, , , ,

Berikut Target Pemerintah Realisasikan Kebijakan Satu Peta

WRI mendorong pemerintah membentuk semacam badan atau lembaga jasa informasi geospasial.

Guna mempercepat realisasi kebijakan satu peta (one map policy) dengan skala 1:50.000, Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden No 9 tertanggal 4 Februari 2016. Dalam kebijakan ini, pemerintah menargetkan penyelesaian peta-peta tematik bertahap sesuai rencana aksi percepatan kebijakan satu peta sampai 2019.

Dalam prepres ini disebutkan, kebijakan satu peta dengan skala 1: 50.000 untuk memenuhi peta mengacu satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data dan satu geoportal guna percepatan pembangunan nasional. Skala itu, juga sebagai acuan perbaikan data informasi geospasial tematik masing-masing sektor dan acuan perencanaan pemanfaatan ruang skala luas yang terintegrasi dalam dokumen rencana tata ruang.

Guna mencapai target ini, disebutkan pemerintah membentuk tim percepatan kebijakan satu peta dan tim pelaksana. Tim percepatan, bertugas antara lain koordinasi, membuat, menetapkan kebijakan penyelesaian masalah dan hambatan percepatan one map. Tugas lain, memantau, evaluasi dan rencana aksi percepatan kebijakan one map juga memberikan arahan kepada tim pelaksana.

Tim percepatan kebijakan satu peta diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, beranggotakan menteri-menteri yakni, Menteri Perencanaan Pembangunan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN dan Sekretaris Kabinet.

Untuk tim pelaksana, memiliki tugas koordinasi teknis percepatan satu peta terkait rencana aksi, menetapkan langkah-langkah dan kebijakan dalam penyelesaian masalah dan hambatan percepatan serta monitoring, evaluasi pelaksanaan rencana aksi. Tim ini juga bertugas menyusun mekanisme berbagi data informasi geospasial tematik melalui jaringan informasi geospasial nasional.

Dalam perpres ini tercantum, tim pelaksana diketuai Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG); Wakil Ketua I, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas; Wakil Ketua II, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kemendagri. Serta dua anggota Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu dan Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet.

Percepatan pelaksanaan satu peta ini melalui penetapan rencana aksi 2016-2019. Adapun peta-peta yang tercantum dalam rencana aksi kebijakan satu peta itu antara lain peta penetapan kawasan hutan tahap I, Desember 2016 target selesai 17 provinsi. Tahap II, sampai Desember 2017, selesai 17 provinsi lagi. Lalu peta izin pemanfaatan kawasan hutan baik HPH, HTI maupun restorasi eksosistem, terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama, pada 11 provinsi sampai Desember 2016, dilanjutkan tahap kedua 12 provinsi dan tahap ketiga 2018, pada 11 provinsi.

Untuk peta hutan tanaman rakyat seluruh Indonesia mesti sudah selesai pada September 2016. Ada juga peta hak guna usaha, terbagi dua tahap, pertama 17 provinsi selesai sampai Juni 2016 dan Juni tahun depan selesai 17 provinsi lagi. Untuk peta tematik perda tanah ulayat, keseluruhan target selesai Juni 2019. (lihat lampiran).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif kebijakan satu peta ini. Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan KPK pada evaluasi tiga tahun nota kesepahaman bersama (NKB) pengukuhan kawasan hutan, mengatakan, KPK sangat mendukung kebijakan satu peta dan akan monitoring serta berkoordinasi dengan BIG.

Dia mengatakan, kebijakan satu map ini tak hanya berbicara soal kehutanan, tetapi semua sektor, dari pusat hingga daerah. KPK, katanya, menyoroti tumpang tindih regulasi dan perizinan. “Ada 269 kepala daerah terpilih, KPK dorong pelayanan satu pintu dalam perizinan agar lebih transparan.”

Konflik lahan antara masyarakat adat Balai Alut dan Tuyan dengan perusahaan HTI, PT Johnlin Agro Mandiri. Foto: AMAN Kalsel
Konflik lahan antara masyarakat adat Balai Alut dan Tuyan dengan perusahaan HTI, PT Johnlin Agro Mandiri. Foto: AMAN Kalsel

Langkah besar Presiden

Tjokorda Nirarta Samadhi, Direktur World Resources Institute (WRI) mengatakan, penerbitan kebijakan percepatan satu peta ini langkah besar Presiden Joko Widodo, meskipun lebih ke perspektif ekonomi. Dalam perpres itu, ada peta tematik izin tambang, izin perkebunan, peta pulp paper termasuk peta perda tanah adat. “Semua harus terbitkan dan dikumpulkan skala 1: 50.000. Bahwa ada rencana aksi ini langkah besar pemerintah. Begitu itu keluar ke publik akan ada proses sinkronisasi. Proses perbaikan tata kelola akan jalan dalam proses sinkronisasi ini,” katanya, baru-baru ini.

Pria dengan sapaan akrab Koni ini mengatakan, perpres satu peta ini salah satu usaha memperbaiki tata kelola. Dia menyarankan, dalam pelaksanaan perpres, agar lebih efektif bisa tandem dalam Gerakan Nasional Sumber Daya Alam di bawah koordinasi KPK.

Dia mengatakan, pembuatan satu peta sebenarnya tak sulit tetapi banyak sekali proses-proses yang dilakukan. “SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) hasilkan peta rupa bumi yang jadi landasan peta tematik berikutnya. Era SBY kelar tapi peta dasar masih kualitas beragam,” ujar dia.

Peta-peta tematik dalam perpres ini, kata Koni, yang akan dikerjakan di atas peta dasar. Dalam mengerjakan ini, katanya, mau tak mau harus menuntaskan standar-standar kunci peta tematik, seperti satu referensi dan satu standar.

Perlu badan khusus

Namun, kata Koni, ada hal yang belum disadari pengampu perpres (Kementerian Koordinator Perekonomian), yakni satu peta itu tak hanya membuat peta tetapi memperbaiki industri.

Awalnya, Indonesia tak ada standardisasi profesional dalam industri survei dan pemetaan. Penyiapan ini mulai dilakukan sejak era SBY. Kini, katanya, perlu lembaga atau badan khusus, semacam Lembaga Jasa Informasi Geospasial.

Sayangnya, halangan ada di di Kementerian Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) berpegangan tak perlu ada lembaga atau badan baru.

“Untuk ini harus ada lembaga mengatur orang yang bikin peta betul-betul yang punya kualifikasi. Kementerian PAN RB melihat sebagai penambahan badan baru.”

Persoalan saat ini, katanya, dalam tender cara mengadakan peta masih sangat konvensional. “Misal, pemetaan 1: 50.000 di Sulawesi. Dokumen pasti akan sangat konvensional, tak cepat tersedia, dan mahal.” Menurut dia, perlu ada perubahan sistem hingga peta berkualitas dan harga tak mahal serta industri pemetaanpun kompetitif.

“BIG cukup kasih standar dan referensi. Itu harus dipenuhi. Perkara pakai cara apa, terserah, yang penting sesuai standar. Kalo gini kan ada kompetisi di industri. Harga turun, peta cepat selesai.”

Koni mendorong lembaga ini bisa terbentuk. “Kemaren saat rapat koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian, baru sadar (perlu lembaga ini). Tak ada di perpres tapi mudah-mudahan didorong terbentuk.”

Perpres No 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,