Tangan kanan Ridwan Abdulatif mengetuk-ngetuk badan perahu. Tangan kirinya memegang dayung. Tidak berapa lama, sebuah bayangan besar muncul ke permukaan air laut. Badannya penuh totol abu-abu dan putih dengan ukuran mulut yang lebar, sekira 85 centimeter. Ridwan memberikan makanan berupa udang. Dalam sekejap, satwa raksasa itu menelannya.
“Ini adalah cara memanggilnya. Lalu beri makanan. Ia bersahabat,” kata nelayan berusia 62 tahun itu, kepada Mongabay, Kamis, 7 April 2016.
Satwa ini adalah hiu paus. Nama latinnya Rhincondon Typus. Dalam Bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Whale Shark. Sementara dalam bahasa Gorontalo disebut Munggiango Hulalo. Sejak lima hari terakhir, terhitung Sabtu, 2 April 2016, Desa Botu Barani di Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, mendadak diramaikan oleh ratusan pengunjung. Mereka hendak melihat langsung kabar adanya hiu paus yang bisa dilihat tanpa harus menyelam.
Orang-orang ini naik perahu dengan mendayung hanya sekira seratusan meter dari bibir pantai. Tak perlu menunggu lama kedatangannya. Saat berada di perahu, dua ekor hiu paus terlihat berputar. Tampak para pengunjung memberi makan hiu paus dari atas perahu sembari berfoto. Ada juga yang menceburkan diri ke laut dan memegang badan si raksasa. Laut menjadi ramai.
Menurut Ridwan, keberadaan hiu paus di kampungnya ini sejak dua pekan lalu. Ketika itu para penyelam menemukan spot hiu paus yang secara rutin berada di perairan laut di Desa Botu Barani. Padahal menurutnya, hiu paus ini sudah lama mereka ketahui, namun tidak heboh seperti saat ini.
“Hiu paus ini sudah ada sejak dua tahun lalu. Bahkan anak-anak kecil di sini biasa bermain dengan ikan-ikan raksasa itu. Karena hiu paus sangat ramah.”
Ia menduga, salah satu yang membuat hiu-hiu paus betah di kampung mereka adalah keberadaan perusahaan udang. Sisa-sisa udang itu dibuang ke laut, dan dimakan oleh hiu paus. Selain itu, para nelayan juga sering memberi makan.
“Yang kami tahu ada delapan ekor di sini. Namun yang menetap empat ekor. Sisanya biasa datang bermain sesekali, hingga jumlahnya kadang bisa bertambah jadi delapan atau sampai 10 ekor. Panjang mereka rata-rata 10 meter.”
Karena membludaknya pengunjung, Ridwan beserta warga desa khawatir akan kondisi hiu paus. Untuk itu, mereka berencana mengatur para pengunjung yang datang dengan memberikan himbauan-himbauan, seperti dilarang menyentuh, harus menjauh sekitar 7 meter agar tidak mengganggu, serta dilarang membawa makanan dari luar.
“Kami sudah menyediakan udang untuk makanan hiu paus. Kalau dibawa dari luar, kami khawatir udangnya sudah berformalin. Selain itu, untuk mengatur agar ada pemasukan ekonomi bagi masyarakat, dalam waktu dekat akan dibuat perdes (Peraturan desa) tentang hiu paus ini.”
Heboh di media sosial
“Hiu paus ini selalu bermigrasi di sepanjang Teluk Tomini. Lalu kami menemukan informasi dari nelayan kalau hiu paus mencari makan di sini, baik pagi, siang, hingga sore,” kata Wawan Iko, penyelam di Gorontalo.
Sejak mengetahui itu, Wawan yang berprofesi sebagai instruktur selam, langsung mempelajari pola makan hiu paus setiap hari.
Wawan adalah penyelam yang pertama kali mengunggah foto-foto hiu paus di media sosial, seperti Path dan Instagram. Foto-fotonya itu kemudian disebarkan di Facebook oleh nitizen. Tidak berapa lama, orang mulai mencari tahu lokasi hiu paus itu bermain.
“Dampak dari banyaknya pengunjung ini harus dibuat aturan. Kalau tidak hiu paus akan setres dan pola makannya bisa terganggu.”
“Kita patut bersyukur ada satu destinasi pariwisata baru di Gorontalo. Dengan begitu kita tidak perlu jauh-jauh ke Teluk Cendrawasih di Papua. Di Gorontalo ada ekowisata hiu paus ini,” ungkap Wawan.
Wawan sendiri menjamin kalau hiu paus seratus persen tetap berada di spot yang sama. Karena berdasarkan wawancaranya dengan nelayan setempat, hiu paus tersebut ternyata sudah dua tahun terakhir melakukan feeding atau mencari makan di wilayah itu.
“Di sini ada pengepakan udang yang dibuang ke laut, dan udang inilah yang menjadi makanan hiu paus. Dengan memberi makan rutin, hiu paus akan ada terus-menerus. Dengan begitu masyarakat akan diuntungkan secara ekonomi dengan menjaganya.”
Wawan juga membantu warga untuk menyusun perdes dalam waktu dekat ini. Beberapa masukan Wawan dalam perdes adalah melarang pengunjung gaduh di bawah air dan jika snorkeling tidak boleh menyentuh tubuh hiu paus. Perahu nelayan yang dipakai harus sewa dengan durasi 30 menit dan para divers atau penyelam yang mendokumentasikan foto tidak perlu membawa lighting atau pencahayaan yang bisa mengganggu mata hiu paus.
“Hiu paus ini sangat ramah, tidak perlu dikejar. Kita cukup menunggu tidak berapa lama dia akan bermanuver mendekati penyelam,” kata Wawan.
Hiu paus dinyatakan sebagai satwa dilindungi berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 18/Kepmen-KP/2013 tertanggal 20 Mei 2013. Hiu paus memiliki karakter yang spesifik seperti berumur panjang, fekunditas rendah, jumlah anakan sedikit, lambat dalam mencapai matang kelamin, dan pertumbuhannya lambat, sehingga sekali terjadi over eksploitasi, sangat sulit populasinya untuk kembali pulih.