,

Dinilai Intervensi Kapal IUU Fishing, Indonesia Protes kepada Tiongkok

Indonesia meminta kepada Pemerintah Tiongkok untuk tidak melakukan intervensi atas penangkapan kapal ikan Costguard oleh KP HIU 11, armada milik Kementerian Kelautan dan Perikana (KKP). Tindakan Tiongkok tersebut dinilai sudah mencederai penegakkan hukum untuk kasus illegal, unreporterd, unregulated (IUU) Fishing di Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berpendapat, kasus IUU Fishing itu adalah kasus kriminal dan tentu saja harus dibedakan dengan kasus kenegaraan formal. Dengan demikian, apa yang dilakukan Tiongkok dengan mengambil kembali kapal Costguard untuk kembali ke negaranya merupakan tindakan yang dipertanyakan.

“Tiongkok mengklaim bahwa wilayah perairan yang dimasuki Costguard adalah wilayah traditional fishing ground mereka. Makanya, mereka merasa tidak bersalah dan membawa kembali Costguard ke negaranya,” ucap dia di kantornya, Senin (21/03/2016).

Menurut Susi, jika klaim Tiongkok tersebut benar, maka seharusnya Indonesia tidak menangkap kapal berbobot 300 gros ton (GT) itu di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (19/03/2016) siang. Tetapi, kenyataannya adalah klaim Tiongkok tersebut dipertanyakan, karena Indonesia tidak pernah mengakuinya.

Tidak hanya itu, Susi menerangkan, jikapun Indonesia tidak mengakui, maka setidaknya harus ada negara lain yang mengakui tentang status klaim dari Tiongkok. Oleh itu, dia mempertanyakan tentang klaim dari Tiongkok tersebut, karena pada akhirnya mengganggu proses hukum pada kapal Costguard.

Karena fakta tersebut, Susi meminta kepada Pemerintah Tiongkok untuk segera mengambalikan kapal Costguard ke Indonesia, sehingga proses hukum bisa dilanjutkan. Kata dia, pemberantasan IUU Fishing sangat penting untuk dilakukan karena itu demi keberlanjutan perikanan dan kelautan di Indonesia dan juga dunia.

“Indonesia itu selama ini hanya punya perjanjian dengan Malaysia saja. Jadi, kalau ada negara lain yang mengklaim, itu dipertanyakan kebenarannya,” sebut dia.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Susi mengaku akan melaporkan masalah tersebut ke Presiden Joko Widodo dan kemudian menunggu respon dari negeri Tirai Bambu itu. Jika memang tidak ada respon positif, maka langkah yang akan disiapkan adalah ke jalur hukum internasional.

ABK Ditahan

Meski kapal Costguard kembali ke Tiongkok, namun demi kelanjutan proses hukum, anak buah kapal (ABK) kapal tersebut yang berjumlah 8 (delapan) orang tetap ditahan di Indonesia. Tetapi, Susi berjanji bahwa penahanan para ABK tersebut akan mengikuti prosedur internasional.

Dia mengungkapkan, meski ABK ditahan Indonesia, tetapi Tiongkok juga secara resmi sudah mengajukan permohonan agar ABK bisa segera dikembalikan ke negara tersebut. Namun, perempuan besi tersebut menolak dengan tegas.

Sementara itu, Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat TNI Angkatan Laut Laksamana Muda Taufiq Rahman, mengungkapkan, apa yang dilakukan oleh KP HIU 11 dengan menangkap kapal Costguard sudah benar. Karena, kapal tersebut terdeteksi sedang melakukan perikanan ilegal di kawasan perairan Natuna.

Tentang majunya KP HIU 11 untuk menghadang Costguard, Taufiq menjelaskan, itu karena kapal ikan Tiongkok itu adalah kapal sipil dan sudah seharusnya jika kapal patroli yang menghadapi juga adalah kapal sipil milik KKP.

“Jika langsung diterjunkan adalah kapal TNI atau KRI langsung, maka itu adalah kapal perang. Tidak elok makanya. Di Natuna itu ada banyak kapal dari berbagai instansi, semuanya mendeteksi Costguard. Tapi, kemudian diputuskan yang maju itu adalah milik KKP,” jelas dia.

Terkait proses hukum untuk kapal Costguard, Taufiq mengatakan, itu akan diproses oleh Satgas IUU Fishing 115.

Agar kejadian masuknya kapal Costguard tidak terulang, Taufiq memastikan bahwa pengamanan patroli akan ditingkat berkali lipat. Salah satunya adalah dengan menerjunkan armada tambahan ke kawasan perairan Natuna. Selain dari TNI AL, armada juga akan ada dari Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan KKP.

“Kita akan tingkatkan frekuensi patroli lebih sering lagi. Kemudian, armada juga akan ditambah, dari KRI akan diterjunkan. Begitu juga dengan instansi lain, pasti akan ada penambahan. Kita memang harus menjaga kawasan perbatasan, utamaanya ZEE (zona ekonomi eksklusif) yang rawan,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,