Apakah Gerhana Matahari Total Berpengaruh pada Satwa Liar?

Bagi sebagian satwa, gerhana matahari total (GMT) hanya seperti siklus siang dan malam yang sangat singkat. Sementara, untuk sebagian lain, seperti hewan-hewan nokturnal yang hidup di gua, mereka cenderung memilih tidur selama periode gelap yang singkat itu.

Lydia Kolter dari Cologne Zoo di Jerman menuturkan, dia mengingat GMT yang berlangsung di Jerman pada 11 Agustus 1999, namun tak ingat secara pasti bagaimana reaksi hewan-hewan di kebun binatang itu melewati kegelapan yang hanya sementara.

“Biasanya, jika situasi gelap tiba-tiba, seperti saat hujan badai, mereka buru-buru menuju tempat yang terlindung dari hujan” katanya seperti dilansir dari Deutsche Welle.

Apakah satwa-satwa bereaksi terhadap GMT pada 1999 yang dialami Jerman, tidaklah diketahui pasti. Namun, beberapa satwa tampak tak terpengaruh dan tetap menjalanlan aktivitas harian.

Lynx yang tetap tidur tanpa terpengaruh perubahan cahaya. Sumber foto: DW/Picture alliance-blickwinkel
Lynx yang tetap tidur tanpa terpengaruh perubahan cahaya. Sumber foto: DW/Picture alliance-blickwinkel

Studi yang dilakukan terhadap Lynx menunjukkan satwa ini tetap tidur siang seperti biasa dan perubahan cahaya tidak mempengaruhi sama sekali. Akan tetapi, kondisi berbeda ditunjukkan satwa yang berada di zona gerhana dengan kegelapan total, ketika cahaya matahari sepenuhnya terhalang.

Dari sebuah observasi terhadap serangga, lebah dan tawon tampak kembali ke sarangnya. Di sisi lain, agas keluar dari sarangnya, seperti yang biasa mereka lakukan saat malam.

Burung-burung juga diketahui bereaksi terhadap GMT, yakni dari perubahan pola kicau. “Mereka menganggap cahaya matahari yang hilang adalah datangnya malam, dan kembalinya matahari berarti pagi. Meski ‘kebingungan’ itu singkat hanya sepanjang periode gerhana,” kata Wolfgang Fiedler, ornitholog dari Max Planck Institute for Ornithology di Radolfzell.

Para pengamat burung mengatakan saat gerhana, burung-burung memilih kembali ke sarangnya, meski dalam waktu singkat. Kemudian, berkicau aktif saat GMT berakhir, seolah pagi baru merekah.

“Sangat jelas, burung-burung menginterpretasikan perubahan cahaya yang singkat itu sebagaimana matahari terbenam, malam, dan fajar. Namun, mereka sama sekali tak dirugikan akibat perubahan ini,” lanjut Fiedler.

Artinya, burung-burung tidak mengalami ‘jetlag‘ setelah fase kegelapan total yang pendek. Ritme aktivitas mereka, seperti migrasi dan lainnya tak terpengaruh. “Jam internal” mereka juga tak mengalami perubahan.

Setelah gerhana matahari, burung kembali berkicau. Sumber foto: DW/Picture alliance-blickwinkel
Setelah gerhana matahari, burung kembali berkicau. Sumber foto: DW/Picture alliance-blickwinkel

Bagaiman pengaruh GMT terhadap hewan nokturnal yang biasa berburu saat hari gelap?

Para peneliti menyatakan bahwa mereka yang tinggal di gua atau lubang umumnya tidur saat GMT yang terjadi siang hari. Pola kebiasaan mereka tak terganggu, dan mereka tak bangun oleh kondisi gelap yang singkat itu. Para peneliti mengkonfirmasi hal ini ketika melihat perilaku kelelawar saat terjadinya GMT di Meksiko. “Burung hantu, diperkirakan juga tidak berbeda,” tutur Fiedler.

Meski begitu, kelelawar yang tidur di bawah pohon rindang, akan bangun dan berburu saat GMT terjadi, seperti yang dilakukannya ketika malam datang.

Bagaimana dengan GMT di Indonesia besok?

Mari kita amati bersama.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,