Antusiasme Masyarakat Saksikan Gerhana Matahari Total Memang Luar Biasa

Ribuan warga di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, memadati gedung Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, Museum Tsunami Aceh dan beberapa gedung escape building untuk menyaksikan gerhana matahari. Mereka mendatangi tempat tersebut jauh sebelum gerhana terjadi.

Untuk melihat fenomena alam langka ini, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Mata Ie, Kabupaten Aceh Besar bersama Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh, menyiapkan enam teleskop.

Penampakan gerhana matahari yang terjadi di Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah

Penampakan gerhana matahari yang terjadi di Aceh. Foto atas dan bawah: Junaidi Hanafiah
Penampakan gerhana matahari yang terjadi di Aceh. Foto atas dan bawah: Junaidi Hanafiah

Kepala BMKG Mata Ie, Eridawati menyebutkan, dari enam teleskop tersebut, ada yang digunakan untuk penelitian, dan ada yang diperuntukkan ke masyarakat.

“Letak geografis Aceh tidak berada tepat pada garis yang dilalui gerhana, sehingga seluruh wilayah di Aceh tidak terjadi Gerhana Matahari Total, antara 75 – 86 persen.”

Menurut Eridawati, proses perekaman gerhana sempat tidak bisa dilakukan saat awal gerhana karena tertutup awan.

“Setelah lima menit, awan mulai hilang dan gerhana terlihat. Ini sangat baik, karena beberala daerah lain di Indonesia perekaman terganggu awan tebal.”

Salah seorang warga Banda Aceh, Muhammad Husni mengaku, dirinya sengaja datang ke gedung TDMRC karena belum pernah melihat gerhana matahari. “Saya sudah berumur 25 tahun, belum sekalipun melihat fenomena alam ini.”

Setelah menyaksikan gerhana, warga Aceh juga memenuhi masjid untuk melaksanakan Salat Gerhana Matahari. “Kami dianjurkan untuk melaksanakan salat jika terjadi gerhana,” sambung Husni.

Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal saat melihat langsung gerhana matahari di gedung TDMRC, menghimbau masyarakat untuk tidak berlebihan dalam menyambutnya. “Masyarakat jangan berhura-hura dengan fenomena alam ini, perbanyak ibadah dan berbuat baik baik dengan sesama maupun alam,” ujarnya.

IMG_20160309_184057

Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa'aduddin Djamal saat melihat langsung gerhana matahari di gedung TDMRC. Foto atas dan bawah: Junaidi Hanafiah
Warga di Aceh melakukan Salat Gerhana Matahari dan tampak Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal bersama masyarakat saat melihat langsung gerhana matahari di gedung TDMRC. Foto atas dan bawah: Junaidi Hanafiah

Diselimuti awan

Meskipun mendapat protes sejumlah masyarakat terkait kegiatan menyambut Gerhana Matahari Total (GMT) di Palembang, antusiasme masyarakat kota pempek untuk menyaksikan peristiwa alam langka ini tetap terasa. Selain disaksikan ribuan warga dari Jembatan Ampera dan Plasa Benteng Kuto Besak (BKB), sebagian warga juga keluar rumah sejak pagi untuk menyaksikan “malam beberapa menit” tersebut. Namun, tidak semua warga dapat menyaksikan GMT secara utuh, di beberapa lokasi, awan hitam menutupi proses gerhana tersebut.

“Setelah Salat Gerhana saya keluar, dan bersyukur dapat menyaksikan peristiwa ini dan mengabadikannya dalam foto,” kata Nurachmi Ayu Susanti, warga Kenten Palembang, yang mendapatkan foto GMT cukup baik, Rabu (09/05/2016). Nur mengabadikan peristiwa tersebut hanya menggunakan kamera biasa, “Saya tidak menggunakan kacamata kecuali dari lensa kamera itu,” katanya.

Dalam menikmati GMT, Pemerintah Palembang menempatkan lima titik khusus pemantauan. Selain Jembatan Ampera, ada juga Kampung Kapitan, Kampung Al-Munawar, Plasa Benteng Kuto Besak (BKB), dan pelataran Pasar 16 Ilir Palembang.

gmt2

Gerhana matahari yang berlangsung di Palembang. Foto atas dan bawah: Nurachmi Ayu Susanti
Gerhana matahari yang berlangsung di Palembang. Foto atas dan bawah: Nurachmi Ayu Susanti

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) bagian Sumatera Selatan memprotes sejumlah run down acara GMT di Palembang. Menurut Ketua MUI Sumsel KH Sokdikun ada beberapa acara yang bertentangan dengan Islam dan kultur yang berkembang di Palembang. Misalnya ogok-ogok, ruwatan Sungai Musi dan pelarungan Dewi Kwan Im yang dilaksanakan bertepatan dengan gelaran GMT. “Semua acara itu bukan tradisi Palembang, apalagi sifatnya musyrik. Kalau begitu hukumnya jelas, haram,” kata Sodikun, seperti diberitakan Viva.co.id, Senin (07/03/2016).

Akhirnya, hari ini Rabu (09/05/2016), Pemerintah Sumsel tidak mengadakan ritual tersebut dalam rangkaian kegiatan GMT di sekitar Jembatan Ampera atau Sungai Musi. Gubernur Sumsel Alex Noerdin bersama para pejabat pemerintah lainnya melakukan Salat Gerhana di Masjid Agung Palembang.

Artikel yang diterbitkan oleh
,