Lahan gambut di Indonesia mengalami kerusakan, sehingga Presiden Jokowi membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG). BRG fungsinya menata atau merestorasi gambut di Indonesia dengan target 2-3 juta hektare lahan gambut.
Ternyata, lahan gambut yang rusak akibat kebakaran pada 2006 lalu, kemudian dijadikan kebun plasma nutfah seluas 20 hektare, yang berada di Sepucuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, yang pada Agustus 2015 lalu pernah dikunjungi Mongabay Indonesia, sukses bertahan dari ancaman kebakaran, termasuk pada 2015.
“Selama enam tahun, lahan gambut yang sebelumnya terbuka dan kosong tanpa pepohonan, saat ini telah rimbun oleh penutupan pohon berkisar antara 50 – 70 persen,” kata Iskandar, Bupati OKI, kepada Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan Agus Justianto, Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian Lingkungan Hidup, Senin ([07/03/2016).
Beragam jenis pohon berkarakter lahan gambut yang ditanam, seperti jelutung, ramin, punak, perupuk, meranti, medang klir, beriang, gelam, perepat, dan geronggang. Tapi, jenis tanaman yang dominan adalah jelutung.
“Kenapa saat kemarau 2015 lalu lahan ini terjaga, sebab tanaman gambut yang ditanam ini sifatnya mempertahankan air,” kata Bastoni, peneliti dari Balitbang LHK Palembang, yang mengembangkan kebun plasma nutfah tersebut.
Alex Noerdin memuji langkah yang dilakukan Pemerintah OKI dan Balitbang LHK Palembang. “Saya mengapresiasi apa yang dilakukan, apa lagi ini sudah menjadi soroton dunia nternasional melalui ITTO, semoga dapat diterapkan di tempat lain,” kata Alex.
Alex juga menyampaikan kepada semua pihak untuk bekerja sama mencegah kebakaran hutan dan lahan di tahun ini.
Agus Justianto pun mengatakan, kebun konservasi plasma nuftah di OKI ini dapat dijadikan role model nasional. “Ini bisa menjadi percontohan. Gambut hanya dapat direstorasi dengan tumbuhan ekosistemnya. Kita akan buat seperti yang dilakukan OKI di tempat lain,” katanya.
Dr. Najib Asmani, staf khusus Gubernur Sumsel bidang perubahan iklim, menuturkan apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten OKI di Sepucuk sebenarnya sesuai dengan amanat yang disampaikan Raja Sriwijaya yang termuat dalam Prasasti Talang Tuwo, yakni membuat sebuah kebun—yang di masa lalu disebut Taman Srisetra—dengan melakukan penataan air, dan melakukan penanaman sejumlah tanaman berkarakter lahan di Sumatera Selatan. Jenis tanaman tersebut bukan hanya ramah lingkungan, juga dapat dijadikan pangan bagi semua makhluk hidup, seperti aren, bambu, pinang, kelapa, dan lainnya.
“Semoga jenis tanaman di Sepucuk ini selain mampu menjaga lahan gambut, juga menjadi sumber penghidupan semua makhluk hidup, yang artinya bukan hanya manusia,” kata Najib.
Hadang kanal
Sebelumnya dalam Workshop Jurnalis Karhutlah Sumsel yang digelar Mongabay Indonesia bersama Pemerintah Sumsel dan UNDP-REDD+, Sabtu (05/03/2016), Dr. Rubiyanto Hendro Susanto, anggota BRG dan Program Coordinator Land and Water Management Specialist, mengingatkan agar pemerintah dan masyarakat Sumatera Selatan untuk segera menjaga air di rawa gambut guna mencegah kekeringan musim kemarau 2016 ini.
“Jangan terlena dengan musim penghujan saat ini, karena kemarau segera tiba,“ kata guru besar dari Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya ini.
“Untuk menjaga kualitas air di lahan rawa gambut, caranya sangat mudah. Warga maupun perusahaan sebagai pengelola lahan gambut cukup menutup aliran air dengan tanggul agar gambutnya tidak kering saat kemarau nanti.”
Dijelaskannya, saat aliran air di lahan gambut, baik berupa kanal atau anak sungai ditahan dengan tanggul, maka sudah meminimalisir kebakaran karena lahannya tidak kering saat kemarau.
Rubiyanto sendiri telah melakukan restorasi rawa gambut dengan membuat Museum Rawa Indonesia, museum rawa satu-satunya di Indonesia.