, , , , ,

Fokus Liputan: Bila Tambang Semen Gombong Datang, Air dan Karst Bakal Hilang (Bagian 2)

“Ora Wedi Semen Larang, Sing penting Bumi Lestari. Tolak Semen Gombong,” Begitu tulisan spanduk-spanduk tolak pabrik semen terpasang di pingiran dan tengah jalan di Desa Sikayu dan Nogoraji, Kecamatan Buayan, Kebumen Gombong, Jawa Tengah.

Saya melewati jalan aspal selebar tiga meter, menuju Desa Nogoraji. Rumah-rumah warga cukup padat. Sekitar 500 meter dari Balai Desa Nogoraji, saya tiba di bangunan dengan halaman ditumbuhi ilalang. Tampak beberapa pohon mangga dan jati tumbuh.

Banyak sepeda motor terparkir. Dari luar tak terlihat aktivitas perkantoran, kecuali bunyi mesin printer dan nada dering telepon gengam.

Bangunan inilah bakal lokasi pabrik Semen Gombong. Perusahaan ini, anak usaha Medco Energi. Dalam website perusahaan, medcogroup.co.id menyebutkan, pengembangan pabrik pengolahan semen berkapasitas 2,5 juta ton terpusat di Desa Nogoraji, Gombong, Jateng. Cadangan batu kapur kualitas tinggi sebesar 70,1 juta ton usia 46 tahun. Cadangan tanah liat 20 juta ton berumur 41 tahun.

Awal proyek ini 1994. Krisis ekonomi Asia, termasuk Indonesia, mengakibatkan proyek tertunda pada 1997. Ketika proyek terhenti, pembangunan mencapai 7,83% terdiri dari desain teknis dan infrastruktur dasar.

Tahun 2014, Medco Group berhasil mengembangkan studi kelayakan dan pemutakhiran izin terkait khusus Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

Hari itu, Wisnu Basuki, Kepala Teknis Tambang Semen Gombong, menemui saya. Wisnu menjelaskan seputar perusahaan yang katanya berprinsip ramah lingkungan hingga warga tak perlu khawatir. Soal polusi debu, misal, Semen Gombong, ada teknologi buat mengantisipasi, seperti pakai alat ramah lingkungan dan bapperzone. Ada lokasi hijau, jarak 50 meter dari tambang.

Sebelum operasi akan tanam tanaman yang mengurangi debu pertambangan ke pemukiman warga.“Masalah air, semua sudah didesain dan didata. Kami akan menambang 25 meter di atas titik jenuh air di daerah kering. Jika masalah air berkurang, justru air bertambah.”

Perusahaan sudah memetakan lokasi mata air, goa dan lain-lain. “Elevasi tertinggi sudah kami ketahui. Tak akan menambang di bawah elevasi mata air.”

Guna mengatasi air yang khawatir akan hilang, perusahaan bakal menampung air. “Jadi bekas lokasi tambang dibuat pon, hingga air run off ke permukaan. Kami tampung di dalam kolam, hingga air infiltrasi ke tanah, masuk ke bawah.”

Perusahaan, katanya, akan membuat laporan tentang pengelolaan dan pengawasan lingkungan setiap semester. Kala terjadi sesuatu yang tak sesuai—kekhawatiran warga terjadi—, dia memastikan pemerintah bisa menghentikan kegiatan. “Bisa menutup sebagian atau seluruhnya jika pertambangan menggangu dan berdampak pada lingkungan. ”

Ornamen indah di dalam goa-goa yang terancam hilang akibat pertambangan semen. Foto: Tommy Apriando
Ornamen indah di dalam goa-goa yang terancam hilang akibat pertambangan semen. Foto: Tommy Apriando

Perusahaan, katanya, tak menambang di kawasan penting, seperti kawasan bentang alam karst (KBAK) Gombong. Penambangan di luar KBAK. “IUP kami dulu luasan 271 hektar, berkurang lebih100 hektar.”

Soa Amdal, dia mengklaim tim penilai sudah melibatkan masyarakat termasuk penolak. “Perbedaan pandangan biasa saja. Kami selalu dialog untuk bicara tentang keberatan warga yang menolak. Adapun lokasi pabrik yang dekat dengan pemukiman warga, mesin produksi ramah lingkungan. Kami mengkuti standar baku mutu lingkungan,” kata Wisnu.

