Koalisi Pemulihan Hutan (KPH) Jawa, mendesak pemerintah menyerahkan hutan kelola Perhutani, kepada rakyat. Mereka meminta pemerintah segera mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 tentang Perum Perhutani.
Dalam gawe Lembaga Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (Arupa) bekerja sama dengan Samdhana Institute dan KPH Jawa, dia menyebutkan, revisi ini di level pemerintah berlangsung tertutup dan tak melibatkan petani serta masyarakat sipil.
“Dengan proses tertutup diduga melanggengkan penguasaan hutan Jawa oleh Perhutani, berpotensi bertentangan dengan Nawacita Jowo Widodo-Jusuf Kalla,” kata Agus Budi Purwanto, Direktur Eksekutif Arupa dan vocal point KPH Jawa dalam “Konsolidasi KPH Jawa, awal Maret di Yogyakarta.
Jokowi-JK juga berencana menyiapkan dan menjalankan regulasi baru untuk membebaskan desa di kantong-kantong hutan perkebunan. Juga memastikan redistribusi negara, baik dana desa (APBN), dan alokasi dana desa (APBD), maupun distribusi lahan kepada desa berjalan efektif. “Menyiapkan dan menjalankan regulasi baru tentang akses, hak desa mengelola sumberdaya alam berskala lokal seperti tambang, hutan, kebun, perikanan, dan lain-lain untuk kemakmuran rakyat.”
KPH Jawa memandang, seharusnya pemerintah menata ulang persoalan tata kuasa lahan hutan Jawa. Sebab, dalam satu dekade terakhir banyak konflik lahan menimbulkan korban jiwa.
Dugaan pelanggaran HAM nampak penguasaan hutan Jawa, oleh Perhutani, berdasarkan catatan LSM Arupa dan LBH Semarang, dalam waktu 1998–2011 penganiayaan di kawasan Perhutani terjadi aniaya, mencederai, dan menembak setidak-tidaknya 108 warga desa sekitar hutan. Mereka diduga mencuri kayu atau merusak hutan, 34 tewas tertembak (dianiaya) petugas keamanan hutan dan 74 luka-luka.
“Terdapat 64 penganiayaan dan penembakan. Perhutani tak segan mengkriminalisasi warga yang dituduh mencuri kayu,” kata Agus.
Catatan HuMa (2013), dari 72 konflik kehutanan terbuka di Indonesia, 41 konflik hutan terjadi di Jawa, notabene diurus Perum Perhutani.
Langkah solusi, katanya, perlu merekonfigurasi hutan Jawa dengan mengembalikan tata kelola ke tangan rakyat.
Data Kementerian Kehutanan 2009 menyebutkan, luas hutan rakyat di Indonesia 3.589.343 hektar, 2.799.181 hektar (77,98%) di Jawa. Berdasarkan data Balai Pemantapan Kawasan Kehutanan (BPKH) XI 2009, komposisi sebaran itu Jawa Barat dan Banten (1,2 juta), Jawa Tengah (747.000), Yogyakarta (111.000), Jawa Timur ( 641.000). Sebaran berdasarkan daerah aliran sungai (DAS), yakni, 375.730 hektar hilir DAS, 1.010.192 hektar tengah, dan 1.198.990 hektar hulu DAS.
“Sebaran hutan rakyat merata dari hulu sampai hilir menunjukkan pera dalam konservasi air. Tak hanya mengurangi laju limpasan, juga berperan bagi daerah tangkapan air dalam menjaga konservasi tanah dan penyangga bahaya abrasi, bahkan tsunami.”
Sisi ekonomi, katanya, hutan rakyat terbukti menjadi salah satu penopang roda kehidupan rakyat pedesaan. Melalui kearifan “tebang butuh,” masyarakat hutan mampu beradaptasi dengan tekanan ekonomi. Ia juga mampu menumbuhkan semangat menanam sekaligus kewirausahaan berbasis kayu. Secara ekologis, katanya, hutan rakyat mampu meningkatkan kualitas lingkungan melalui keberhasilan tutupan lahan.
Sedang produksi kayu bulat hutan rakyat di Jawa-Madura, menurut Statistik Kehutanan 2011 dan data Dinas Kehutanan Jawa-Madura mencapai 4.690.684 meter kubik. Ia didominasi jati, sengon, mahoni, akasia, dan campuran. Rincian: Banten (40.878 m3), Jawa Barat (2.331.460), Jawa Tengah (952.199), Yogyakarta (238.180), dan Jawa Timur (1.127.931).
“Mandat pengelolaan hutan negara di Jawa kepada Perhutani sudah saatnya ditinjau ulang. Bukan sekadar revisi, tetapi mencabut melalui kebijakan pengganti, berpihak kepentingan sosial dan ekologis,” ucap Agus.
Lukito, dari Lidah Tani Blora mengatakan, mengembalikan hutan Jawa kepada rakyat suatu keharusan. Perampasan dan monopoli tanah, katanya, terjadi mulai Belanda hingga kini.
Perhutani sebagai pengelola hutan Jawa, katanya, malah meningkatkan petani miskin dan buruh tani. Anak-anak petani sekitar dan dalam hutan putus sekolah. “Urbanisasi desa ke kota, buruh pabrik, buruh bangunan dan PRT serta menjadi TKI dan TKW ke negara tetangga. Kembalikanlah hutan Jawa ke rakyat. Pasti hutan lestari dan rakyat sejahtera.”