,

Kenapa Ribuan Nelayan Ngotot Agar Susi Pudjiastuti Cabut Kebijakannya?

Sedikitnya 5.000 nelayan dari berbagai daerah di Indonesia mempertanyakan sejumlah kebijakan yang telah dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Mereka melakukannya dengan aksi demontrasi di Jakarta, Rabu (06/04/2016). Ribuan nelayan tersebut melakukan demo di depan kantor KKP, Lapangan Silang Monas, dan depan Istana Negara.

Ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Masyarakat Perikanan Indonesia (Gernasmapi) itu memulai aksi pada pagi hari di depan kantor KKP. Di depan kantor Menteri Susi Pudjiastuti itu, massa melakukan aksi orasi menuntut Susi untuk segera mengevaluasi kebijakannya.

Namun, di depan kantor KKP, aksi massa hanya berlangsung sekitar sejam saja. Setelah itu, massa langsung bergerak ke depan Istana Negara. Di depan kantor Presiden RI Joko Widodo, massa kembali melakukan aksi orasi. Tuntutannya hanya satu: cabut semua kebijakan yang merugikan nelayan.

Koordinator Utama Aksi Bambang Wicaksono di tengah aksi, mengatakan, turunnya ribuan nelayan, tidak lain karena mereka tidak puas dengan kebijakan yang sudah dibuat Susi Pudjiastuti. Dia mengklaim, kebijakan-kebijakan tersebut bukan membuat nelayan sejahtera, tetapi justru membuat mereka semakin terpuruk.

“Spirit poros maritim dunia yang didengungkan Pemerintah harusnya berdampak pada penguatan dan kesejahteraan nelayan Indonesia. Namun, yang terjadi malah sebaliknya,” ungkap dia.

Untuk itu, Bambang meminta kepada Pemerintah sekarang untuk bisa memerhatikan kondisi nelayan lebih baik lagi. Jangan sampai, nelayan menjadi komoditas sementara saja tanpa memerhatikan perbaikan.

Cabut Peraturan Menteri KP

Juru Bicara Aksi Aprianto Wijaya mengungkapkan, maksud dan tujuan aksi demo, tidak lain adalah untuk menuntut dicabutnya Permen KP No.56 Tahun 2014, Permen KP No.57 Tahun 2014, Permen KP No.58 Tahun 2014, Permen KP No.2 Tahun 2015, Peraturan Pemerintah No.75 Tahun 2015, dan SE DJPB No.721 Tahun 2016.

“Kita juga menuntut agar Pemerintah melibatkan nelayan baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota dalam pembuatan kebijakan di bidang kelautan dan perikanan,” sebut dia.

Selain dua tuntutan tersebut, Aprianto memaparkan, pihaknya juga menuntut agar setiap kebijakan di bidang kelautan dan perikanan selalu berpihak kepada nelayan dalam negeri.

“Tak lupa, kami juga menuntut agar ada jaminan kepastian usaha dan memberi kami perlindungan usaha bagi pelaku usaha perikanan,” tandas dia.

Selain tuntutan pencabutan kebijakan, pada kesempatan sama, massa juga menuntut agar jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan tidak dipegang Susi Pudjiastuti lagi. Tuntutan tersebut, disampaikan langsung kepada Sekretaris Kabinet (Setkab).

Tuntutan pencopotan jabatan Susi tersebut juga disuarakan para demonstran di depan Istana Negara.

Segera Implementasikan UU Perlindungan Nelayan

Pada hari yang sama, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) juga melakukan aksi simpatik di depan kantor KKP dan Istana Negara. Namun, KIARA menyuarakan desakan implementasi Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, yang baru disahkan pada Selasa (15/3/2016) lalu.

‘’Sebagai sebuah entitas sosial, masyarakat pesisir (nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir) kerang menghadapi ketidakadilan. Selama ini, masyarakat pesisir hanya diposisikan sebagai penonton dari berbagai pencapaian kemajuan pembangunan,’’ujar Nibras Fadhillah, Deputi Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA.

Nelayan di Pantai Gesing, Gunungkidul, Yogyakarta, sedang menyiapkan jaring lobster. Foto : Melati Kaye
Nelayan di Pantai Gesing, Gunungkidul, Yogyakarta, sedang menyiapkan jaring lobster. Foto : Melati Kaye

Tanpa ada implementasi, Nibras mengatakan, masyarakat pesisir menghadapi sejumlah persoalan yang sangat serius, yaitu: laut yang masih merupakan wilayah yang asing yang berbahaya bagi manusia, kerusakan dan kehancuran lingkungan akibat eksploitasi manusia, tingkat over eksploitasi perikanan yang tinggi, polusi sumber daya pesisir dan laut, dan ancaman perubahan iklim.

Berbagai persoalan tersebut di atas, menjadikan wilayah pesisir sebagai salah satu lumbung kemiskinan di Indonesia. KIARA merilis, data Biro Pusat Statistik tahun 2010 menyebutkan bahwa terdapat 10.639 desa pesisir yang tersebar di 300 kabupaten/kota dari total sekitar 524 kabupaten/kota se-Indonesia.

“Dari desa pesisir tersebut jumlah penduduk miskin di pesisir mencapai 7,87 juta jiwa atau 25,14% dari total penduduk miskin nasional yang berjumlah 31,02 juta jiwa,” sebut Deputi Pengelolaan Program dan Evaluasi KIARA Susan Herawati.

“Fakta ini membuka mata kita bahwa masyarakat pesisir sangat membutuhkan skema perlindungan dan pemberdayaan. Dalam konteks ini, dengan disahkannya UU PPN-PI-PG pemerintah berkewajiban untuk mengalokasikan minimal 10% dari APBN untuk melindungi dan memberdayakan kehidupan mereka,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,