,

Modus Baru Perdagangan Satwa Liar, Pakai Ambulance Agar Aman Melenggang

Praktik perdagangan satwa liar ilegal terus terjadi. Modus terbaru yang diduga digunakan para pelaku adalah menggunakan ambulance sebagai transportasi pengiriman satwa. Hal ini diungkapkan Suwarno, Direktur Animals Indonesia kepada Mongabay, di Malang, Jawa Timur, belum lama ini.

Suwarno mengatakan, ambulance dipilih karena aman dan kecilnya kemungkinan dilakukan pemeriksaan. “Dari pengakuan pelaku, metode perdagangan ini terbilang baru. Asumsinya, ambulance mengangkut orang sakit atau orang meninggal. Ada tulisan ambulance dan raungan sirene, dipastikan aman di jalan,” lanjutnya.

Contoh kasus yang didapati Suwarno adalah orangutan. Pengangkutan menggunakan ambulance ini telah dilakukan pelaku perdagangan satwa di Jawa Timur. Bahkan, pengiriman satwa ke Tanjung Perak, Surabaya, Malang dan Probolinggo, dilakukan para pelaku dengan menyewa ambulance untuk mengelabuhi petugas. “Kami masih mendalami modus ini, harapannya bisa diungkap oleh aparat berwenang.”

Terkait pemakaian ambulance untuk perdagangan satwa liar, DA (inisial), selaku pengelola ambulance gratis dari salah satu partai politik di Surabaya mengatakan, ambulance yang dikelola pihaknya hanya dikhususkan mengantar pasien miskin ke rumah sakit. “Saya belum pernah dengar, dan kami sangat ketat dalam aturan pemakaian. Supir merupakan orang yang kami kenal.”

Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, ambulance sejauh ini tidak memiliki izin khusus. Izin yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan hanya untuk operasional rumah sakit atau klinik. “Biasanya, ambulance di luar rumah sakit atau klinik hanya untuk mengantar, karena ambulance yang sebenarnya harus memiliki kelengkapan kegawatdaruratan.”

Menanggapi adanya penyalahgunaan ambulance untuk alat angkut perdagangan satwa liar, Febria menegaskan praktik tersebut tidak dibenarkan. “Kalau ada satwa, bisa ada penyakit lain di mobil tersebut. Lapor ke saya kalau ada, untuk rumah sakit atau klinik bisa ditutup, dan mobilnyanya tidak boleh digunakan lagi.”

Febria menambahkan, pihaknya berencana melakukan konsultasi dengan Kementerian Kesehatan, terkait izin operasional ambulance, karena di peraturan Kementerian Kesehatan tidak ada aturan khusus penggunaannya.

Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol. Argo Yuwono menegaskan, penyalahgunaan ambulance untuk kejahatan, termasuk digunakan untuk pengiriman satwa tidak dapat dibenarkan dan dapat dipidanakan. Masyarakat bisa melaporkan langsung ke Kepolisian terdekat. “Tentunya, kami bersama BKSDA akan melakukan pengawasan dan pengecekan,” tukas Argo.

Ambulance mendapat prioritas di jalan raya, sesuai Pasal 134 dan 135 UU No 22 Tahun 2009 mengenai prioritas dan hak kendaraan gawat darurat saat lalu lintas. Orang sakit dan jenazah yang dibawa ambulance memiliki prioritas untuk segera sampai ke tujuan, sehingga hampir tidak pernah dihentikan oleh rambu-rambu atau petugas pengatur lalu lintas.

Kejahatan penjualan bayi orangutan yang dilakukan melalui jejaring sosial Facebook. Pelaku ditangkap di Desa Pondok Kemuning, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa, Aceh dan telah divonis penjara. Foto: Junaidi Hanafiah

Perdagangan online

Modus lain yang patut diwaspadai terkait perdagangan satwa liar adalah media online berbasis internet. Bahkan, sistem jual beli putus juga dipakai untuk menyulitkan petugas dari Kepolisian maupun Balai Konservasi Sumber Daya Alam. “Ada banyak grup di Facebook yang menawarkan satwa liar, bahkan grup BBM makin rapi melakukan transaksi satwa liar dilindungi,” ujar Suwarno.

Animals Indonesia mencatat ada 791 satwa dilindungi maupun tidak, yang ditawarkan melalui grup Facebook di Malang periode 2015 hingga Januari 2016. Uang hasil transaksi mencapai Rp740.885.000 dalam setahun. Sekitar 95 persen merupakan satwa dilindungi. “Ini baru pantauan satu kelompok dan hanya di Malang. Padahal kelompok serupa tersebar di Indonesia dan tidak terpantau,” tutur Suwarno.

Jenis yang telah diperdagangkan menurut Suwarno adalah 144 ekor kucing hutan (Felis bengalensis), 61 ekor elang jawa (Nisaetus bartelsi), 36 ekor burung pemangsa, dan 22 ekor binturong (Arctictis binturong). Ada juga kelompok musang air (Cynogale bennetti) dan musang biasa (Herpestes javanicus) sebanyak 159 ekor. “Tingginya penjualan dipicu permintaan, yang mengakibatkan perburuan satwa liar di habitat terus terjadi,” terang Suwarno.

Salah satu akun di jejaring sosial Facebook perihal perdagangan satwa. Foto: Petrus Riski

Wahyuni, Communication Manager Center for Orangutan Protection (COP) mengatakan, maraknya perdagangan satwa liar tidak lepas dari lemahnya penegakan hukum dan sanksi bagi pelaku. Selain itu, pengamanan kawasan konservasi seperti cagar alam maupun taman nasional perlu diperketat, karena selama ini satwa yang diperdagangkan banyak diambil dari tempat-tempat tersebut.

“Kasus yang ikut kami tangani, satwa diperoleh dari kawasan konservasi, yaitu 13 ekor merak dari Taman Nasional Baluran. Sedangkan lutung jawa banyak diambil dari Probolinggo. Bahkan, pelakunya, ada juga dokter hewan di Kebun Binatang Mangkang, Semarang,” ungkap Wahyuni.

Animals Indonesia dan Orangufriends COP juga telah berkirim surat ke Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang isinya mendesak dilakukan tindakan hukum pada kelompok pedagang satwa. “Kami juga mendesak Facebook untuk memblokir kelompok dan pedagang satwa yang menggunakan media sosial ini,” pungkas Suwarno.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,