,

Ada Cula Badak di Bandara Supadio, Jejak Badak Sumatera Terkuak?

Seorang netizen terkejut, saat dia berada di belakang pasangan penumpang yang tertahan X-Ray di Bandara Supadio Pontianak, 11 Maret 2016. Petugas bandara tidak berkenan meloloskan barang yang mereka bawa dan meminta melaporkan ke petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat.

Barang tersebut mirip cula badak. Namun, tampak keropos. Ujung serta sisinya kehitaman. Tak ingin mendapatkan masalah, si pemilik barang meninggalkan cula tersebut begitu saja. Kejadian ini menggelitik si netizen, dan segera melaporkan ke petugas bandara.

Beruntung, Anas Nasrullah, seorang aktivis lingkungan hidup melihat kejadian ini. Sejurus kemudian, dia membuat status di media sosial dan langsung mendapat berbagai komentar. Statusnya kemudian ditindaklanjuti oleh BKSDA dengan mengirimkan tim ke Bandara Supadio Pontianak, hari itu juga. Di statusnya, Anas mempertanyakan nasib cula jika dibiarkan begitu saja di bandara. Dia juga mempertanyakan, bagaimana bisa pembawa cula tersebut melenggang tanpa dimintai keterangan?

“Kami berupaya mencari tahu si pemilik cula, melalui pihak otoritas Bandara Supadio Pontianak, serta maskapai penerbangan,” kata Kepala BKSDA Kalbar, Sustyo Iriyono. Jika benar ini cula badak, kata Sustyo, diharapkan dapat membuka tabir jejak keberadaan badak sumatera di Kalimantan.

Kisah-kisah mengenai keberadaan badak di Kalimantan, banyak terdengar dalam cerita rakyat di Kalimantan Tengah. Warga Kuala Kapuas, kerap bercerita tentang makhluk bertanduk dekat mulutnya, serta ukuran kaki yang besar. Bahkan, terdapat foto dokumentasi Belanda tahun 1915, di sekitar hulu Sungai Barito mengenai sekumpulan pemburu Dayak yang berburu badak. “Jejak ini mudah-mudahan bisa menyambungkan mata rantai yang putus terhadap keberadaan badak di Kalimantan. Penting untuk ilmu pengetahuan,” tambah Sustyo.

Dismas Aju, penulis budaya dan sejarah di Kalimantan Barat, mengatakan, folks tentang badak di Kalimantan Barat memang minim. “Sepanjang pengetahuan saya, keberadaan Badak selain di Kalimantan Tengah, ada di Sabah, Malaysia,” katanya. Khusus di Kalimantan Barat, minim sekali cerita rakyat Dayak Kalbar, namun, tidak menutup kemungkinan jika pernah ada. Mengingat, ada temuan delapan badak sumatera yang tertangkap kamera jebak di Kutai Barat, Kalimantan Timur 2013.

Albertus Tjiu, Manager Program Kalimantan Barat WWF Indonesia mengatakan, temuan badak di Kalbar sangat menggelitik keingintahuan para peneliti. Sayang sekali, informasi mengenai sejarah keberadaan cula tersebut sangat minim. “Benda ini belum dapat kita sebut cula, sebelum dilakukan serangkaian tes DNA mengenai unsur penyusun yang terkandung di dalamnya,” kata Albert.

Bekerja sama dengan WWF Indonesia, BKSDA Kalbar akan menguji komposisi benda yang diduga cula tersebut ke Eijkman Institute for Molecular Biology, Jakarta. Dari pengujian, diharapkan dapat diketahui, apakah benda tersebut memang cula, bahkan perkiraan umurnya. “Untuk pemilik cula, kami masih mengidentifikasi penumpang melalui CCTV. Tengah diupayakan, namun perlu waktu,” ujar Sustyo.

 

Badak sumatera di Kalimantan yang terekam kamera jebak (Repro WWF-Indonesia) di Kutai Barat 2013 lalu. Foto: Hendar

Badak Sumatera di Kalimantan

Albert menunjukkan video aktivitas dua individu badak, betina dan anaknya, yang terekam kamera jebak di Kalimantan Timur. “Sebenarnya, tim akan melakukan penelitian orangutan, tetapi menemukan jejak badak,” kata Albert. Peneliti Badak WWF Indonesia, Iwan Setiawan, menemukan jejak segar pada 2014, menyusul delapan individu badak beberapa saat kemudian.

Dalam video tersebut, Iwan menjelaskan badak yang ditemukan adalah badak sumatera namun berbeda subspesies. Di Sumatera subspesiesnya Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis, sedang di Kalimantan Timur adalah Dicerorhinus sumatrensis harrissoni.

Perbedaannya, terletak pada bentuk fisik. Badak di Kalimantan ukuran badannya lebih kecil dan bulunya lebih lebat. Culanya ada dua dan lebih mendekati badak di Sabah. Persebarannya dari Sumatera, Kalimantan, sampai kaki Gunung Himalaya.

Badak Sumatera, memiliki dua cula, dikenal memiliki rambut terbanyak dibandingkan seluruh sub-spesies badak di dunia, sehingga sering disebut hairy rhino (badak berambut). Tubuhnya gemuk dan agak bulat, yang seluruh permukaan tubuhnya tertutup oleh rambut yang pendek dan kaku. Ada dua cula di kepalanya, bagian anterior yang berada di atas ujung moncongnya dan bagian posterior yang ada di atas matanya.