Tak jauh beda dengan pernyataan Aris Pardjimanto, Direktur Utama Semen Gombong, dalam siaran pers Februari 2015, Dia mengatakan, hasil kajian Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB, tak ada goa basah dan mata air dalam IUP eksplorasi batugamping Semen Gombong. Arah aliran sungai bawah tanah berada di luar penambangan.

“Batas penggalian batugamping maksimal sampai elevasi 80 meter atas permukaan air laut (mdpl) dan minimal 25 meter atas lapisan jenuh air. Jadi tak mengganggu sumber air yang dikhawatirkan warga.”

Perusahaan, katanya, mengantisipasi dengan menjajaki kerjasama pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk memasok air dari Waduk Sempor. Juga akan membangun jaringan pipa 19 kilometer untuk kebutuhan Semen Gombong dan masyarakat sekitar.

Soal banyak warga menolak penambangan, Aris tak mempersoalkan. Menurut dia, pro kontra masyarakat biasa terjadi pada proyek investasi cukup besar.  “Saya melihat itu bukan malapetaka tetapi dinamika. Bahwa masyarakat peduli,
bagaimana kita bisa memberikan jawaban atas aspirasi masyarakat baik pro dan kontra. Kita dengarkan semua. Yang penting jangan sampai terjadi konflik horisontal. Kita tak menginginkan itu terjadi.”

Karst rusak tak tergantikan

Petrasa Wacana, Koordinator Bidang Konservasi, Advokasi dan Kampanye Masyarakat Speleologi Indonesia (MSI) mengatakan, penambangan karst Gombong akan menghilangkan zona epikarst. Zona ini, sebagai penyimpan utama air hujan antara 5-50 meter bagian atas perbukitan karst. Ia sebagai sebagai pengontrol sistem kartifikasi.

Air tersimpan mampu melarutkan batuan gamping melalui zona-zona rekahan menuju sungai bawah tanah. Fungsi utama air ini sebagai media pelarut membentuk speleothem dan sistem perguaan atau sungai bawah tanah.

Kali sirah digunakan warga Desa Sikayu dan desa lain untuk beragam keperluan. Foto: Tommy Apriando
Kali sirah digunakan warga Desa Sikayu dan desa lain untuk beragam keperluan. Foto: Tommy Apriando

Berdasarkan hasil penelitian mereka 2015, hasil water tracing menggunakan merang, pada Goa Pucung dan Goa Jeblosan, setelah beberapa hari merang yang dilepaskan keluar pada mata air Goa Candi, Kali Winong dan Kali Sirah.

“Berdasarkan analisis pola aliran, sungai bawah tanah melewati areal IUP hingga penambangan di IUP dapat berdampak langsung terhadap sungai bawah tanah yang mengalir ke Kali Winong dan Kali Sirah,” katanya.

Kala bukit-bukit yang menjadi tandon penyimpan air utama hilang mengakibatkan air hujan tak tersimpan pada zona epikarst. Ia meningkatkan debit air permukaan (run off), hilang mata air sumber air utama Desa Sikayu. “Peningkatan run off, karena air tak terserap karst akan mengakibatkan banjir.”

Selain itu, kata Petrasa, industri semen menyumbang emisi gas rumah kaca. Berdasarkan laporan Inventerarisasi gas rumah kaca, Kementerian Lingkungan Hidup 2014, .industri semen menyumbang 22.674,6 gram emisi karbon ke udara. Ini baru pengukuran di pabrik PT. Indocement Prakarsa, Cibinong-Bogor.

“Karst menjadi salah satu rantai penting dalam siklus karbon dunia, hingga hilang karst akan menjadi penyumbang pemanasan global dan perubahan iklim.”

Berdasarkan kajian MSI, industri semen penyumbang polutan terbesar dan mengandung bahan berbahaya. Pada 2010, Tiongkok menutup 762 pabrik semen karena industri ini menyumbang polutan terbesar.

Zat berbahaya yang dilepas pabrik semen karena pembakaran bersuhu tinggi antara lain Nitrogen Oksida (NOx). Ia menyebabkan kerusakan lapisan ozon, memicu hujan asam, kualitas air rusak dan gangguan penglihatan.

Sulfur Dioksida (SO2), menyebabkan gangguan pernafasan, memperparah penderita asma dan infeksi bronchitis, memicu penyakit kardiovaskular seperti jantung koroner, stroke, kelainan jantung pada bayi, gagal jantung dan berbagai macam penyakit kardiovaskular lain. Ia juga mengandung mercuri.

