,

Mereka Melestarikan Keragaman Hayati Melalui Fotografi. Seperti Apa?

Banyak jalan menuju ke Roma, kalimat itu juga yang menginspirasi sekelompok fotografer di Banyumas yang tergabung dalam Banyumas Wildlife Photography (Bawor) untuk ikut andil dalam pelestarian keragaman hayati. Keahlian fotografi yang mereka miliki bisa mereka sumbangkan untuk mendukung upaya konservasi spesies, terlebih satwaliar di habitat alaminya.

Melalui fotografi, mereka berupaya mengenalkan kekayaan hayati di Banyumas kepada masyarakat luas. Hal ini disampaikan oleh Apris Nur Rakhmadani, koordinator Bawor saat menggelar acara Pameran Fotografi Satwaliar di Purwokerto, Sabtu-Minggu (26-27/3/2016) kemarin.

“Kami mencoba mengenalkan kekayaan hayati Banyumas melalui fotografi kepada masyarakat luas, agar mereka mengenal dan mencintai satwaliar di sekitar mereka”, katanya

Pameran yang mengangkat tema “semarak perjuangan melestarikan keragaman hayati Banyumas” ini memanfaatkan ruang publik di alun-alun Purwokerto pada malam minggu, di mana ribuan orang biasa berkumpul bersama keluarga.

Pada keesokan harinya, pameran ini berpindah di GOR Satria Purwokerto, di mana masyarakat Purwokerto dan sekitarnya biasa berolahraga di akhir pekan. Pameran ini memang membidik keluarga, sebagai bagian dari mengenalkan keragaman hayati kepada anak-anak semenjak dini.

“Kami membidik keluarga, agar pesan melestarikan kekayaan hayati ini menjadi bagian dari pendidikan keluarga. Kami sendiri sangat khawatir dengan perkembangan hobi senapan angin yang makin merebak dan tidak terkontrol. Mereka bikin habis satwaliar kita,” imbuhnya di sela-sela pameran yang didukung oleh Biodiversity Warrior dan Yayasan KEHATI ini.

Sekitar 150 foto dipamerkan dalam acara ini, sebagian besar berupa jenis-jenis burung yang ada di Banyumas. Terdapat juga serangga seperti kupu-kupu dan capung. Bahkan primata yang saat ini kondisinya terancam punah yang ditemui di Banyumas seperti owa jawa (Hylobates moloch) dan rekrekan (Presbytis fredericae).

Foto-foto tersebut merupakan hasil kegiatan eksplorasi keragaman hayati yang dilakukan oleh puluhan anggota Biodiversity Society dan Bawor selama beberapa tahun terakhir. Kedua komunitas ini memang secara intensif melakukan monitoring keragaman hayati di Banyumas, terutama di kawasan-kawasan bernilai konservasi tinggi seperti Gunung Slamet, DAS Serayu, Mangrove Segara Anakan dan ekosistem pantai selatan yang membentang dari Cilacap hingga Kebumen.

Anggota Banyumas Wildlife Photography dikerumuni anak-anak yang penasaran soal satwaliar. Bawor mengadakan pameran hidupan liar di Alun-alun Purwokerto, pada Sabtu malam (26/03/2016). Foto : Bawor
Anggota Banyumas Wildlife Photography dikerumuni anak-anak yang penasaran soal satwaliar. Bawor mengadakan pameran hidupan liar di Alun-alun Purwokerto, pada Sabtu malam (26/03/2016). Foto : Bawor

Ari Hidayat, salah satu aktivis Biodiversity Society yang kerap kali melakukan monitoring satwaliar, menyampaikan bahwa masyarakat seringkali tidak tahu bahwa keragaman hayati di Banyumas sangat tinggi. Masyarakat seringkali tidak menyadari keberadaan satwaliar di sekitar mereka. Sehingga nasib satwaliar sering terabaikan, bahkan cenderung mengalami kepunahan.

“Banyumas ini sangat kaya dari segi keragaman hayati. Dari data kami tentang keragaman burung di Banyumas, lebih dari 5% dari sekitar 6000 spesies burung yang ada di dunia tinggal di Banyumas. Bahkan, puluhan jenis burung migran terdata singgah di wilayah ini setiap tahunnya di musim migrasi,” jelas Ari.

Tak Dikenal Masyarakat

Foto-foto satwaliar inipun berhasil menyita perhatian ratusan pengunjung. Kebanyakan mereka mengenal satwa ketika mengunjungi kebun binatang atau saat ke pasar hewan. Namun, tidak banyak foto satwa yang dipamekan dikenali masyarakat. Bahkan, kebanyakan mereka baru mengetahui ada jenis-jenis primata seperti owa jawa dan rekrekan saat melihat foto yang dipamerkan.

Ina Laelatu, salah satu pengunjung Kecamatan Banyumas, mengatakan bahwa banyak satwa yang dia tidak kenal. Dia baru tahu ada jenis primata seperti owa dan rekrekan, di mana sebelumnya dia hanya tahu monyet dan lutung saja.

“Saya baru mengetahui ada primata namanya owa dan rekrekan. Dan saya merasa bangga Banyumas menjadi rumah bagi jenis terancam punah itu,” katanya.

Lebih lanjut, Ina mengatakan bahwa masyarakat harus lebih dikenalkan hal-hal seperti ini agar mereka dapat lebih peduli atas kelestarian satwa di alam liar. Tanpa mengetahui tentang kekayaan hayati, partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian satwaliar akan sulit.

“Saya juga baru tahu ada elang jawa yang ternyata menjadi lambang negara kita. Kalau saya tahu dari dulu bahwa garuda adalah elang jawa, saya pasti akan lebih peduli,” kata Ina.

Minimnya pengenalan kekayaan hayati kepada masyarakat luas ini juga menjadi perhatian Anto, warga Teluk, Purwokerto Selatan. Menurutnya kegiatan seperti ini sangat menarik bagi masyarakat umum. Mereka dapat memperoleh informasi yang selama ini hanya menjadi konsumsi kalangan kampus saja, itupun terbatas hanya mahasiswa dari Biologi dan Kehutanan saja.

Menurutnya, kegiatan seperti ini perlu dikembangkan lagi secara intensif ke kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Dengan mengenal kekayaan hayati sebagai bagian dari kekayaan alam kita, maka mereka punya cukup pengetahuan saat menjadi pejabat maupun pengambil kebijakan. Sehingga setiap kebijakan pembangunan akan dapat sehaluan dengan konservasi sumber daya alam.

“Perlu lebih sering ke kampus dan sekolah, generasi penerus harus faham kekayaan flora fauna!” harapnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,