, , ,

Alam Itu Indah, Tapi Harus Dilindungi oleh Hukum

Potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia selama ini diakui sangat besar dan beragam. Tetapi, potensi tersebut sejak lama tak bisa dijaga dan bahkan dilindungi oleh Negara. Salah satu alasan, karena Indonesia masih belum membuat regulasi yang jelas dalam kontitusi kenegaraan.

Pernyataan tersebut diungkapkan Mas Achmad Santosa, Ketua Satuan Tugas IUU Fishing Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat meluncurkan karyanya dalam sebuah buku berjudul “Alam pun Butuh Hukum & Keadilan” bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-60 di Jakarta, Kamis (10/03/2016).

Dia mengungkapkan, karena belum ada regulasi yang jelas, penyelamatan terhadap sumber daya alam sejak lama tidak bisa dilakukan. Pada akhirnya, secara perlahan kekayaan tersebut menjadi berkurang dan terancam habis.

Mas Achmad menjelaskan, meski saat ini kondisinya jauh lebih baik, tetapi Indonesia pernah harus melalui masa sulit karena konstitusi Negara tidak terlalu jelas dalam mewadahi gagasan konstitusional norma hukum perlindungan ekosistem sumber daya alam.

“Namun, kemudian Indonesia mulai masuk dalam fase yang terang, dimana Negara mulai menyadari perlunya ada perlindungan ekosistem sumber daya alam,” tutur dia.

Menurut dia, semakin kuat hak konstitusional diakui dalam suatu negara, maka semakin kuat pula posisi tawar rakyat dan alam, negara dan kelompok kepentingan yang suka mengeksploitasi sumber daya alam.

“Untuk itu, diperlukan greener constitution untuk memperkokoh paradigma pembangunan yang berpihak kepada perlindungan  daya dukung ekosistem  yang berkeadilan,” sebut dia.

Greener constitution semakin relevan  saat ini, di tengah munculnya gejala  yang sangat kuat adanya pengabaian terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan yang digagas hampir tiga dekade lalu,” tambah dia.

Mas Achmad menuturkan, di tengah kondisi seperti sekarang ini,  Indonesia menghadapi kenyataan bahwa perangkat kebijakan perlindungan ekosistem seperti KLHS (kajian lingkungan hidup strategis), RTRW (rencana tata ruang wilayah), Amdal, dan Izin Lingkungan hanya sebuah formalitas saja.

Lima Bab

Dalam karya Mas Achmad yang diluncurkan kemarin, ada banyak fakta menarik tentang perlindungan terhadap ekosistem di Indonesia. Dan, pria berkacamata itu membagi fakta-fakta tersebut ke dalam lima bab yang ditulis dengan narasi menarik.

Lima bab yang termaktub di dalam buku tersebut, menurut pengakuan dia, disarikan dari ide greener constitution yang menjadi konsentrasinya selama ini. Kelima bahasan tersebut, juga menjadi rangkuman dari perjalanan karirnya sebagai praktisi hukum yang konsen pada perlindungan hukum terhadap ekosistem sumber daya alam.

Dari lima bab yang ada, Mas Achmad memposisikan bab tetang pemberantasan Illegal Fishing di urutan pertama. Bagi dia, bahasan tersebut layak menjadi yang utama, karena itu menjadi era baru bagi Indonesia dalam menegakkan kedaulatan negara di atas Laut Indonesia.

Penangkapan dua kapal asing penangkap ikan ilegal asal Thailand oleh Kapal Pengawas Hiu Macan Tutul 005 di perairan teritorial Laut Anambas, Kepulauan Riau yang kemudian dibawa ke Satker PSDKP Batam pada 11 Maret 2015. Foto : Ditjen PSDKP KKP
Penangkapan dua kapal asing penangkap ikan ilegal asal Thailand oleh Kapal Pengawas Hiu Macan Tutul 005 di perairan teritorial Laut Anambas, Kepulauan Riau yang kemudian dibawa ke Satker PSDKP Batam
pada 11 Maret 2015. Foto : Ditjen PSDKP KKP

Bab lainnya, adalah tentang sisi kelam perdagangan orang pada usaha perikanan, potensi penegakan hukum administrasi dalam perlindungan hukum lingkungan hidup, membuka akses keadilan melalui citizen law suit (CLS), dan perubahan iklim serta REDD+ yang dibagi dalam dua bab terpisah.

Kesenjangan antara Aturan dan Praktik

Pakar hukum Jimly Asshiddiqie yang hadir dalam peluncuran buku tersebut, mengungkapkan bahwa apa yang dituliskan Mas Achmad menjadi penegas bahwa hukum untuk perlindungan ekosistem sumber daya alam perlu ditegakkan.

“Kalau dibandingkan dengan negara lain, memang kita masih tertinggal. Tetapi, kita sekarang sudah mencapai kemajuan, walau masih ada kesenjangan antara regulasi yang ada dengan praktik di lapangan,” sebut dia.

Lain Jimly, lain pula Todung Mulya Lubis. Pakar hukum tersebut mengatakan bahwa tulisan Mas Achmad tersebut membuka cakrawala baru terkait perlindungan hukum untuk ekosistem di Indonesia. Karena, ternyata tidak hanya tentang sumber daya alam saja, masih banyak aspek lain yang juga berkaitan erat.

“Tapi, ke depan, saya berharap perlindungan hukum itu bisa juga meluas ke hewan atau satwa yang ada di Indonesia. Artinya, bukan lagi natures right, tapi spesifik animals right,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,