Indonesia, katanya, tak sedang krisis semen. Dari penelitian Rodhialfalah dkk pada 2014, Indonesia surplus cadangan semen jika untuk kebutuhan nasional.

Indonesia ada tiga perusahaan dengan delapan IUP. Yakni, PT. Semen Indonesia (Tuban, Indarung, Tonasa), PT. Indocement (Cieterep, Cirebon, Tarjun), dan PT. Holcim (Cilacap dan Tuban).

Pada 2025, berdasarkan asumsi pertumbuhan konsumsi 10% tiap tahun, rata-rata pertumbuhan kebutuhan (konsumsi) semen tiap tahun 5%, total kebutuhan Indonesia dari 2015-2025 diperkirakan 1259,8 juta ton.

Perbukitan karst Gombong menyimpan air dari celah-celah lubang karst. Foto: Tommy Apriando
Perbukitan karst Gombong menyimpan air dari celah-celah lubang karst. Foto: Tommy Apriando

Cadangan batugamping tertambang dihimpun dari delapan IUP tiga perusahaan terbesar itu tercatat 13.930,60 juta ton. Dengan asumsi efisiensi bahan baku 85%, cadangan batugamping ini bisa menjadi produk semen 11.841,01 juta ton. Nilai ini, katanya, belum memperhitungkan cadangan batugamping IUP tujuh perusahaan semen besar lain. Kondisi ini menunjukkan, investasi baru industri semen di Indonesia tak perlu, karena dari cadangan sudah surplus memenuhi kebutuhan nasional.

Kebijakan penutupan industri semen di Tiongkok 2010, dan beberapa negra-negara Eropa, guna melindungi karst, terjadi peningkatan  investasi besar-besaran di Indonesia. Indonesia berusaha mengambil pasar Asia sebagai pemasok semen terbesar. Tiongkok, pemasok semen terbesar pertama Asia, disusul Vietnam dan Indonesia.

Mengenai penetapan KBAK di Gombong, tak serta merta melindungi fungsi ekosistem esensial karst. Karst Gombong Selatan pertama kali ditetapkan sebagai Karst Gombong pada 2003 seluas 48.94 kilometer persegi. Pada 6 Desember 2004, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mencanangkan sebagai kawasan eko karst pemanfaatan berkelanjutan.

Implementasi Kawasan Ekokarst Gombong Selatan, katanya, tak membawa perkembangan. Pada 2014, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan karst Gombong sebagai KBAK Gombong luas 101.02 km2. Tak lama berselang, masih tahun sama, dengan alasan ada kekeliruan keluar Kepmen ESDM menyatakan, luasan mengecil menjadi 40.89 km2.

Penetapan KBAK Gombong pun memunculkan pertanyaan karena goa-goa dengan mata air sangat penting justru berada di luar kawasan lindung alias tak masuk KBAK Gombong.

“Secara potensi ekosistem karst Gombong belum terlindungi karena masih banyak di luar KBAK padahal habitat berbagai jenis kelelawar.”

Kalau perusahaan mengatakan, dampak lingkungan dan pertambangan akan reklamasi, kata Petrasatak akan mengembalikan kualitas dan kuantitas air. Kemampuan batugamping hilang dalam menyerap dan menyimpan air hujan. Nilai infiltrasi air hujanpun berkurang ketika batugamping permukaan terkupas.

Salah satu goa yang belum terdata dalam dokumen Amdal PT. Semen Gombong. Foto: Tommy Apriando
Salah satu goa yang belum terdata dalam dokumen Amdal PT. Semen Gombong. Foto: Tommy Apriando

Hasil riset Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI di penambangan Indocement Tunggal Prakarsa di Citeurep, batugamping asli belum tersentuh mampu meyerap air 54 mm perjam, batugamping ditambang dan reklamasi baik memiliki laju infiltrasi 14 mm perjam. Batugamping ditambang tetapi tak reklamasi hanya memiliki laju infiltrasi satu mm perjam. Kondisi ini mengakibatkan sumber air hilang, kuantitas air kemarau kurang dan kala musim hujan air permukaan tak tersimpan tinggi.

