,

Mampukah Dana 20 Juta Dollar APP-Sinar Mas Atasi Karhutlah Tahun Ini?

Salah satu perusahaan yang menjadi sorotan dunia international terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutlah) di Indonesia, termasuk pada 2015 lalu, adalah Asia Pulp & Paper (APP)-Sinar Mas. Beberapa perusahaan pemasok perusahaan ini dibekukan izinnya atau tengah diproses hukum.

Pada 2016 ini, guna mencegah dan menanggulangi harhutlah, APP-Sinar Mas  menganggarkan dana sebesar 20 juta Dollar AS. Dana tersebut digunakan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan di lahan konsesi APP-Sinar Mas  yang berada di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Mampukah APP-Sinar Mas menihilkan kebakaran hutan dan lahan?

“Salah satu realisasinya, menghadirkan tenaga ahli TREK Wildland Services dari Kanada dan Working on Fire (WoF) dari Afrika Selatan yang menyediakan 400 anggotanya sebagai staf APP dan para pemasoknya untuk pelatihan Incident Command System (ICS). Tim ICS ini melibatkan pesawat udara, dikelompokkan sebagai tim penanganan kebakaran yang bergerak, dapat secara cepat disebar ke lokasi-lokasi rawan kebakaran, yang telah diidentifikasi berdasarkan data dua mingguan dari ulasan risiko kebakaran nasional,” kata Direktur APP-Sinar Mas Suhendra Wiriadinata di sela acara Gelar Siaga Api dan Program Desa Makmur Peduli Api di Sungai Baung, Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Kamis (24/03/2016).

Acara yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei, serta Bupati OKI Iskandar, dikatakan Suhendra merupakan komitmen bersama membangun sinergi antara pihak swasta, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BNPB dalam mencegah dan menanggulangi karhutlah.

“Segala aspek terkait upaya ini kami perkuat, baik dari sumber daya manusia (SDM), alat-alat pemadaman, penambahan heli untuk waterbombing, memperbarui sistem, sampai dengan penggunaan teknologi baru geothermal untuk deteksi dini api,” kata Suhendra.

Sementara terkait peningkatan peran masyarakat lokal, APP-Sinar Mas menganggarkan dana sebesar 10 juta Dollar AS. Dana ini ditargetkan mampu meningkatkan pengembangan ekonomi masyarakat di 500 desa, yang berada di sekitar lahan konsesi pemasok perusahaan. Program ini disebut Desa Makmur Peduli Api (DMPA).

Program DMPA ini termasuk dalam program Desa Peduli Api (DPA) yang dijalankan pemerintah Sumatera Selatan. “Target 500 desa tersebut untuk lima tahun, terhitung sejak 2016 ini,” kata Agung Wiyono, Head of Social and Security Division APP-Sinar Mas.

“Sebenarnya desa yang benar-benar dekat konsesi sebanyak 140, tapi kita juga memperluasnya hingga radius 10 kilometer hingga mencapai 500 desa,” katanya.

Di Sumatera Selatan pada tahap awal sebanyak 7 desa, dan diharapkan 5 tahun ke depan telah mencapai 60-70 desa. Ke-7 desa tersebut adalah Sungai Batang, Bukit Batu, Simpang Tiga Sakti, Simpang Tiga Kp. Mat Yasing, Simpang Tiga Kp. Sungai Bagan, Kuala 12, dan Riding Dusun 3 Rengas Merah.

Terkait dengan Badan Restorasi Gambut (BRG), APP-Sinar Mas  berkomitmen untuk mengikuti apa yang direkomendasikan BRG. “Kita akan mematuhi keputusan BRG terkait lahan gambut yang dapat dikelola dan mana yang tidak. Kita pun sudah merestorasi lahan dan berencana melakukan  pembuatan 7.000 sekat kanal, yang sudah selesai sudah 5.000-an, serta membuat embung,” kata Aida Greenbury , Managing Director Sustainibility APP.

Alex Noerdin, Gubernur Sumatera Selatan, mendukung apa yang diupayakan APP-Sinar Mas, sehingga ke depan persoalan karhutlah di Sumsel, khususnya di lahan gambut, dapat teratasi. Yang lebih penting tingkatkan kemakmuran masyarakat di sekitar perusahaan.

“Percepatan dan optimalkan pemberdayaan masyarakat melalui Desa Makmur Peduli Api atau MPA sekitar perusahaan, bantu kegiatan sonor agar masyarakat berhenti membuka lahan dengan cara membakar, bantu dengan menyiapkan traktor, teknologi dan saprodi,” kata Alex.

Sama seperti diharapkan Alex Noerdin, Bupati OKI Iskandar berharap APP-Sinar Mas dapat membantu masyarakat di sekitar konsesi atau perusahaan untuk mengelola lahan yang selama ini dikelola dengan cara membakar dengan pola persawahan atau kebun sayuran dan perikanan tanpa melakukan pembakaran.

“Kabupaten OKI sendiri menargetkan diri sebagai lumbung pangan nasional dengan salah satu programnya cetak sawah seluas 50 ribu hektare,” kata Iskandar.

Proses penandatangan komitmen APP-Sinar Mas dengan BNPB, Pemerintah Sumsel, Pemerintah OKI, dan masyarakat. Foto: Taufik Wijaya
Proses penandatangan komitmen APP-Sinar Mas dengan BNPB, Pemerintah Sumsel, Pemerintah OKI, dan masyarakat. Foto: Taufik Wijaya

Bukan dana tapi kebijakan

Hadi Jatmiko, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, menilai pengucuran dana puluhan juta Dollar AS yang dilakukan APP-Sinar Mas dengan beragam program dan agenda kerjanya, bukan cara untuk mengatasi persoalan ekologi sesungguhnya di wilayah lahan gambut yang terdapat konsensi APP-Sinar Mas.

Kenapa? “Penguasaan hutan dan lahan gambut cukup besar oleh sejumlah perusahaan di Indonesia, khususnya APP-Sinar Mas. Sebab, saat akan membuka lahan untuk perkebunan akan terjadi pengeringan dan pembuatan kanal di lahan gambut. Pengeringan lahan gambut yang merupakan proses pengrusakan, yang mengakibatkan pelepasan emisi karbon.”

Langkah yang paling tepat yakni kebijakan pemerintah terhadap penguasaan lahan gambut. “Bukan hanya men-stop-kan perizinan di lahan gambut, juga harus ada upaya pengurangan penguasaan lahan konsesi di lahan gambut. Caranya, diproses hukum perusahaan-perusahaan yang selama ini terbakar konsesinya, atau langsung cabut izinnya dan kuasai kembali lahan gambut tersebut oleh negara,” kata Hadi.

Bagaimana dengan Badan Restorasi Gambut? “Kami masih meragukan peran dari BRG. Sebab, menurut kami BRG hanya melakukan pemulihan, bukan menyelesaikan pokok masalah yakni besarnya penguasaan lahan gambut oleh perusahaan. Apalagi faktanya pada kebakaran 2015 lalu, dari 2 juta hektare lahan gambut yang terbakar, sekitar 70 persen berada di konsesi perusahaan,” kata Hadi.

Sekadar mengingatkan, beberapa waktu lalu Walhi merilis daftar perusahaan di balik kebakaran hutan dan lahan. Daftar tersebut hasil analisis kebakaran hutan dan lahan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Hasil analisis menunjukkan mayoritas titik api di dalam konsesi perusahaan. Di HTI ada 5.669 titik api dan 9.168 titik di perkebunan sawit.

Hasil analisis Deltares di wilayah-wilayah gambut sensitif di antara konsesi APP. Sumber: Deltares
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,