,

Udang Windu Ternyata Lebih Berpotensi dari Udang Vaname. Tapi…

Keberadaan udang windu di Indonesia saat ini memang hampir kalah bersaing dengan udang vaname. Meskipun harganya sedikit lebih tinggi dari udang vaname, namun udang windu dinilai lebih sulit dalam proses budidayanya. Karenanya, udang vaname saat ini menjadi primadona budidaya udang di Indonesia.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Subijakto menjelaskan, meski petani banyak yang berminat untuk membudidayakan udang vaname, namun udang windu justru dinilai memiliki peluang pasar lebih besar. Dengan kondisi tersebut, KKP akan mendorong peningkatan produksi udang windu dari sekarang hingga ke depan.

“Udang windu merupakan udang asli Indonesia yang harus tetap dikembangkan. Meskipun saat ini, produksinya masih kalah dengan udang vaname, tetapi pasar untuk udang windu masih terbuka lebar, sehingga tetap perlu didukung dengan ketersediaan induk dan benih yang kontinyu,” ungkap Slamet, pada Selasa (08/03/2016).

Menurut dia, walau dari sisi produktivitas masih kalah dari udang vaname yang terkenal tahan dari serangan penyakit, namun udang windu dalam waktu lima tahun terakhir terus memperlihatkan produksi meningkat. Selama kurua waktu 201-2014, produksi mencapai kenaikan rerata 4,81% per tahun.

“Pada 2010 angkanya masih 125.519 ton, namun kemudian pada 2014 angkanya naik menjadi 131.809 ton. Untuk 2015, angka sementara mencapai 201.312 ton atau 20% dari total produksi nasional,” tutur dia.

Slamet memaparkan, hingga saat ini, Produksi udang windu sebagian besar disumbang dari budidaya dengan sistem tradisional hingga tradisional plus. Cara tersebut biasa ditemui di Provinsi Kalimantan Timur.

“Cara budidaya dengan sistem ini kita dukung karena selaras dengan keberlanjutan. Ke depan, kita dukung dengan membenahi saluran irigasi di tambak-tambak tradisional tersebut sehingga kontinuitas produksi udang windu di wilayah ini dapat terwujud,” tambah Slamet.

Saat ini, dari seluruh provinsi yang mengembangkan budidaya udang windu, Kaltim masih memegang rekor sebagai sentra produksi udang windu nasional.

“Potensi Kalimantan Timur cukup besar untuk pengembangan udang windu ini. Saat ini yang perlu ditekankan adalah budidaya udang windu dengan memperhatikan keberlanjutan, baik keberlanjutan lingkungan maupun keberlanjutan usaha. Dua hal ini harus berjalan beriringan, menuju kejayaan udang windu seperti pada tahun 90-an,” sebut dia.

Resiko Budidaya Udang Windu

Walau masuk dalam komoditas yang digenjot KKP, namun budidaya udang windu hingga saat ini dinilai masih memiliki kerentanan yang tinggi dibandingkan dengan udang vaname. Kerentanan tersebut, karena udang windu masih gampang terserang penyakit atau virus yang bisa menimbulkan kematian.

Slamet Subijakto sendiri sudah mengakui tentang kerentanan tersebut. Menurut dia, saat ini pihaknya akan terus mensosialiasikan tata cara budidaya yang aman dan baik untuk udang windu. Tata cara tersebut, menyangkut dengan kesehatan udang yang sedang dibudidayakan dikaitkan dengan lingkungan sekitar.

“Udang windu memang rentan. Kita akan memandu petani untuk bisa bertahan dan berhasil membudidayakannya. Kita juga akan berikan mereka benih-benih yang bagus,” ucap dia.

Pernyataan Slamet tersebut untuk menyikapi kematian masal udang windu di Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang terjadi menjelang akhir 2015 lalu. Saat itu, udang windu yang mati jumlahnya mencapai 40 ton dengan kerugian ditaksir mencapai Rp40 miliar.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang Musril saat itu mengatakan, melihat kondisi fisik udang yang mati, kemungkinan karena ada serangan white spot syndrome virus. Virus tersebut adalah jenis penyakit yang menginfeksi organ penting dan menyebabkan kematian sampai 100% dalam waktu 3-10 hari setelah adanya gross sign.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,