lebih,” katanya.

Gajah-gajah tak dirantai seperti di Kebun Binatang. Mereka terlatih. Tim medis BEC rutin cek kesehatan, seeprti potong kuku. Kala gajah sakit, tak akan ada pertunjukan wisata sampai sembuh total.

Dalam menjaga kesehatan gajah hamil, katanya, satwa langka ini tetap beraktivitas dengan intensitas tak berlebihan. “Jangan sampai gajah mengalami obesitas jika tak digerakkan, nanti kesulitan kala melahirkan.”

Gajah-gajah ini walaupun melakukan pertunjukan dan bisa dinaiki wisatawan, tetapi mendapatkan perawatan dan pengawasan ketat agar kesehatan mereka terjaga. Foto: Indra Nugraha
Gajah-gajah ini walaupun melakukan pertunjukan dan bisa dinaiki wisatawan, tetapi mendapatkan perawatan dan pengawasan ketat agar kesehatan mereka terjaga. Foto: Indra Nugraha

Program pengembangbiakan (breeding) ini, suatu keberhasilan luar biasa. Baru kali ini, empat gajah langsung hamil berdekatan. “Hal mempengaruhi breeding, bagaimana pemeliharaan dan perlakuan terhadap gajah. Kita memulai perencanaan breeding sejak 2012. Gajah mulai hamil 2014,” katanya.

Tenaga medispun menjaga kehamilan gajah-gajah ini. Untuk perawatan kesehatan, gajah hamil periksa USG tiap dua bulan sekali guna mengetahui kesehatan janin.

“Kita mempunyai USG sendiri. Jadi kehamilan jelas. Kita tahu gajah betina dari jantan yang mana? Saat anak lahir, bisa identifikasi dan pisahkan agar tidak dikawinkan dengan gajah salah. Silsilah jelas.” Nutrisi juga diperhatikan. Untuk pangan gajah-gajah ini, BEC merogoh Rp40 juta per hari.

I Gusti Agung Ayu Inda Trimavo Yuda, Direktur BEC mengatakan, kehamilan gajah-gajah ini bukti mereka bahagia di wisata alam ini. “Proses breeding, kami melakukan tahapan-tahapan sesuai arahan BKSDA Bali,” katanya.

Gajah-gajah ini bebas, tanpa terikat. Foto: Indra Nugraha
Gajah-gajah ini bebas, tanpa terikat. Foto: Indra Nugraha

Desa wisata

BEC merupakan bagian True Bali Experience, desa wisata petualangan berbasis alam dan budaya. TBE mulai didirikan 1995, program BEC masuk pada 2005.

“Kami juga mempunyai Yayasan Kembali ke Desa didirikan sejak 1985. Kami berdayakan masyarakat untuk penghijauan hulu hingga hilir. Kami bagikan bibit-bibit pohon.”

“Wisatawan bisa trekking singkat 30 menit menunggangi gajah. Ada rafting, bersepeda keliling desa, mengunjungi hutan tropis, air terjun, dan aktivitas alam lain,” katanya.

Petani cokelat sekitar juga diberdayakan. TBE membuat cokelat citarasa dan kualitas tinggi bermerek dagang, POD. Bahan baku cokelat dari petani sekitar.

“Saya bersama suami pernah wisata ke Eropa. Di sana, ada toko cokelat dari Indonesia. Akhirnya kami sepakat memprorduksi cokelat. Pemasaran sudah ke hotel-hotel bintang lima juga beberapa outlet di Bali. Kami sedang mengurus izin ekspor.”

Suharyono Kepala BKSDA Bali mengatakan, upaya BEC capaian bagus. “Ini salah satu keberhasilan pembinaan BKSDA Bali membina lembaga konservasi hingga berhasil dua tahun empat gajah bunting. Ini kebanggaan kami.”

Satwa liar yang berhasil dikembangbiakkan lembaga konservasi mesti menyerahkan 10% turunan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan buat lepasliar ke alam.

Gajah-gajah di Bali Elephant Camp. Foto: Indra Nugraha
Gajah-gajah di Bali Elephant Camp. Foto: Indra Nugraha
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,