, ,

Memperingati Hari Air, WWF Luncurkan Laboratorium Edukasi Air

Sungai mempunyai peranan penting bagi kehidupan. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan sungai, tak disangkal bahwa kelangsungan dan kesejahteraan hidup mereka bergantung pada sungai. Tidak hanya bagi manusia, bagi makhluk lain pun kehadiran sungai amat penting.

Sungai juga tak hanya sebagai alat transportasi dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, masyarakat juga mengandalkaan sungai sebagai sumber ekonomi. Namun pengembangan pembangunan di sekitar hutan yang tidak memperhatikan kawasan tangkapan air, membuat ekosistem sungai terganggu. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya erosi, sedimentasi dan pencemaran.

Atas dasar itulah, bertepatan dengan peringatan Hari Air Sedunia, WWF Indonesia bekerjasama dengan HSBC meluncurkan sebuah Laboratorium Edukasi Air di Rumah Belajar Bumi Panda, Bandung, Selasa (22/03/ 2016). Sebagai bagian dari HSBC Water Programme, laboratorium ini berfungsi sebagai sarana belajar bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait konservasi air, khususnya yang bersumber dari sungai.

Living Planet Report (LPR) yang dikeluarkan WWF Internasional di tahun 2014 menunjukkan Living Planet Index (LPI) untuk air tawar menurun secara signifikan sebesar 76% terhitung dari tahun 1970 – 2010. Hal ini berdampak kepada kematian 5 juta orang karena penyakit yang ditularkan melalui air setiap tahun.

Di Indonesia sendiri, menurut data tersebut, beberapa pulau sudah mengalami defisit air, di antaranya pulau Jawa, Sulawesi, Bali, dan NTT. Meski Sumatera masih memiliki surplus air tawar, namun saat ini keberadaan sumber-sumber air tawar tersebut terancam pencemaran yang diakibatkan aktivitas-aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti pertambangan, pembuangan limbah industri, limbah rumah tangga, dan aktivitas-aktivitas sosial lainnya. Fakta-fakta diatas mendasari WWF Indonesia untuk memprakarsai program penyadaran tentang isu air.

Di laboratorium air ini, pengunjung bisa melakukan uji terhadap contoh air yang dibawa dari rumah atau sumber lain untuk mengetahui kondisi atau kualitas air yang biasa dikonsumsi sehari- hari. Selain itu, pengunjung juga berkesempatan untuk mendapatkan pengetahuan tentang sumber dan manfaat air, serta banyak hal menarik lainnya tentang sungai dari seluruh Indonesia.

Devy Suradji,  Direktur Marketing WWF Indonesia mengatakan, laboratorium air ini juga menjadi sinergi serta  kolaborasi antara masyarakat di kawasan Rimbang Baling, Provinsi Riau dengan masyarakat perkotaan dalam melakukan upaya untuk melindungi sumber – sumber air tawar yang hanya 3% dari keseluruhan jumlah air di dunia.

Rimbang Baling merupakan salah satu kawasan yang menjadi kunci keberlanjutan ekosistem di masa depan bagi Pulau Sumatera. Beragam kearifan lokal untuk menjaga air telah dimiliki oleh masyarakat setempat, namun sayangnya mulai mendapatkan ancaman gangguan kawasan dengan adanya konversi lahan menjadi perkebunan sawit dan berbagai usaha pertambangan ilegal.

Hal tersebut yang menjadi sorotan WWF untuk mulai melakukan upaya proteksi sumber air di area tersebut melalui pendekatan kepada masyarakat agar bersama-sama mempertahankan kawasan Rimbang Baling agar tetap lestari.