Perhitungan debit beberapa mata air dan sungai di karst Gombong, antara lain Goa Pucung 16,58 liter per detik, Goa Candi 16,03 liter perdetik, Kali Winong 18,63 liter perdetik, dan Kali Sirah 72,07 perdetik. Dari data debit ini, bisa diasumsikan  dalam satu hari, Goa Pucung menghasilkan air 1.432,512 M3. Kali Sirah memiliki debit lebih tinggi, sehari mampu menghasilkan air 61.980,2 M3.

Jumlah air ini, setiap hari disediakan karst Gombong. Ia jadi pengontrol utama sistem hidrologi karst.

Terkait kualitas air, komposisi kimia air tanah cenderung memiliki PH rendah atau asam. Keadaan ini, karena penggunaan batubara sebagai bahan bakar utama industri semen memicu hujan asam.

Sutanto dan Iriani pada 2011 dari Pusat Teknologi Limbah, Radiaktif dalam penelitian di Cibinong-Bogor, Cieterep, menemukan peningkatan kadar nitrat dalam sumur warga. Dari rata-rata 0,4 mg perliter, pada 1999 menjadi 5,3 mg perliter 2009. Ambang batas kadar asam nitrat boleh terminum 10 mg perliter, bila kadar nitrat lebih tiga mg/lt harus pemantauan rutin tiap tahun.

Dia juga membahas soal Amdal. Dalam dokumen Amdal awal tak memasukkan data hidrogeologi seperti lintasan sungai bawah tanah, water tracing dan lain-lain. Dari kajian ISS, ada sungai bawah tanah melintasi IUP. Kawasan ini memiliki kriteria sebagai karst, justru keluar dari kawasan karst karena IUP Semen Gombong.

“ISS berdasarkan kajian mendalam dan menyeluruh merekomendasikan penolakan rencana pendirian pabrik semen dan penambangan batugamping  Semen Gombong di Kebumen,” ucap Petrasa.

Presiden MSI, Cahyo Rahmadi memberikan surat dan kertas posisi MSI terkait Karst Gombong. Dalam surat ini, MSI, menolak eksploitasi Semen Gombong dan mengimbau tak memberikan izin lingkungan  dengan berbagai pertimbangan.

Salah satu pertimbangan, Cahyo menuliskan, rencana pendirian pabrik semen dan penambangan batugamping mengancam mata air seperti Banyumudal dan Kali Sirah. Berdasarkan penelitian, menunjukkan sistem sungai bawah tanah dari Goa Pucung ke Candi berakhir berujung di Kali Sirah mengalir di dalam IUP Semen Gembong.

Berdasarkan valuasi nilai guna tak langsung, kelelawar pemakan serangga di Desa Candirenggo mencapai  Rp 270.687.541, selama satu kali musim panen.

“Kelelawar pemakan serangga mampu mengendalikan populasi serangga yang berpotensi hama di persawahan sekitar karst (perikarst) radius 20 km. Potensi sawah mendukung ketahanan pangan  terancam jika kelelawar terganggu,” tulis Cahyo.

Kelelawar pemakan serangga berpeluang melindungi 1.142.000 jiwa tersebar di empat kabupaten, 33 kecamatan   dan 384 desa dari ancaman berbagai penyakit seperti demam berdarah, malaria dan penyakit lain.

Sedangkan, kelelawar pemakan buah mampu  menjelajah  sampai 20 km berpotensi  menjadi agen penyebar biji untuk regenerasi hutan, mencakup sedikitnya 577,18   km2. Beberapa spesies juga berperan untuk proses penyerbukan di  hutan-hutan yang disangga oleh  kelelawar Karst Gombong.

Selain itu, penambangan dan pabrik semen, sekitar 11.500 jiwa berpotensi terpapar langsung partikel debu. Jumlah ini dalam pemukiman seluas 82.223.79 hektar. Anak-anak bersekolah di 33 sekolah rentan terserang pernapasan.

Belum lagi lahan pertanian produktif rentan terpapar debu mencapai 252.367,08 hektar meliputi kebun, sawah dan tegalan.

“MSI mendorong pemerintah kabupaten dan provinsi mencari alternatif pemanfaatan karst berkelanjutan.” Bersambung

Salah satu sumber air warga untuk mencuci dan berekreasi ketika akhir pekan. Foto: Tommy Apriando
Salah satu sumber air warga untuk mencuci dan berekreasi ketika akhir pekan. Foto: Tommy Apriando
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,