Postur tubuhnya paling kecil bila dibandingkan jenis badak lainnya, tingginya sekitar 120 cm-135 cm dengan panjang tubuh 240-270 cm. Pemberian nama Dicerorhinus sumatrensis oleh Fischer pada 1814 dianggap paling tepat yang hingga kini tetap dipertahankan meskipun pernah juga diberikan nama berbeda seperti Ceratorhinus sumatrensis (sumatranus) maupun Rhinoceros lasioti. Populasinya saat ini diperkirakan hanya 100 individu yang tersebar di Taman Nasional gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, hingga di Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Harapan, badak sumatera yang lahir dan besar di Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika Serikat, yang telah pulang ke Indonesia 2 November 2015. Saat ini, Harapan berada di Suaka Rhino Sumatera (Sumatran Rhino Sanctuary, SRS) Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad
Harapan, badak sumatera yang lahir dan besar di Cincinnati Zoo, Ohio, Amerika Serikat, yang telah pulang ke Indonesia 2 November 2015. Saat ini, Harapan berada di Suaka Rhino Sumatera (Sumatran Rhino Sanctuary, SRS) Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad

Mitos

Albert mengatakan, penemuan delapan badak sumatera yang terekam kamera jerat di Kalimatan Timur, dapat mendukung keberadaan badak di seluruh hamparan daerah Kalimantan. “Mungkin saja, karena Kalimantan tidak terekam mempunyai spesies badak tersendiri dan mungkin saja terjadi karena migrasi, saat semuanya masih dalam satu hamparan.”

Keberadaan badak di Kalimantan sangat jarang terekspos karena dalam jumlah kecil, dan tersembunyi dalam rimba. Motif perburuan menjadi penyebab menurunnya populasi badak Sumatera karena mitos culanya. “Aphrodisiac dipercaya sebagai obat untuk meningkatkan vitalitas padahal hanya mitos belaka. Kepercayaan lainnya, jika cula diolesi minyak gaharu bisa menangkal berbagai macam racun,” tambah Sustyo.

Benarkan cula badak berkhasiat? Albert yang juga peneliti mengatakan, pada dasarnya komposisi cula sama kandungannya dengan yang terdapat pada kuku manusia. Cula badak merupakan pengembangan jaringan epidermis yang terbuat dari keratin. Keratin merupakan manfaat protein yang diproduksi oleh folikel keratin. Jenis keratin tersebut menyerupai pembentuk rambut serta kuku pada manusia.

“Jadi tidak ada yang istimewa. Sama saja kita memakan kuku kita,” tukasnya. Alih-alih bisa menambah vitalitas, cula badak pun sebenarnya tidak bermanfaat apapun terhadap manusia. Cula hanya berguna bagi badak itu sendiri yakni, untuk mempertahankan diri. Mitos-mitos tersebut yang menyebabkan perburuan badak masih terjadi. Ditambah harga per gram cula badak mencapai Rp44 juta, adalah nilai yang menggiurkan.

Rhino Protection Unit saat melakukan simulasi bagaimana berbahayanya jerat yang dibuat pemburu terhadapa keselamatan satwa dan badak sumatera. Foto: Rahmadi Rahmad
Rhino Protection Unit saat melakukan simulasi bagaimana berbahayanya jerat yang dibuat pemburu terhadap keselamatan satwa dan badak sumatera di Way Kambas, Lampung. Foto: Rahmadi Rahmad

Haerudin R Sadjudin, ahli badak yang juga Program Manajer Yayasan Badak Indonesia (YABI) menuturkan, untuk mengetahui apakah cula tersebut asli atau palsu ada cara mudah yang bisa dilakukan. Cula merupakan keratin yang menggumpal, seperti kuku atau rambut pada manusia. Bila cula ini dibakar, baunya seperti rambut atau kuku yang dibakar juga. Andai cula tersebut dari plastik, akan terlihat tidak ada seratnya saat dibakar. “Ini cara mudah untuk membuktikannya. Bila melihat langsung saya bisa memastikan keabsahannya. Namun, uji laboratorium akan sangat baik untuk meyakinkan kita semua.”

Haerudin tidak menampik, cula yang coba diselundupkan ini menunjukkan adanya persebaran badak sumatera di Kalimantan Barat. Kami sudah melakukan penelitian dan pemantauan di Kalimantan Timur, dan pada perjalanannya YABI yang bekerja sama dengan WWF Indonesia dan Universitas Mulawarman (Unmul) akan melakukan ekspedisi ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. “Yang sudah dipastikan ada memang di Kalimantan Timur, di Kutai Barat tepatnya. Karena, badaknya sudah tertangkap, Maret 2016 ini.”

Persebaran badak sumatera, dulunya, memang ada di seluruh Kalimantan hingga Sabah dan Serawak, Malaysia yang kini populasi di alamnya sudah tidak ada lagi. Di Kalimantan, mulai dari Kayang Mentarang, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur yang dalam tiga tahun ini akan kami survei. “Berdasarkan wawancara dan kuesioner yang kami lakukan pada masyarakat, banyak bukti ditemukan adanya badak di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, terutama di Tanjung Puting yang pernah dilaporkan ada penjualan minyak kelapa hasil rendaman kepala badak tahun 1982.”

Terkait perburuan cula, menurut Haerudin, bukan hanya karena mitos tetapi juga ada kolektor yang menginginkannya. Semakin langka biasanya semakin meningkatkan prestise mereka. “Sekarang, cara yang dilakukan pemburu makin kejam. Karena culanya saja yang diincar, jerat-jerat yang mereka pasang, di tengahnya diletakkan bom atau sejenis dinamit yang langsung meledak bila diinjak. Kasus ini terdeteksi di Kutai Barat yang Februari lalu ada 46 jerat berhasil disisir oleh Rhino Protection Unit,” paparnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,