,

Kalimantan Barat Harus Tangkas dan Jeli Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan

Sekitar 30 pria berseragam pemadam kebakaran, berbaris diteriknya siang. Di hadapan mereka disusun dua alat pemadam, gulungan selang, dan perlengkapan pemadam lainnya. Di lapangan sepakbola PT. Agrolestari Mandiri, Desa Sungai Kelik, Rabu 3 Maret 2016, warga desa yang berada di konsesi perusahaan tersebut, dilatih untuk memadamkan kebakaran lahan.

Para pemadam ini dilatih untuk mengadapi berbagai kondisi lahan yang terbakar. Selain peralatan mumpuni, perusahaan juga memiliki sebuah drone, si pemantau udara guna  menentukan koordinat dan lokasi yang sulit dijangkau.

Dalam simulasi juga diperagakan bagaimana seorang warga yang ditunjuk sebagai komandan dan karyawan perusahaan bertukar informasi melalui handy talkie mengenai kebakaran yang dilakukan masyarakat untuk membuka lahan. Klimaksnya adalah warga berhasil menangani api dengan berbagai teknik, istri petani pelaku pembakar lahan pingsan karena menghirup asap, sementara pelaku ditangkap polisi.

Upaya pembentukan tim pemadam kebakaran yang terdiri dari warga desa ini merupakan Program Desa Siaga Api PT. SMART Tbk, anak usaha Golden-Agri Resources (GAR). Tahap awal, program tersebut diimplementasikan pada delapan desa binaan di Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Peluncurannya, dilakukan Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, bersama pejabat terkait dan CEO PT. SMART Tbk Kalbar, Susanto. Implementasi program desa siaga api akan menyusul pada sembilan desa di Jambi, April 2016.

Perempuan, manula, dan anak kecil merupakan individu yang paling rentan terhadap dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Rencananya, program desa siaga api akan berlangsung tiga tahun dan akan terus dievaluasi. “Kita memastikan efektivitasnya, sebagai wujud dukungan kami pada program pemerintah, mewujudkan Indonesia bebas kebakaran hutan dan lahan,” kata Susanto.

Setiap desa, terdapat satu regu yang terdiri 15 personel. Manggala Agni Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat yang melatih regu pemadam kebakaran lahan tersebut. Seluruh relawan dilatih menyampaikan informasi secara cepat ke tim penanggulangan, baik melalui surat elektronik, SMS, maupun telepon. “Pemantauan mengunakan sistem monitoring hot spot berbasis satelit yang hasil pengolahan datanya diteruskan ke Posko Satgas Desa Siaga Api,” katanya lagi.

Warga juga diajari teknik participatory mapping, memetakan batas desa, serta merencanakan pengunaan lahan di wilayah mereka. Peta ini membantu masyarakat memperjelas tugas dan tanggung jawab setiap desa dalam pencegahan dan penanganan karhutla. Desa siaga api menawarkan solusi alternatif praktik pertanian tanpa bakar seperti  pertanian di tanah demplot yang disepakati warga, pengunaan pupuk ramah lingkungan, dan perbaikan tata kelola air.

Susanto mengatakan, PT. Smart Tbk telah menerapkan SOP pembukaan kebun sawit tanpa bakar sejak 1997. “Kemudian, 4 Februari 2011, kami komit tidak lagi menanam sawit di areal gambut. Lahan dengan nilai konservasi tinggi, kami jaga dan rawat, tidak dibuka menjadi perkebunan,” tegasnya.

Simulasi Desa Siaga Api dan penanganan kebakaran yang terjadi. Foto: Aseanty Pahlevi
Simulasi Desa Siaga Api dan penanganan kebakaran yang terjadi. Foto: Aseanty Pahlevi

Peran swasta

Pemerintah Kalimantan Barat memang mendorong pihak swasta untuk bersama mengatasi karhutla. Cornelis, Gubernur Kalimantan Barat, bahkan menekankan upaya penanggulangan yang dilakukan perusahaan merupakan kewajiban.

Hingga bulan ke tiga tahun ini, Kalimantan Barat diuntungkan dengan curah hujan yang tinggi sehingga titik api dapat dikendalikan. “Awal Februari, kita sudah rapat dan minta perusahaan membuat embung air, sekat kanal, serta pembinaan desa-desa sekitar,” kata Cornelis, di sela peluncuran Program Desa Siaga Api itu.

Cornelis mengatakan, berdasarkan pengalamannya saat menjabat bupati maupun gubernur, perusahaan perkebunan harus ditekankan untuk menjalankan kewajiban menjaga konsesinya agar tidak terbakar. “Karyawan dan masyarakat harus harmonis. Persoalan sekarang ada di tangan kita semua. Kita harus punya hati nurani untuk menjaga lingkungan,” ujarnya.

Bupati Ketapang, Martin Rantang, yang hadir dalam kegiatan menambahkan, pada 24 Februari, pemkab bersama polres, kodim, DPRD, kejaksaan dan kecamatan se-Ketapang telah menggelar rapat, membentuk satu pleton masyarakat pencegah karhutla. “Kami sepakat dan berkomitmen. Kami minta desa-desa yang sering kebakaran menyiapkan alat pemadam melalui alokasi dana desa.”

Martin mengatakan, akan memberikan reward dan punishment. “Desa yang selama kemarau tidak ada titik api, pemkab berikan reward. Sedangkan punishment ke arah penegakan hukum.”

