Gempa Mentawai yang Juga Pernah Mengguncang Aceh

Rabu, 2 Maret 2016, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, diguncang gempa berkekuatan 7,8 Skala Richter (SR). Menurut Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Provinsi Aceh, Faisal Ardiansyah gempa ini termasuk langka karena pusat gempa berada di luar zona subduksi atau wilayah yang terdapat pada batas antarlempeng yang bersifat konvergen. Kejadian ini pernah mengguncang Aceh pada 11 April 2012 yang disebut gempa kembar dengan kekuatan 8,6 SR dan 8,2 SR.

Menurut Faisal, gempa yang terjadi pada posisi 682 km barat daya Kepulauan Mentawai ini menunjukan, pusat gempa tidak berada di daerah zona tumbukan atau subduksi zone. Zona tumbukan, posisinya sekitar 200 km dari bibir pantai sehingga fenomena gempa di luar zona subduksi masih sedikit sekali pengetahuan tentang hal tersebut. “Melihat posisi jarak gempa, berarti berada pada lantai samudera atau lempeng samudera. Wilayah ini bila terjadi patahan umumnya patahan geser dan gerakan lantai samudera bergerak horizontal.”

Peneliti Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Aceh yang juga Dosen Teknik Geologi Unsyiah, Ibnu Rusdy menyebutkan hal yang sama. Menurutnya, secara tatanan tektonik, Pulau Sumatera masuk dalam kategori tatanan tektonik yang unik.

“Di bagian selatan Sumatera terdapat zona pertemuan lempeng secara subduksi dimana lempeng Indo-Australia menyusup masuk ke bawah lempeng Eurasia. Zona subduksi ini telah menjadikan Sumatera kaya akan gempa di batas antarlempeng dan gunung api yang terbentuk sepanjang Sumatera atau busur magmatik.”

Ibnu Rusdy menuturkan keunikan tektonik lain Sumatera adalah tunjaman lempeng Indo-Australia yang ternyata tidak tegak lurus. Tunjamannya miring (obligue) sehingga di tengah Sumatera terbentuk patahan dari teluk Semangko sampai ke Aceh. Keunikan lainnya adalah lempeng Indo-Australia seharusnya wilayah yang bebas dari gempa bumi atau aseismic zone.

Ibnu Rusdy menambahkan, penyebab tidak adanya tsunami akibat gempa di Aceh pada 11 April 2012 dan gempa di Mentawai pada 2 Maret 2016 ini karena tidak ada pergerakan lempeng (slip) yang arahnya vertikal. Sesar geser yang terjadi ini pergerakannya horizontal dan arah ini tidak akan mengganggu volume air.

dan tidak akan menggangu volume air. Patahan/sesar geser yang berada di lempeng Indo-Australia ini yang dinamakan investigator fracture zone (IFZ).

“Beberapa saat setelah gempa, melalui Twitter @melek_bencana, saya memberikan informasi kepada masyarakat agar tidak panik karena gempa dengan mekanisme sesar geser kecil kemungkinan menimbulkan tsunami.”

Peta lokasi pusat gempa bumi dan mekanisme sumber gempa bumi tanggal 2 Maret 2016, pukul 19:49:41 WIB di Kepulauan Mentawai. Sumber peta: BMKG
Peta lokasi pusat gempa bumi dan mekanisme sumber gempa bumi tanggal 2 Maret 2016, pukul 19:49:41 WIB di Kepulauan Mentawai. Sumber peta: BMKG

Potensi bencana

Menurut Ibnu Rusdy, khususnya Aceh, terdapat tiga segmen sesar yaitu Segmen Tripa, Segmen Aceh, dan Segmen Seulimeum. Pada Seulimum pernah terjadi gempa bumi pada 1964 dan 197,5 namun untuk segmen Aceh belum ada cacatannya. “Yang harus diwaspadai adalah segmen yang tidak pernah terjadi gempa, karena ada energi yang belum lepas. Kapan energi tersebut lepas, belum ada yang tahu, bisa juga saat gempa kecil.”

Salah satu solusi untuk mengetahui pergeseran sesar dan mengurangi risiko korban jiwa adalah, dengan penelitian menyeluruh pergerakan sesar menggunakan GPS Geodetik dan mikrozonasi seluruh provinsi di Sumatera. “Pergerakan sesar untuk mengetahui segemen mana yang aktif dan tidak. Sedangkan penelitian mikrozonasi  untuk menentukan nilai amplifikasi yang nantinya dikalikan dengan peak ground acceleration (PGA) atau tingkat goncangan tanah suatu tempat karena pengaruh batuan dasar. Nilai PGA keseluruhan akan berguna dalam menentukan building code suatu kawasan.”

Ibnu Rusdy mengatakan, kesiap-siagaan masyarakatnya memahami bencana harus dikuatkan. “Semoga masyarakat di Sumatera makin siap. Bencana tidak bisa dihindari namun manusia diberikan ilmu untuk mengurangi dampak dari gempa bumi ini.”

Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal saat menjadi panelis dalam acara The 2nd Asia-Pasific Urban Resilience and Adaptation/ 16th International Convention on Melaka Twin Cities yang digelar di Malaysia dengan topik Database Disaster Management menjelaskan telah menerapkan tindakan pengurangan dampak risiko bencana melalui perencanaan kota dan infrastruktur. Ini termasuk mengarahkan konsentrasi pembangunan kota untuk menjauhi garis pantai, penanaman bakau dan hutan kota pada area pantai untuk mengurangi dampak risiko tsunami dan badai tropis.

“Kota Banda Aceh juga menerapkan konsep bangunan tangguh pada proses mendirikan bangunan, membangun jalan lingkar utara sebagai pemecah gelombang tsunami, membangun gedung penyelamatan, juga jalur evakuasi beserta kelengkapan rambu-rambunya.”

Menurut Illiza, keberadaan database terkait kebencanaan sangat penting untuk meningkatkan koordinasi pengurangan risiko bencana. “Database digunakan sebagai basis fase mitigasi, respon darurat, relief (bantuan darurat) dan recovery (pemulihan),” ungkapnya di acara yang berlangsung pada 2-4 Maret 2016 itu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,