Anak - anak mencoba melakukan penelitian air di laboratoriun air di Rumah Panda, Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/03/2016) untuk mengetahui kualitas air. Kegiatan tersebut mendidik anak usia dini untuk memiliki wawasan  tentang lingkungan. Foto : Donny Iqbal
Anak – anak mencoba melakukan penelitian air di laboratoriun air di Rumah Panda, Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/03/2016) untuk mengetahui kualitas air. Kegiatan tersebut mendidik anak usia dini untuk memiliki wawasan tentang lingkungan. Foto : Donny Iqbal

Air tawar yang hanya 1 persen dari keseluruhan air di dunia, pada 2013 saja bisa memenuhi 7.2 miliar manusia. Tentunya jumlah populasi akan terus bertambah, dan diperkirakan pada 2050 sekitar 9.6 miliar manusia harus tercukupi air.

Payment for Water Servis WWF, Agus Haryato mengatakan jumlah 3 persen ini tidak berubah karena air mengalami siklus air (tetap), justru yang bertambah adalah populasi manusia. “Hal kondisi inlah yang mengakibatkan isu krisis air menjadi isu yang global,” ucapnya. Data PBB menunjukkan hampir 65 negara telah mengalami krisis air. Terutama di Afrika, termasuk juga di Indonesia.

Dia menlanjutkan dari tahun ke tahun krisis air selalu 2012-2015 krisis air menjadi krisis nomor satu. Fakta tentang air bahwa diperkirakan pada 2030, kata Agus , 50 persen populasi manusia akan berada pada krisis air. Hampir satu miliar orang tidak dapat mengakses air bersih. “Kenapa hal itu bisa terjadi, sebab sejak tahun 1990 lahan basah 50 persen telah hilang,” ungkapnya.

Air sendiri menjadi sumber energi manusia, karena  seperlima listrik dihasilkan melalui air lewat PLTA. Sementara itu data dari kementerian Lingkungan Hidup (KLHK)  menunjukkan bahwa hampir di setiap pulau di Indonesia sudah mengalami defisit air. “Yang paling besar defisitnya yakni di Pulau Jawa,” katanya.

Anak-anak diberi pemahaman tentang fungsi sungai dan air bagi kehidupan di laboratoriun air di Rumah Panda, Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/03/2016). Di Rumah Panda ini selain bisa meneliti kualitas air, pengunjung juga dapat melihat profil keanekaragaman hayati terutama hewan-hewan yang terancam punah. Foto : Donny Iqbal
Anak-anak diberi pemahaman tentang fungsi sungai dan air bagi kehidupan di laboratoriun air di Rumah Panda, Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/03/2016). Di Rumah Panda ini selain bisa meneliti kualitas air, pengunjung juga dapat melihat profil keanekaragaman hayati terutama hewan-hewan yang terancam punah. Foto : Donny Iqbal

Sementara itu, Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) Jawa Barat, Anang Shudarna menilai hari air sedunia ini menjadi bahan refleksi terhadap lingkungan, bahwa begitu vitalnya air untuk kehidupan.

Masih banyak permasalah yang dihadapi, kata dia salah satunya adalah pencemaran yang masih masif terjadi. Dia melanjutkan ada 7 daerah aliran sungai (DAS) besar di Jabar kondisinya memprihatinkan dan tercemar berat. oleh karena itu, pihaknya akan berupaya untuk menertibkan industri – industri “bandel” yang belum serius menangani pengelolaan limbah sesuai aturan.

Dia mengatakan, ada 32 persen dari 45 juta penduduk di wilayah Jabar masih menggunakan air dibawah standar baku mutu. kondisi tersebut diperparah oleh kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dan banyak warga yang masih membuang sampah ke sungai. Saat ini diperkirakan terdapat 17 juta penduduk yang tinggal dibantaran sungai.

“Kami akan melakukan upaya strategis untuk menekan pencemaran di sungai dan kualitas air. Antara lain penataan ruang dan kawasan lindung, pembangunan ekonomi masyarakat, percepatan penyadaran perilaku masyarakat dan pengendalian limbah industri serta limbah domestik,” paparnya saat ditemui Mongabay di ruang kerjanya di Bandung.

Dia berharap dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam melestarikan dan menjaga air. Semoga kelestarian air bersih akan terus ada dan memberi manfaat bagi seluruh makhluk di bumi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,