,

Sawit dan Pala, Kebun Campur yang Dikembangkan Petani di Bengkulu

Umumnya, perkebunan kelapa sawit milik perusahaan ataupun masyarakat berpola tanam monokultur alias sejenis. Namun, tidak dengan kebun sawit milik H. Agus Salim, warga Desa Jambu, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Lelaki yang biasa dipanggil ustad ini telah mengembangkan pola kebun sawit campur pala.

“Sempat pesimis di awal, kini optimis,” ujarnya kepada Mongabay Indonesia, Minggu (10/4/2016) siang.

Siang itu, Agus mengajak saya melihat kebunnya yang hanya butuh waktu lima menit berkendara sepeda motor. Dalam perjalanan, terlihat pula sejumlah kebun sawit milik warga yang ditanam pala, sebagaimana yang dilakukan Agus. “Saya tidak pernah mempengaruhi. Mereka datang ke rumah dan bertanya. Saya sampaikan apa yang saya ketahui saja,” paparnya.

Luas kebun Agus sekitar 3,5 hektare. Di lahan itu, ditanam 350 batang sawit dan 50 batang pala. Menurutnya, bibit pala yang ditanam awal sebanyak 140 batang. Namun, karena kurang diurus, yang tersisa hanya sepertiganya. Langkah mencampurkan sawit dan pala ini, dimulai akhir 2010. “Pembelajaran yang saya peroleh, sebaiknya pala ditanam ketika sawit sudah berumur minimal tiga tahun. Daun sawit bisa jadi peneduh. Teknik penananam yang bagus adalah mata lima, pertemuan diagonal empat pohon sawit,” terang guru Pesantren Darussalam di Kabupaten Kepahiang ini.

Agus mengaku belum menemukan dampak negatif kehadiran pala terhadap sawit. Dalam dua minggu, hasil sawitnya masih berkisar 2 – 3 ton. Namun untuk pala, Agus belum melakukan pencatatan. “Kalau saya lihat buahnya tidak jauh berbeda dengan pohon pala yang saya tanam di tempat lain. Kalaupun tidak maksimal, tapi cukup lumayan untuk menambah pendapatan.”

Bagi Agus, langkah menanam pala di kebun sawit perlu dilakukan sebagai antisipasi jangka panjang. Umur produktif sawit berkisar 15 – 20 tahun. Kalau pala bisa mencapai 70 tahun. Artinya, ketika sawit tidak produktif lagi, ia masih punya pendapatan yang bersumber dari pala.

Lagi pula, hasil yang diambil dari pala adalah buah. Bukan kayu. Sehingga, pohonnya tidak akan ditebang. “Kalau dari aspek lingkungan, pohon pala bisa berkontribusi untuk menyerap karbon dan memproduksi oksigen. Dan yang jelas, saya merasakan areal kebun saya lebih sejuk dan lembab dibandingkan kebun yang hanya ditanam sawit,” ujar Agus yang juga mengembangkan teknik kebun campur pala dan kopi.

Pola perkebunan sawit campur pala yang dipelopori Agus, sudah menular ke sejumlah warga desa setempat dan lainnya. Misalnya, Supardi yang memiliki kebun sawit seluas dua hektare di Desa Datar Lebar. Ia berani mencampurkan pala karena sudah melihat hasilnya di kebun Agus. “Kalau belum ada bukti, tentu saya tidak berani,” ujarnya yang ditemui terpisah.

Buah pala. Sumber foto: Wikimedia Commons

Tantangan

Manager Program Walhi Bengkulu Fery Padli menilai, upaya yang dipelopori Agus patut diapresiasi karena merupakan strategi yang dapat mengurangi ketergantungan pendapatan dari satu komoditi. “Banyak petani yang ingin mengubah pola tanam sejenis menjadi beragam. Namun, keterbatasan pengetahuan menjadi kendala.”

Fery menambahkan, upaya Agus ini perlu dikaji lebih jauh mengenai kelebihan dan kekurangan pola tersebut. “Tugas para peneliti, NGO, perguruan tinggi, dan pemerintah untuk melakukan kajian mendalam, bagaimana dampak ekonomi dan ekologinya. Kalau positif, perlu dikembangkan.”

Sementara Sony Taurus, Manager Kampanye dan Advokasi Walhi Bengkulu mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan koordinasi dan supervisi (korsup) terkait perkebunan sawit di Bengkulu pada 13 – 17 Juni 2016. Korsup ini diharapkan akan mengungkap berbagai permasalahan dan solusi terhadap konflik ruang antara perusahaan besar dan rakyat, serta pelestarian lingkungan hidup.

“Cukup banyak permasalahan. Seperti dugaan plasma fiktif, areal izin masuk ke kawasan hutan negara, izin masuk permukiman, operasi masih berjalan meskipun izin sudah habis, tumpang tindih izin dengan pertambangan, dan pembelian lahan di luar areal perizinan. Adanya korsup, diharapkan semuanya makin jelas berikut solusinya,” papar Sony.

Luas lahan kebun sawit rakyat dan jumlah petani yang terlibat

Kabupaten/Kota

Luas (hektar)

Petani (KK)

Bengkulu Selatan 14.063 12.627
Rejang Lebong 468 237
Bengkulu Utara 27.848 17.162
Kaur 8.114 6.709
Seluma 31.381 13.645
Mukomuko 98.714 43.873
Lebong 493 327
Kepahiang 131 88
Bengkulu Tengah 7.282 6.159
Kota Bengkulu 1.821 1.081
Jumlah 190.908 190.315

Sumber: Provinsi Bengkulu dalam Angka 2015

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,