, , , ,

Menjaga Sumber Air di Tengah Beragam Ancaman

Cuaca mendung. Udara dingin terasa kala saya tiba di sumber matar air Muncul, Salatiga, 19 Februari lalu. Suara musik dari panggung utama di kolam pemandian dan sempritan tukang parkir berbaur menjadi satu. Tampak poster, banner, sampai patung berbentuk petani dari daur ulang sampah bertuliskan pesan-pesan konservasi air dan alam.

Beragam karya seni lainnya dipasang di sekitar panggung dan sungai. Stand-stand berbagai komunitas menjual kaos, buku, kerajinan, sepeda bambu, dan produk daur ulang lain. Itulah suasana di Festival Mata Air (FMA) 2016 di Salatiga.

Kristanto Irawan Putra, Ketua Panitia FMA 2016 mengatakan, FMA di Muncul karena arti penting Muncul bagi Salatiga. Ia rekreasi pemandian dan pemancingan dan sebagai sumber mata air ke Rawa Pening. Rawa Pening untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air Jelok di Tuntang. Listriknya dinikmati warga Salatiga.

Dengan tagline “Air Kita, Masa Depan Kita,” katanya, karena melihat sungai di Muncul sering jadi tempat pembuangan sampah. Jadi penting meningkatkan kesadaran bahwa sampah masih bernilai, misal sampah organik bisa jadi kompos, plastik jadi polietilene (media seni ukir).

Debit air Muncul terus menurun. Penyebabkan, antara lain sampah, penebangan hutan, kebakaran hutan, maupun pembangunan tak berwawasan lingkungan.

Sejak 2009 hingga kini, ada beberapa upaya konservasi dan menghasilkan perubahan positif. Di sumber air Senjoyo, awalnya debit air 1.150 liter per detik pada 1999.

Sejak penebangan besar-besaran di Lereng Merbabu dan banyak timbunan plastik di Senjoyo, debit air turun jadi 900 liter per detik. Sejak konservasi air, pada 2014, debit air Senjoyo menjadi 1600 liter per detik.

Berdasarkan data Kantor Lingkungan hidup (KLH) Salatiga, ada empat mata air besar di Salatiga yaitu Kalitaman, Kalisombo, Benoyo, dan mata air Senjoyo.

Mata Air Muncul ada di Lereng Gunung Merbabu salah satu daerah tangkapan air di wilayah bawah, termasuk Senjoyo.

“Lewat FMA kami bersih sungai bersama warga dan pemerintah, edukasi dan sosialisasi menyelamatkan air melalui seni dan musik,” kata Kris.

Aktivis Komunitas Tanam Untuk Kehidupan (TUK), Titi Permana mengatakan, FMA selalu menekankan arti penting air bagi kehidupan.

Upaya TUK dengan membantu pembibitan, sekaligus penanaman di Lereng Merbabu. Juga ribuan bibit endemik. Pembibitan di lahan kosong Dusun Pulihan dengan pengelola, Karang Taruna Tunas Krida Bakti.

“Sejak 2009-Desember 2014, ada 20.000 bibit ditanam sekitar 50 hektar,” katanya.

Gede Robi, Vocalis Navicula, juga hadir pada FMA, mengatakan, isu air sangat penting bagi kehidupan manusia. “Hutan dan mata air di hulu wajib dijaga. Di hilir sungai harus dijaga, jangan diprivatisasi,” katanya.

Pesan FMA 2016 dalam bentuk patung petani membawa sampah. Dampak rusaknya mata air dan sungai akan langsung terkena pada petani. Foto: Tommy Apriando
Pesan FMA 2016 dalam bentuk patung petani membawa sampah. Dampak rusaknya mata air dan sungai akan langsung terkena pada petani. Foto: Tommy Apriando

Begitu juga Ahmad Bahruddin, pegiat konservasi dan penggagas Sekrikat Paguyuban Petani Qoriyah Toyyibah Salatiga mengatakan, FMA harus menjadi ajang deklarasi bersama mengkonservasi air, melalui penghijauan atau membuat sumur serapan.

Dia mencotohkan, Qoriyah membuat sumur resapan di Desa Patemon. Ia daerah tangkapan air untuk sumber air Senjoyo yang digunakan warga Salatiga.

Keterancaman sumber air

Iksan Skuter, musisi Malang juga mengisi FMA mengatakan, di Malang ancaman sumber mata air juga terjadi, seperti di Gemulo, terancam pembangunan villa.

“Hilangnya air pasti terdampak bagi petani. Negeri ini agraris, menghidupi petani jaga air.”

Sucahyo, Kaprodi Biologi FB Univesitas Kristen Satya Wacana mengatakan, sungai sebenarnya untuk mencegah banjir. Namun, manusia seringkali beranggapan sungai yang meluaplah menyebabkan banjir. Sungai masih dipandang sebagai tempat “efektif” membuang sampah. “Padahal itu salah besar,” kata Sucahyo. Untuk itu, perlu mengembalikan fungsi sungai dan mata air dengan menjaga kelestarian dan kebersihan.

Memanfaatkan sampah

Siti Alimah, Direktur Bank Sampah Wares Tegalrejo, Salatiga, mencontohkan bagaimana mengelola sampah. Bank Sampah Wares, katanya, melibatkan kaum perempuan untuk menyetor sampah pada Jumat, sampah ditimbang. Lalu mencatat setoran dan masuk buku tabungan. Setiap Sabtu, Alimah memilah sampah mencuci, dan meneruskan ke ibu-ibu pembuat kerajinan.

Alhamdulillah, nasabah bank ini bisa memperoleh sisa hasil usaha paling sedikit Rp250.000 setiap tahun.“

Kerajinan mereka antara lain tas, korden, piring, gelas, dan mainan anak-anak. Alimah dan ketiga rekan memberikan pelatihanpembuatan produk kerajinan kepada warga.

Gede Robi, Vocalis Navicula, juga hadir pada FMA, mengatakan, isu air sangat penting bagi kehidupan manusia. “Hutan dan mata air di hulu wajib dijaga. Di hilir sungai harus dijaga, jangan diprivatisasi,” katanya.

Begitu juga Ahmad Bahruddin, pegiat konservasi dan penggagas Sekrikat Paguyuban Petani Qoriyah Toyyibah Salatiga mengatakan, FMA harus menjadi ajang deklarasi bersama mengkonservasi air, melalui penghijauan atau membuat sumur serapan.

Dia mencotohkan, Qoriyah membuat sumur resapan di Desa Patemon. Ia daerah tangkapan air untuk sumber air Senjoyo yang digunakan warga Salatiga.

 Sungai di sumber mata air Muncul yang mengalir ke irigasi para petani. Foto: Tommy Apriando
Sungai di sumber mata air Muncul yang mengalir ke irigasi para petani. Foto: Tommy Apriando
Karya seni berbentuk tangan manusia di FMA 2016. Setiap pengunjung yang membawa sampah botol plastik bisa dibuang di bawah instalasi ini. Foto: Tommy Apriando
Karya seni berbentuk tangan manusia di FMA 2016. Setiap pengunjung yang membawa sampah botol plastik bisa dibuang di bawah instalasi ini. Foto: Tommy Apriando
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,