Selain perikanan tangkap yang sudah menjadi primadona sejak lama di Indonesia, perikanan budidaya juga ternyata bisa menjadi andalan untuk mata pencaharian masyarakat. Berbeda dengan perikanan tangkap yang harus ada di lautan lepas, menggeluti perikanan budidaya cukup dilakukan di daratan saja.
Tetapi, sejalan dengan perkembangan zaman, baik perikanan tangkap maupun budidaya dituntut untuk menjaga dan meningkatkan kualitasnya lebih baik lagi. Hal itu diakui oleh Slamet Soebijakto, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Menurut dia, untuk bisa menghasilkan produk perikanan yang bagus dan berstandar tinggi, diperlukan berbagai upaya oleh pembudidaya ikan maupun stakeholder lain yang terlibat di dalamnya. Salah satunya, dengan mengendalikan residu di dalam produk perikanan yang sedang dibudidayakan.
“Diperlukan upaya untuk dapat menghasilkan produk perikanan budidaya yang berkualitas dan aman dikonsumsi, tanpa mengandung residu antibiotik dan bahan kimia yang dilarang yaitu penerapan sistem monitoring residu nasional,” ucap Slamet, kemarin.
Dijelaskan dia, sejak 2013 silam, upaya untuk mengendalikan residu dan sekaligus monitoring penggunaan residu pada usaha budidaya sudah dilakukan pihaknya. Dari upaya tersebut, Indonesia masuk dalam kelompok negara yang diperbolehkan mengekspor produk perikanan budidaya ke Uni Eropa.
“Pengelompokkan tersebut diilakukan oleh Direktorat Jenderal Konsumen dan Kesehatan, European Commission melalui Commission Decision 2011/163/EU,” sebut dia.
Dalam pandangan Slamet, hasil tersebut memperlihatkan bahwa Sistem Monitoring Residu perikanan budidaya yang dilakukan pihaknya dinilai berhasil dan masuk dalam level yang sama sesuai standar yang diberlakukan Uni Eropa.
“Hal ini harus terus dipertahankan antara lain melalui koordinasi yang berkelanjutan dan semakin baik diantara pihak terkait (stakeholders), baik di tingkat pusat dan daerah dalam pelaksanaan monitoring residu,” papar dia.
Bukti bahwa Pemerintah Indonesia serius untuk menjaga kualitas produk perikanan budidaya dan menjamin keamanan pangannya, kata Slamet, adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.39 tentang Pengendalian Residu Obat Ikan, Bahan Kimia, dan Kontaminan pada Kegiatan Pembudidaya Ikan Konsumsi.
“Permen ini menjadi acuan dalam monitoring dan pengendalian residu. Ini harus di terapkan untuk meningkatkan daya saing produk perikanan budidaya, sampai ke tingkat daerah,” ungkap dia.
Slamet menambahkan, bentuk peningkatan kualitas dan monitoring pengendalian residu, juga sangat baik untuk meningkatkan daya saing Indonesia di mata negara ASEAN yang saat ini sudah memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Saat ini, terdapat 250 buah Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang perikanan budidaya (lima diantaranya adalah RSNI) yang digunakan sebagai standar untuk mendukung peningkatan produksi perikanan budidaya dalam memasuki persaingan pasar bebas baik di tingkat regional maupun global.
Penyebaran Benih
Sementara itu Direktur Perbenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP Sarifin, dalam kesempatan terpisah mengungkapkan, untuk mendukung terwujudnya produk perikanan budidaya berkualitas dan memiliki daya saing tinggi, pihaknya akan membantu dari sisi perbenihan kepada para pembudidaya ikan.
“Kita akan terus dukung dari perbenihan. Kita akan suplai benih untuk pembudidaya di sana,” ucap Sarifin.
Namun, walau benih akan disuplai, Sarifin mengakui, tidak seluruh pembudidaya memiliki kemampuan sama dalam membudidayakan benih. Dia menyebut, ada perbedaan cukup mencolok antara pembudidaya yang ada di kawasan Indonesia Barat dengan di Indonesia Timur.
Satu-satunya kendala yang hingga kini masih ada di Indonesia timur, menurut dia, adalah belum adanya pengaturan strategi yang baik di antara pembudidaya. Padahal, pengaturan strategis menjadi salah satu kunci keberhasilan membudidayakan komoditas perikanan.
“Sering saya dorong pelaksana di balai-balai (benih) yang ada di seluruh Indonesia. Di Papua sudah ada balai benih. Di setiap provinsi juga sudah ada, bahkan di kabupaten,” sebut Sarifin.
“Saya punya keinginan keras, (Indonesia) timur memang kondisinya terkendala dengan SDM. Tapi, saya ingin kawasan tersebut bisa sama berkembang bagusnya seperti di (Indonesia) barat,” tambah dia.