Para Pelajar SMA ini Tawarkan Solusi Energi Terbarukan, Apakah Itu?

Cadangan minyak dan gas alam di perut bumi makin lama makin menipis jadi perlu pengembangan sumber energi baru terbarukan, seperti panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan (perbedaan) suhu lapisan laut.

Gagasan menarik dalam memanfaatkan energi ramah lingkungan tak selalu dari mereka yang lama berkutat di bidang energi atau yang duduk di bangku kuliah. Gagasan itu bisa muncul dari mereka yang masih belia, misal, pelajar SMA.

Seperti pelajar SMA Kristen Harapan, Denpasar, Bali. Mereka mengembangkan pindekan atau kincir angin khas Bali sebagai pembangkit listrik.

Ignacius Gilbert dan rekan merancang alat itu sebagai solusi penerangan lahan pertanian menggunakan energi terbarukan. Dia mengatakan, ide awal dari pindekan yang sehari-hari dilihat di sawah depan rumah.

“Kebetulan depan rumah ada sawah berpindekan. Saya teringat kincir angin sebagai pembangkit listrik,” katanya, Minggu, (6/3/16) di Yogyakarta. Mereka peserta lomba karya tulis ilmiah yang diselenggarakan mahasiswa jurusan Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada.

Kulit manggis dan tepung kulit manggis sebagai bahan pembuatan bioetanol. Foto: Nuswantoro
Kulit manggis dan tepung kulit manggis sebagai bahan pembuatan bioetanol. Foto: Nuswantoro

Pindekan di Bali, biasa ditemui di sawah atau ladang. Kadang juga antara rumah-rumah. Tiang terbuat dari bambu tiga sampai enam meter. Bilah kincir angin dari kayu atau bambu ditipiskan. Pindekan memiliki suara khas yang dihasilkan baling-baling. Kincir angin ini sebagai pengusir tikus, burung, sekaligus hiburan buat petani.

“Saya lalu berdiskusi dengan guru pembimbing Karya Ilmiah Remaja, lalu mencoba membuat prototyipe. Sempat kami ikutkan Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja tingkat Bali 2015,” katanya.

Versi awal, hanya dipasang dinamo mengubah gerak menjadi energi listrik. Lalu arus listrik dialirkan lewat kabel yang dihubungkan ke lampu LED. Prinsip kerja seperti dinamo sepeda.

“Sayangnya, versi pertama nyala tidak lampu tergantung ada tidaknya angin, juga kecepatan angin. Jadi kurang maksimal,” kata rekan Gilbert, Andrew Alvaro Harun. “Kami punya ide memadukan dengan panel surya. Akhirnya terbentuklah Pembangkit Listrik Hibrid Pindekan.”

Beberapa kelemahan versi pertama diperbaiki. Selain tambah panel surya, juga dipasang baterai penyimpan listrik dan komponen charge controller.

“Syarat efektif menghasilkan tenaga listrik adalah kecepatan angin lebih lima meter per detik. Angin di sawah tak konstan, kami padukan panel surya 1,5 volt, ditambah lampu LED dua watt. Saat tak ada angin atau cahaya cukup, baterai langsung mengalirkan daya untuk menghidupkan lampu dari listrik yang disimpan.”

Petani menanggapi positif. Sudh ada petani memasang pindekan merasa senang.“Petani merasa diuntungkan karena saat memeriksa pengairan sawah malam hari biasa harus membawa lampu. Kalau ini diterapkan bisa menghemat energi, tidak perlu membawa lampu lagi,” katanya.

Pindekan mulai jarang ditemukan. Di desa mungkin banyak, tetapi di kota sulit ditemui. Mereka ingin mengangkat kembali kearifan lokal dengan menggabungkan untuk pemanfaatan energi.

Bioetanol kulit manggis

Ada lagi temuan pelajar SMA 1 Probolinggo. Sebagai daerah penghasil manggis, pelajar-pelajar SMA ini risau dengan banyak kulit manggis yang dibuang. Padahal, kulit manggis memiliki kandungan karbohidrat.

Feri Dwi Putra Suhartono, salah satu penemu, menerangkan, awalnya kulit manggis dipotong kecil-kecil, lalu dikeringkan selama dua hari. Selanjutnya, dihaluskan menjadi bubuk, sebelum proses hidrolisis asam.

“Kami coba memakai dua jenis asam kuat, HCL dan H2SO4. Kedua asam diencerkan, HCL 20 mililiter dan 380 mililiter aquadest. Begitu juga H2SO4. Kami ambil masing-masing 200 mililiter, dicampur 400 gram tepung kulit manggis, diaduk, diamkan selama satu jam. Tujuannya supaya larutan cepat menjadi glukosa,” katanya.

Berikutnya, fermentasi larutan dengan mencampurkan lima gram ragi tape, ditempatkan wadah tertutup dan tunggu tiga hingga lima hari. Setelah jadi, pisahkan ampas dan air.

“Larutan hasil fermentasi didestilasi, dengan memanaskan 75-80 derajat celcius. Kalau lebih 80 derajat yang keluar air, kurang 75 derajat uap alkohol tak akan naik.”

Proses destilasi dengan mengalirkan air melalui pipa pendingin agar terjadi kondensasi pada uap alkohol dan menghasilkan bioetanol.

Dalam percobaan hidrolisis asam HCL dihasilkan 35 mililiter bioetanol, H2SO4 50 mililiter. “Dengan H2SO4 bisa bioetanol lebih banyak,” katanya. Untuk 100 mililiter bioetanol, perlu 800 gram tepung kering, atau satu liter bioetanol, perludelapan kilogram kulit manggis.

Pindekan untuk penerangan di lahan pertanian karya pelajar SMA Kristen Harapan Denpasar, Bali. Foto: Nusawantoro
Pindekan untuk penerangan di lahan pertanian karya pelajar SMA Kristen Harapan Denpasar, Bali. Foto: Nuswantoro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,