Citra Satelit Modis yang menunjukkan kebakaran yang terjadi di PT. Agro Lestari Mandiri 2015. Sumber peta: Swandiri Institute
Citra Satelit Modis yang menunjukkan kebakaran yang terjadi di PT. Agro Lestari Mandiri 2015. Sumber peta: Swandiri Institute

Pengalihan isu

Peneliti Swandiri Institute, Arif Munandar, menyatakan upaya PT. Smart Tbk dalam membentuk Desa Siaga dan Brigade Pemadam Api, adalah upaya pengalihan isu substantif. “Itu dari kacamata saya. Namun beralasan, dari data yang kita temukan di 2015 menunjukkan adanya kebakaran lahan di areal perusahaan tersebut.”

Arif memaparkan, dari citra satelit Modis, kebakaran lahan terjadi di PT. Agro Lestari Mandiri sebanyak 590 titik api. Selain itu, terdapat 15 hotspot di anak perusahaan PT. Smart Tbk yakni Bangun Nusa Mandiri di tahun yang sama. Sebagian besar hotspot berada di kawasan yang masih memiliki tutupan hutan di konsesi perusahaan tersebut.

Dari pola hotspot, terindikasi ada upaya melakukan pembukaan lahan baru dengan cara membakar. Alasannya, karena hotspot berada di tengah konsesi sawit yang masih baik tutupan hutannya dan jauh dari permukiman maupun perkebunan atau ladang masyarakat.

“Kalau kita melihat mandat dari UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perusahaan diwajibkan menyediakan sarana dan prasarana tanggap darurat kebakaran hutan di tingkat internal. Ini bisa dicek apakah perusahaan mememiliki persyaratan tersebut.”

Menurut Arif, perusahaan menjadikan masyarakat seolah pelaku pembakaran hutan dan lahan. Pembentukan dan membangun kesiapsiagaan masyarakat dalam penanggulangan karhutla merupakan pengaburan fakta bahwa perusahaan adalah pelaku pembakaran lahan yang masif.

Walaupun kebakaran berada di lahan dengan status areal peruntukan lain (APL), tetap saja dalam pembukaan lahan harus zero burning. Realitasnya, untuk efisiensi biaya pembukaan lahan, perusahaan masih melakukan pembakaran. “Sebagai informasi tambahan, perusahaan juga wajib melindungi tutupan hutan tersisa dalam konsesinya sebagai kawasan HCV ataupun HCS. Dari data satelit modis, justru wilayah yang memiliki nilai konservasi tinggi dalam konsesi tersebut justru pusatnya hotspot,” papar Arif.

Sejumlah hotspot yang ada di PT. Bangun Mandiri, anak perusahaan PT. Smart Tbk berdasarkan Citra Satelit Modis. Sumber peta: Swandiri Institute
Sejumlah hotspot yang ada di PT. Bangun Mandiri, anak perusahaan PT. Smart Tbk berdasarkan Citra Satelit Modis. Sumber peta: Swandiri Institute

Susanto membenarkan kebakaran yang terjadi di konsesinya. “Namun, semua memang karena masyarakat. Perlu diketahui, dalam satu izin lokasi tidak semua kami kuasai dan tanami sawit. Di sekitar izin lokasi, kerap enclave dengan lahan masyarakat. Jika dilihat dari pencitraan satelit, hotspot memang ada di konsesi.”

Susanto menuturkan, tidak mungkin pihaknya melakukan pembakaran karena sejak 1997 telah memiliki SOP pembukaan lahan. Jika diketahui ada manager atau asisten manager yang melakukan pembakaran dalam land clearing, akan dipecat. Terkait kebakaran yang masih terjadi, merupakan masalah yang harus diatasi bersama. Salah satu cara, mencanangkan Desa Siaga Api.”

Tokoh Masyarakat Adat Panglima Lawai Datuk Lawai (70), mengatakan, pemerintah dan perusahaan kerap menyalahkan masyarakat adat dalam pembukaan lahan. “Kalau masyarakat ada yang membakar, itu oknum.”

Menurut Lawai, teknik yang digunakan masyarakat Dayak dalam budidaya tanamanan padi adalah menggunakan sekat. Setiap satu hektar lahan pertanian dibuat sekat, sepanjang satu hingga tiga meter. Gunanya untuk menghalangi penyebaran api. “Masyarakat yang menjadi kaki tangan perusahaan, tidak bisa digeneralisasi, sehingga ditempatkan sebagai pelaku pembakaran lahan,” jelasnya.

Anggota Komisi III DPR, Erma Suryani Ranik, menambahkan, masyarakat adat Dayak hingga saat ini tetap mempertahankan cara bertani dan teknik yang diturunkan nenek moyang. “Kalau membakar, semua mereka jaga. Tidak boleh lengah. Luasannya tidak besar. Saya sendiri masih berladang di kampung, walau tidak ditangani sendiri,” katanya.

Menurut Erna, pemerintah harus menjerat pelaku pembakaran hutan dan lahan hingga ke tingkat koorporasi. Polri sebagai leading sector dalam menangani kasus karhutla , harus mengasah sumber daya manusianya. “Kemampuan polisi menganalisis peta, menentukan koordinat asal api, menjerat pelaku dengan pasal yang sesuai, sangat menentukan kasus yang ditangani. Kalau putusan pengadilan rendah, itu hulunya. Harus dicermati hilirnya, apakah jeratan hukum sudah tepat atau belum,” paparnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,