Kenapa BBM Indonesia Kualitasnya Masih Buruk?

Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan Pemerintah Indonesia pada 1 April kemarin dinilai masih menyisakan masalah. Hal itu, karena penurunan tersebut tidak diikuti dengan sikap keterbukaan yang seharusnya diperlihatkan Pemerintah.

Hal tersebut dikatakan Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin di Jakarta, Senin (04/04/2016). Menurut dia, penurunan harga BBM pada awal bulan ini seharusnya dibarengi dengan keterbukaan Pemerintah dalam mengkaji penurunan harga tersebut.

“Pemerintah harusnya transparan dalam menetapkan harga. Sebelum menetapkan harga jual, Pemerintah harusnya menentukan dulu harga pokok, harga di bursa minyak dunia berapa, baru kemudian bea untuk cukai, pajak karbon,” jelas dia.

Dia mencontohkan, di Malaysia yang ekonominya sedikit lebih baik dari Indonesia, Pemerintah di negara tersebut sangat berani menerapkan sistem keterbukaan dalam penetapan harga BBM. Di sana, berapa pun nominal kenaikan atau penurunan BBM, selalu disertai dengan rincian dan penjelasannya.

“Jadi, walau kenaikannya tinggi misalnya, itu juga tetap bisa dipahami karena memang ada penjelasan dan rinciannya. Jadi publik bisa mengetahuinya. Itu namanya fair,” tutur dia.

Akibat tidak adanya keterbukaan, pria yang akrab disapa Puput itu melihat ada kesalahpahaman yang muncul di masyarakat yang mengartikan bahwa harga yang ditetapkan Pemerintah sudah sangat adil.

Padahal, kata dia, yang terjadi justru sebaliknya. Harga BBM jenis premium contohnya, setelah penurunan ditetapkan pada 1 April 2016, maka harganya resmi berlaku Rp6.450 per liter. Sementara, untuk jenis solar itu harganya Rp5.150 per liter.

“Jika dibandingkan dengan harga sebelum penurunan, jelas harga baru jauh lebih murah. Namun, jika merujuk pada harga MOPS (Mild Oil Platts Singapore) yang menjadi acuan harga BBM di Asia, maka harga baru tersebut tetap mahal,” ungkap dia.

Puput menjelaskan, jika mengacu pada MOPS yang menjadi bursa minyak Singapura, harga Premium sekarang sudah lebih mahal. Karena, MOPS menetapkan harga BBM sejenis Premium sebesar Rp4.500 per liter. Sementara, Indonesia menetapkan dengan harga Rp5.650 per liter atau lebih mahal Rp1.150 per liter.

Akan tetapi, Puput menyebutkan, walau dari harga dasar sudah lebih mahal dari MOPS, Indonesia ternyata menetapkan harga jual untuk masyarakat jauh lebih mahal lagi dan itu sudah berjalan sejak lama. Dengan harga dasar Rp5.650 per liter, Indonesia menjual ke pasaran dengan harga Rp6.450 per liter.

“Ini yang disebut tidak transparan. Kenapa Pemerintah menambah harga dari Rp5.650 menjadi Rp6.450 per liter? Kenapa tidak dijelaskan alasannya?,” sebut dia.

Kualitas Buruk

Selain harga yang tinggi, Puput mengatakan, Indonesia juga dalam prakteknya tidak menerapkan standar tinggi dalam produksi BBM semua jenis. Padahal, jika Indonesia mengacu pada harga MOPS, maka standar kualitasnya juga harus diikuti dengan seksama.

“Yang terjadi kan sebaliknya. Harga sudah jauh lebih tinggi dari MOPS, padahal ngakunya ikut standar MOPS, namun kemudian kualitasnya juga sangat buruk,”ungkap dia.

Buruknya kualitas tersebut, bisa dilihat dari kadar belerang yang ada dalam Premium. Dengan harga Rp6.450 per liter, kadar belerang masih max 200 ppm. Dia membandingkan, di Malaysia, dengan harga Rp5.678 per liter, masyarakat di sana sudah bisa mendapatkan bensin kualitas standar euro 4 dengan ron 95 sulfur max 50 ppm.

Akibat adanya perbedaan kualitas tersebut, menurut Koordinator Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus, masyarakat akan menjadi korban. Karena, bensin yang kualitasnya buruk, itu akan menimbulkan polusi yang tinggi.

“Pemerintah harus bisa memperbaiki kondisi ini,” tandas dia.

Bentuk Kesengajaan?

Terkait dengan harga yang tinggi namun berkualitas buruk, Puput menduga itu adalah bentuk kesengajaan dari Pemerintah. Dugaan itu muncul, karena kondisi tersebut sudah sejak lama terjadi dan tidak pernah ada perbaikan dari sisi regulasi ataupun kemauan.

“Ini hanya dugaan saja. Kenapa negara tetangga bisa transparan dan kita tidak? Ini juga jadi pertanyaan. Karena, dengan transparan, semuanya akan jelas,” ucap dia.

Terkait buruknya kualitas, Puput mengkritisi, selain karena tidak adanya kemauan dari Pemerintah, juga bisa terjadi karena kemampuan produksi kilang minyak Indonesia belum sebagus di negeri tetangga. Dari semua kilang yang ada, mayoritas sudah tua mesinnya dan itu memengaruhi kualitas produksi.

“Kita punya kilang modern di Balongan (Indramayu) dan Balikpapan (Kalimantan Timur), keduanya mampu memproduksi BBM berkualitas bagus dengan standar euro 4. Namun, hingga sekarang produksi BBM masih buruk kualitasnya. Jadi, kemauan yang tidak ada,” pungkas dia.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memang telah memutuskan untuk menurunkan harga bahan bakar minyak per 1 April 2016.

Dalam siaran pers Kementerian ESDM tertanggal 30 Maret 2016, menyebutkan, perubahan harga BBM tersebut yaitu Solar dari harga lama Rp5.650 per liter menjadi Rp5.150 per liter. Sedangkan bensin premium RON 88 dari harga lama Rp6.950 per liter menjadi Rp6.450 per liter.

Disebutkan perubahan harga tersebut setelah pemerintah terus mencermati dinamika harga minyak dunia dan kondisi perekonomian nasional, serta paramater antara lain harga referensi minyak periode 3 bulan terakhir untuk Mogas 92 dan Gasoil dan proyeksi harga referensi minyak periode 3 (tiga) bulan ke depan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,